Antara Palungan Dan Parousia: Belajar Bijaksana Di Masa Penantian
Antara Palungan Dan Parousia: Belajar Bijaksana Di Masa Penantian ~ Landasan firman Tuhan untuk tema antara palungan dan parousia: belajar bijaksana di masa penantian, diambil dari Injil Matius. Demikianlah sabda Tuhan, “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya” (Mat. 25:13).
Natal telah berlalu. Palungan telah kita rayakan. Lagu Natal telah kita nyanyikan. Namun iman Kristen tidak berhenti pada kelahiran Yesus. Alkitab membawa kita lebih jauh, menuju kedatangan-Nya yang kedua.
Kita hidup di sebuah masa transisi yang unik: satu, Yesus telah datang (Inkarnasi), dua, Yesus akan datang kembali (Parousia). Masa ini bukan masa santai rohani, melainkan masa penantian yang menuntut kebijaksanaan iman. Itulah sebabnya Yesus menyampaikan perumpamaan tentang sepuluh gadis—bukan kepada orang luar, tetapi kepada murid-murid-Nya.
1# Semua Dipanggil Menantikan
Kristus, Tetapi Tidak Semua Siap
25:1
Semua gadis: diundang, membawa pelita, dan sama-sama menantikan mempelai. Secara lahiriah mereka sama. Perbedaannya bukan pada aktivitas religius, tetapi pada kualitas kesiapan batiniah. Kata “bodoh” (mōrai) tidak menunjuk pada kebodohan intelektual, melainkan kecerobohan rohani—hidup tanpa kesadaran kekekalan.
Banyak orang Kristen merayakan Natal, aktif beribadah, terlibat pelayanan, tetapi tidak membangun kesiapan rohani jangka panjang. Iman dijalani sebagai rutinitas, bukan sebagai penantian akan Kristus yang akan datang kembali.
Stephen Tong menegaskan bahwa iman Kristen sejati selalu hidup dalam dua arah: bersyukur atas karya Kristus yang telah datang dan berjaga menantikan Kristus yang akan datang.
Orang Kristen mula-mula hidup dengan kesadaran
bahwa mereka adalah paroikoi, pendatang sementara. Mereka
bekerja, berkeluarga, dan melayani, tetapi arah hidup mereka tertuju pada
Kerajaan Allah yang akan datang.
👉 Mereka tidak hanya percaya Yesus telah datang, tetapi hidup seolah-olah Yesus bisa datang kembali kapan saja.
2# Penundaan Kedatangan Kristus Menguji Kedalaman Iman
25:5 Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. 25:6 Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! 25:7 Gadis-gadis itupun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. 25:8 Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam” (Matius 25:5–8)
Yesus secara realistis menggambarkan penantian: mempelai lama tidak datang, semua gadis mengantuk dan tertidur. Ini penting: kelelahan bukan dosa. Yang menjadi masalah adalah ketidaksiapan saat krisis datang. Ketika seruan terdengar di tengah malam, gadis bodoh mendapati pelitanya padam karena tidak memiliki minyak cadangan.
Minyak melambangkan: kehidupan rohani yang dipelihara, relasi pribadi dengan Tuhan, iman yang bertahan dalam waktu. Eka Darmaputera menyebut iman Kristen sebagai komitmen eksistensial yang diuji oleh waktu, penderitaan, dan ketekunan—bukan oleh euforia sesaat.
Dalam masa penganiayaan Romawi, banyak orang Kristen yang awalnya antusias tetapi kemudian menyangkal iman karena tidak siap menghadapi penderitaan. Sebaliknya, mereka yang memelihara iman sanggup bertahan sampai mati sebagai saksi Kristus. Penantian menyingkap iman yang sejati.
Dalam dua dekade terakhir: konflik
sosial, tekanan intoleransi,
krisis ekonomi, pandemi, banyak
orang Kristen menyadari bahwa iman yang tidak dipelihara akan runtuh saat
krisis datang. Namun ada juga jemaat sederhana yang tetap setia meski mengalami
tekanan berat.
Penundaan janji Tuhan bukan untuk melemahkan iman, tetapi memurnikannya.
3# Kedatangan Kristus Bersifat Final dan Tidak Dapat Diulang
25:10 Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. 25:11 Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! 25:12 Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. 25:13 Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya” (Matius 25:10–13).
Ini bagian paling serius. Ketika gadis bodoh kembali, pintu telah tertutup. Jawaban mempelai sangat tegas: “Aku tidak mengenal kamu.” Masalahnya bukan mereka tidak tahu tentang mempelai, tetapi tidak memiliki relasi sejati dengannya.
Louis Berkhof menegaskan bahwa penghakiman akhir
bukan ditentukan oleh pengakuan lahiriah, tetapi oleh relasi yang nyata dengan
Kristus yang dibuktikan dalam hidup.
Parousia adalah: final, menentukan, tidak bisa diulang. Kesempatan berjaga berlaku sekarang, bukan nanti. Dalam peristiwa besar seperti tsunami Aceh, gempa Palu, dan pandemi COVID-19, banyak orang berkata: “Kami pikir masih ada waktu.” Alkitab mengingatkan kita: Waktu adalah anugerah, bukan jaminan.
Saudara-saudara, kita tidak hidup di zaman palungan, dan belum hidup di zaman Parousia. Kita hidup di antaranya. Natal berkata: Yesus telah datang. Perumpamaan ini berkata: Yesus akan datang kembali.
Pertanyaannya bukan: “Apakah
kita orang Kristen?” Tetapi: “Apakah kita hidup sebagai orang yang berjaga?” Marilah kita: memelihara
minyak iman, hidup dalam kesetiaan sehari-hari, berjaga dengan pengharapan yang
kudus. Matius 25:13, “Karena itu berjaga-jagalah.”
Amin.

Post a Comment for "Antara Palungan Dan Parousia: Belajar Bijaksana Di Masa Penantian"