Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Allah Yang Rendah Hati Menjadi Manusia

Allah Yang Rendah Hati Menjadi Manusia ~ Landasan firman Tuhan untuk tema Allah yang rendah hati menjadi manusia, diambil dari surat rasul Paulus kepada jemaat di kota Filipi. Demikianlah sabda Tuhan, “Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Filipi 2:6–7).

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Yohanes – Yudas

Seorang profesor terkenal pernah datang ke sebuah desa terpencil untuk memberikan kuliah umum. Tidak ada karpet merah, tidak ada sambutan istimewa. Ia duduk di kursi kayu sederhana, makan bersama warga dengan piring plastik, dan tidur di rumah kecil tanpa pendingin udara. Ketika ditanya mengapa ia mau repot-repot turun ke tempat sesederhana itu, jawabannya singkat: “Jika saya ingin dipahami, saya harus hadir di tempat mereka.” Kisah ini memberi gambaran kecil tentang kerendahan hati, namun apa yang dilakukan Allah jauh melampaui ilustrasi apa pun.

Rasul Paulus menuliskan sebuah pengakuan iman yang mendalam tentang Kristus dalam Filipi 2:6–7: “Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”

Ayat ini membawa kita masuk ke inti Injil: Allah yang Mahatinggi rela merendahkan diri-Nya. Yesus Kristus tidak kehilangan keilahian-Nya, tetapi Ia dengan sukarela melepaskan hak-hak ilahi-Nya. Paulus menggunakan istilah kenosis (pengosongan diri), untuk menggambarkan tindakan kasih yang radikal ini. Sang Pencipta masuk ke dalam ciptaan; Sang Raja menjadi hamba.

Dalam konteks jemaat Filipi yang sedang bergumul dengan konflik internal dan ambisi pribadi, Paulus menempatkan kerendahan hati Kristus sebagai teladan utama. Kerendahan hati bukan sekadar sikap etis, melainkan jalan hidup yang berakar pada karya penebusan. Allah tidak menyelamatkan manusia dari kejauhan, tetapi dari dalam, dengan mengambil rupa manusia, merasakan lapar, lelah, penolakan, bahkan penderitaan.

Di sinilah iman Kristen menjadi unik. Allah yang kita sembah bukan Allah yang jauh dan tak tersentuh, melainkan Allah yang mau “turun”, hadir, dan berelasi. Kerendahan hati Kristus menyingkapkan karakter Allah: kasih yang tidak memaksa, kuasa yang dinyatakan dalam pengorbanan, dan kemuliaan yang tampak dalam salib.

Renungan ini menantang kita secara personal. Dalam dunia yang mengagungkan status, jabatan, dan pencitraan, Kristus justru memanggil kita untuk meneladani kerendahan hati-Nya. Mengikut Yesus berarti bersedia melepaskan ego, tidak memaksakan hak, dan hadir bagi sesama dengan kasih yang nyata.

Kerendahan hati bukan kelemahan, melainkan kekuatan rohani yang lahir dari pengenalan akan Kristus. Ketika kita memahami betapa rendah hati Allah menjadi manusia, kita dipanggil untuk hidup dengan sikap yang sama, yaitu melayani, mengasihi, dan mengutamakan kehendak Allah di atas segalanya.

Doa:
Tuhan Yesus, kami bersyukur karena Engkau, yang adalah Allah, rela menjadi manusia demi keselamatan kami. Ajarlah kami untuk hidup dalam kerendahan hati yang sejati, meneladani kasih dan ketaatan-Mu. Lepaskan kami dari kesombongan dan bentuklah hati kami agar serupa dengan hati-Mu. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.
🙏

Post a Comment for "Allah Yang Rendah Hati Menjadi Manusia"