Membawa Damai Di Tengah Dunia Yang Retak
Membawa Damai Di Tengah Dunia Yang Retak ~ Landasan firman Tuhan untuk tema membawa damai di tengah dunia yang retak, diambil dari Injil Matius. Demikianlah sabda Tuhan, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9).
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Yohane 4-5
Suatu ketika, di sebuah kota kecil yang lama terbelah oleh konflik antarwarga, dua keluarga yang saling bermusuhan akhirnya duduk di satu meja. Bukan karena masalah mereka tiba-tiba hilang, tetapi karena seorang tokoh masyarakat yang lelah melihat luka diwariskan dari generasi ke generasi, menginisiasi dialog yang jujur.
Ia mendengar tanpa menghakimi,
menengahi tanpa memihak, dan mendorong pengampunan tanpa memaksa. Prosesnya panjang dan emosional, namun
dari pertemuan itu lahir kesepakatan damai. Kota itu tidak langsung sempurna,
tetapi retaknya mulai direkatkan. Damai lahir bukan dari ketiadaan masalah,
melainkan dari keberanian untuk menghadapi luka dengan kasih.
Yesus menyebut “berbahagia” orang yang membawa damai bukan sekadar orang yang mencintai damai. Ada perbedaan besar di sini. Membawa damai menuntut keterlibatan aktif: hadir di tengah ketegangan, memilih kata yang menyembuhkan, dan berani menjadi jembatan ketika jurang terbuka lebar. Dunia kita retak oleh polarisasi, prasangka, dan ego yang keras kepala. Dalam situasi seperti ini, panggilan Kristus bukan untuk menambah kebisingan, melainkan menyalurkan ketenangan yang berakar pada kebenaran dan kasih.
Damai yang Yesus maksud bukan kompromi murahan yang menutupi kebenaran, juga bukan ketenangan palsu yang lahir dari penyangkalan. Damai Injil bersumber dari relasi yang dipulihkan, pertama-tama dengan Allah, lalu mengalir ke relasi dengan sesama. Karena itu, pembawa damai tidak alergi pada kebenaran, tetapi menyampaikannya dengan kelembutan. Mereka tidak memelihara dendam, melainkan memberi ruang bagi pengampunan. Mereka tidak membalas luka dengan luka, melainkan merawat harapan di tengah puing.
Yesus
menambahkan janji yang dalam: “mereka akan disebut anak-anak Allah.” Identitas
ini bukan gelar kosong, melainkan penegasan bahwa karakter Bapa tercermin dalam
hidup pembawa damai. Seperti Bapa yang lebih dahulu mendamaikan manusia dengan
diri-Nya, demikian pula anak-anak-Nya dipanggil untuk meniru karya pendamaian
itu di dunia yang rapuh.
Hari ini, di mana Tuhan menempatkan kita sebagai pembawa damai? Mungkin di keluarga yang tegang, di tempat kerja yang penuh kompetisi, di gereja yang sedang berbeda pendapat, atau di ruang digital yang mudah terbakar emosi. Damai sering dimulai dari langkah kecil: mendengar lebih lama, berbicara lebih jujur namun lembut, mengakui kesalahan, dan berani memaafkan. Ketika kita memilih jalan ini, kita sedang ikut serta dalam karya Allah merajut kembali dunia yang retak.
Doa
Tuhan, ajar kami menjadi pembawa damai di tengah dunia yang terluka. Lembutkan
hati kami untuk mendengar, kuatkan kami untuk berkata benar dengan kasih, dan
mampukan kami mengampuni seperti Engkau mengampuni kami. Jadikan hidup kami
cermin kasih-Mu, agar melalui kami, damai-Mu menjangkau banyak orang. Dalam
nama Tuhan Yesus, kami berdoa, Amin.🙏

Post a Comment for "Membawa Damai Di Tengah Dunia Yang Retak"