Ciri Anak-anak Terang Berdasarkan Efesus 5:1-21
Ciri Anak-anak Terang berdasarkan Efesus 5:1-21 ~ Dalam dunia yang semakin gelap oleh dosa dan penyimpangan moral, panggilan untuk hidup sebagai anak-anak terang menjadi sangat relevan. Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, menekankan pentingnya hidup sebagai anak-anak Allah yang mencerminkan terang Kristus.
Efesus 5:1-21 bukan hanya sekadar nasihat moral, tetapi panggilan ilahi untuk hidup dalam kekudusan, kasih, dan hikmat. Khotbah ini akan mengurai tiga ciri utama dari anak-anak terang sebagaimana dinyatakan dalam perikop ini.
I. Hidup dalam Kasih (Efesus 5:1-7)
“Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sama seperti Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah” (Efesus 5:1-2).
Ungkapan “penurut-penurut Allah” (Yunani: mimētai tou Theou)
secara harfiah berarti “para peniru Allah”. Ini menunjukkan suatu panggilan
untuk meneladani karakter Allah, khususnya dalam hal kasih dan kekudusan.
Menjadi penurut Allah berarti menjalani hidup
dengan meniru tindakan kasih Allah yang telah dinyatakan secara sempurna dalam diri Kristus.
Menurut William Hendriksen, “Menjadi penurut Allah bukan sekadar meniru secara dangkal, tetapi mencerminkan kasih, kemurahan, dan pengampunan Allah dalam setiap aspek hidup” (Hendriksen, Exposition of Ephesians, Baker Book House, Grand Rapids, 1995, hlm. 231).
Dengan demikian, menjadi penurut Allah adalah panggilan identitas yang aktif: kita dipanggil untuk mencerminkan kasih pengorbanan Kristus dalam hidup sehari-hari, sebagai anak-anak terang yang hidup dalam hubungan erat dengan Sang Bapa.
Paulus memulai bagian ini dengan menyatakan identitas kita sebagai anak-anak Allah yang harus meniru Allah, terutama dalam aspek kasih. Kasih adalah dasar dari kehidupan anak-anak terang, karena Allah sendiri adalah kasih (1 Yohanes 4:8). Paulus menjadikan kasih Kristus sebagai model utama—kasih yang rela berkorban.
Menurut John Stott, “Kasih yang sejati selalu
terwujud dalam tindakan, bukan sekadar emosi. Kasih Kristus adalah kasih yang
menyerahkan diri, bukan kasih yang mementingkan diri” (Stott, The
Message of Ephesians, IVP, Leicester, 1979, hlm. 190).
Paulus kemudian mengontraskan kasih dengan perbuatan-perbuatan gelap seperti percabulan, kecemaran, dan keserakahan (ay. 3-5). Hal-hal ini tidak boleh disebut di antara orang-orang kudus, karena bertentangan dengan natur kasih dan terang.
Ciri pertama anak-anak terang adalah hidup dalam kasih, yang ditandai oleh kemurnian moral dan kesalehan. Kasih sejati menolak semua bentuk kenajisan dan mencari kebaikan orang lain.
II. Hidup sebagai Terang (Efesus 5:8-14)
“Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang” (Efesus 5:8). Pernyataan “kamu adalah terang di dalam Tuhan” menunjukkan transformasi identitas yang mendalam dan spiritual. Paulus tidak berkata bahwa kita hanya memiliki terang, tetapi bahwa kita adalah terang. Ini berarti terang itu kini menjadi bagian integral dari keberadaan kita, karena kita bersatu dengan Kristus, Sang Terang Dunia (Yohanes 8:12). Identitas ini bersumber “di dalam Tuhan”, menandakan bahwa terang itu bukan berasal dari diri kita sendiri, tetapi hasil dari relasi dan penyatuan dengan Kristus.
Menurut Peter T. O'Brien, “Frasa ‘terang di dalam Tuhan’ menekankan identitas baru orang percaya sebagai ciptaan baru yang sekarang mencerminkan karakter moral Allah dalam kehidupan mereka” (O'Brien, The Letter to the Ephesians, Eerdmans, Grand Rapids, 1999, hlm. 369).
Dengan demikian, menjadi terang berarti menjadi agen moral dan rohani
yang mencerminkan kebenaran dan kasih Allah di tengah dunia yang gelap.
Anak-anak terang dipanggil untuk menghidupi identitas ini secara aktif, bukan
hanya secara pasif sebagai penerima status rohani.
Ciri kedua dari anak-anak terang adalah hidup sebagai terang. Paulus menekankan transformasi radikal dari kondisi dahulu “kegelapan” menjadi kondisi baru “terang di dalam Tuhan”. Terang di sini bukan hanya status, tetapi juga panggilan untuk menghidupi identitas tersebut. Terang menghasilkan buah: kebaikan, keadilan, dan kebenaran (ay. 9). Ketiganya adalah manifestasi nyata dari hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus dan Firman Tuhan.
F.F. Bruce menyatakan, “Anak-anak terang bukan hanya mencerminkan terang Kristus, tetapi juga menjadi alat Allah untuk mengekspos kegelapan dan membawa pertobatan” (Bruce, The Epistles to the Colossians, to Philemon and to the Ephesians, Eerdmans, Grand Rapids, 1984, hlm. 372).
Anak-anak terang juga dipanggil untuk tidak bersekutu dengan perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi justru menelanjangi mereka (ay. 11). Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan orang percaya memiliki dampak profetis: menantang dan mengungkap dosa.
Paulus mengutip suatu himne awal gereja dalam ayat 14, “Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu”. Ini adalah seruan bagi mereka yang hidup dalam kompromi rohani untuk bangkit dan hidup dalam terang Kristus.
III. Hidup dalam Hikmat
(Efesus 5:15-21)
“Karena itu, perhatikanlah dengan saksama,
bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif”
(Efesus 5:15).
Dalam ayat ini, Paulus menyajikan kontras antara “orang bebal” dan “orang arif”.
Istilah “orang bebal” (asophos dalam bahasa Yunani) merujuk pada mereka yang hidup tanpa pengertian rohani, mengabaikan kehendak Allah, dan tidak mempertimbangkan konsekuensi kekal dari tindakan mereka. Sebaliknya, “orang arif” adalah mereka yang hidup berdasarkan hikmat ilahi, memahami kehendak Tuhan, dan mengatur hidupnya selaras dengan kebenaran firman.
John MacArthur menjelaskan bahwa “orang bebal hidup seakan-akan Allah tidak ada atau tidak relevan, sedangkan orang arif hidup dalam kesadaran penuh akan kehadiran dan kehendak Allah dalam setiap aspek hidupnya” (MacArthur, The MacArthur New Testament Commentary: Ephesians, Moody Publishers, Chicago, 1986, hlm. 276).
Perintah Paulus di sini menegaskan pentingnya introspeksi dan kehati-hatian dalam menjalani hidup sebagai murid Kristus. Hidup dalam hikmat bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan mutlak untuk menghadapi zaman yang jahat dan menantang ini dengan terang dan kebenaran.
Ciri ketiga dari anak-anak terang adalah hidup dalam hikmat. Paulus mengingatkan jemaat untuk berhati-hati dalam menjalani hidup mereka—tidak sembrono atau tanpa arah, tetapi penuh pertimbangan dan pengertian rohani.
Hikmat dalam Alkitab bukan hanya soal pengetahuan, tetapi kemampuan untuk hidup benar di hadapan Allah. Anak-anak terang memanfaatkan waktu yang ada karena hari-hari ini adalah jahat (ay. 16), artinya mereka sadar akan urgensi waktu dan nilai setiap momen untuk kemuliaan Allah.
Craig Keener mencatat, “Hidup dalam hikmat dalam konteks Paulus berarti berfokus pada kehendak Allah dan memprioritaskan komunitas iman serta hidup dalam penyembahan dan pengucapan syukur” (Keener, The IVP Bible Background Commentary: New Testament, IVP Academic, Downers Grove, 2014, hlm. 552).
Paulus juga menasihatkan untuk tidak mabuk anggur, tetapi dipenuhi oleh Roh (ay. 18). Penuh Roh berarti hidup dalam kontrol ilahi yang menghasilkan pujian, relasi yang sehat, dan kerendahan hati (ay. 19-21).
Ciri anak-anak terang yang hidup dalam hikmat akan tercermin dalam penyembahan yang tulus, hidup yang penuh syukur, dan sikap saling merendahkan diri dalam takut akan Kristus.
Anak-anak terang bukan hanya identitas, tetapi panggilan hidup. Efesus
5:1-21 menuntun kita untuk hidup: Satu,
Dalam kasih—meneladani Kristus yang rela berkorban. Dua, Sebagai terang—memancarkan kebenaran,
keadilan, dan kebaikan. Tiga, Dalam
hikmat—memahami kehendak Tuhan dan dipenuhi oleh Roh Kudus.
Marilah kita sebagai jemaat Tuhan tidak hanya menjadi pendengar firman, tetapi pelaku firman yang mencerminkan terang Kristus dalam dunia yang gelap. Soli Deo Gloria!
Post a Comment for "Ciri Anak-anak Terang Berdasarkan Efesus 5:1-21"