Saatnya Kita Menantikan Tuhan
Saatnya kita menantikan Tuhan ~ Landasan firman Tuhan untuk tema saatnya kita menantikan Tuhan, diambil dari kitab Yesaya. Demikianlah sabda Tuhan, “Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah” (Yesaya 40:31).
Latar Belakang Ayat Yesaya 40:31: Harapan di Tengah
Keputusasaan
Ayat Yesaya 40:31 bukanlah sekadar kalimat motivasi rohani, tetapi lahir dari konteks penderitaan dan krisis eksistensial umat Israel. Pasal 40 menjadi titik balik dalam Kitab Yesaya, dikenal sebagai bagian awal dari “Yesaya Deutero” (Yesaya 40–55), yang ditulis untuk menghibur umat Allah dalam pembuangan di Babel.
Setelah 39 pasal sebelumnya dipenuhi dengan teguran, penghakiman, dan nubuat murka Allah atas dosa Israel, pasal 40 membuka dengan seruan lembut: "Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku." (Yes. 40:1). Nabi Yesaya menulis kepada orang-orang yang lelah secara fisik, hancur secara emosional, dan hampa secara rohani. Mereka merasa Tuhan telah meninggalkan mereka. Harapan seolah-olah pupus di tanah asing.
Dalam ayat-ayat sebelumnya (Yesaya 40:27), bangsa
Israel berseru:
“Mengapakah engkau berkata demikian, hai Yakub, dan berkata begini, hai Israel: ‘Hidupku tersembunyi dari TUHAN, dan hakku tidak diperhatikan Allahku?”.
Yesaya kemudian menegaskan kembali bahwa Tuhan
tidak pernah lelah (ay. 28), tidak tertidur seperti dewa-dewa Babel, dan Dia memberi
kekuatan kepada yang lemah (ay. 29). Inilah penghiburan besar: ketika manusia
berada di titik nol, Tuhan mulai bekerja.
John N. Oswalt menjelaskan, “Yesaya
40:31 adalah janji bahwa Tuhan tidak hanya mengetahui penderitaan umat-Nya,
tetapi juga menyediakan kekuatan supranatural yang membuat mereka bisa terus
berjalan, bahkan terbang mengatasi keadaan mereka.” (Oswalt, The Book of Isaiah: Chapters 40–66, Grand Rapids: Eerdmans, 1998,
hlm. 67)
Kata “menanti-nantikan TUHAN” dalam bahasa Ibrani adalah “qavah” (קָוָה), yang berarti “mengikatkan harapan dengan erat” seperti tali yang kuat. Ini bukan duduk diam, tapi menanti dengan penuh pengharapan dan percaya, seperti seorang penjaga yang yakin bahwa fajar akan datang.
Jadi, ayat ini muncul bukan dalam suasana kemewahan atau ketenangan, tetapi dalam pengasingan, kekecewaan, dan keputusasaan nasional. Tuhan berfirman bahwa justru dalam penantian, ada pembaruan kekuatan. Bukan hanya bertahan, tetapi terbang seperti rajawali — menjadi saksi bahwa Tuhan tetap setia meski situasi terlihat gelap.
Pagi hari adalah momen sakral. Di saat dunia masih tenang, langit mulai cerah, dan napas pertama kita masih segar, itulah waktu yang sempurna untuk mengatur ulang hati kita. Namun, banyak orang bangun dengan tergesa-gesa, dikejar jadwal, tanpa memberi ruang bagi Tuhan untuk berbicara.
Yesaya 40:31 mengingatkan kita bahwa kekuatan sejati tidak berasal dari jam tidur yang cukup atau kopi pagi, tetapi dari menanti Tuhan. Bukan sekadar menunggu secara pasif, melainkan menantikan-Nya dengan penuh harap dan kepercayaan. Mari kita gali lebih dalam tiga hal utama yang menjadi kunci hidup yang kuat dan bermakna melalui penantian pagi bersama Tuhan.
Satu, Orang yang Menanti Tuhan
Diberi Kekuatan Baru
Yesaya 40:31, “Orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru...”. Penantian kepada Tuhan bukan kelemahan, tetapi kekuatan dalam proses. Seperti rajawali yang menunggu angin naik sebelum terbang tinggi, orang yang menanti Tuhan diberi kekuatan supernatural — bukan sekadar bertahan, tetapi terbang mengatasi badai kehidupan.
Menurut Dr. Charles Swindoll: “Menanti Tuhan berarti mengakui bahwa kita tidak punya jawaban, tetapi kita percaya Dia sedang bekerja meski kita belum melihat hasilnya.” (Swindoll, "Strengthening Your Grip", Insight for Living, 2017, hlm. 142).
Yesaya menulis di tengah krisis Israel. Umat sedang berada dalam tekanan besar dan kehilangan arah. Namun, janji Tuhan tidak berubah: kekuatan yang baru tersedia bagi mereka yang mengandalkan-Nya. Dalam bahasa Ibrani, kata “kekuatan” adalah koach (כֹּחַ), yang berarti tenaga aktif untuk menyelesaikan tugas, bukan sekadar energi mental. Ini adalah tenaga yang Tuhan sediakan bagi mereka yang percaya dan berharap hanya kepada-Nya.
Pagi adalah waktu terbaik untuk menerima kekuatan baru itu, bukan dari dunia, tetapi dari hadirat-Nya. Dengan doa dan renungan pagi, kita tidak hanya menyiapkan jadwal, tapi juga hati.
Dua, Pagi Adalah Waktu Terbaik untuk Menunggu Suara-Nya
Mazmur 5:4, “Tuhan, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu dan berjaga-jaga”. Daud mengajarkan kita ritme hidup yang sehat secara rohani: pagi adalah waktu untuk berjaga-jaga menantikan suara Tuhan. Bukan hanya berbicara kepada-Nya, tetapi menunggu jawaban-Nya.
Stephen Tong menyatakan, “Suara Tuhan terdengar paling jernih di pagi hari ketika dunia belum bising dan hati masih murni. Orang yang bijak mendahulukan Tuhan sebelum mendahulukan dunia.” (Tong, "Ibadah Sejati", Jakarta: Reformed Evangelical Press, 2018, hlm. 91).
Kita sering kali lebih cepat membuka notifikasi ponsel daripada membuka hati kepada Tuhan. Padahal, suara Tuhan lebih penting daripada semua suara di dunia. Dalam tradisi para nabi, pagi adalah jam doa, waktu pertemuan dengan Yang Kudus. Menanti suara Tuhan melatih kita untuk peka dan taat. Kita belajar untuk tidak mengambil keputusan karena tekanan, melainkan karena tuntunan.
Tiga, Kesabaran Melatih Iman
Kita
Yakobus 1:3–4, “Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun”.
Penantian bukan cuma soal waktu, tetapi juga tentang pembentukan. Tuhan seringkali tidak menjawab langsung bukan karena Ia tidak peduli, tetapi karena Ia sedang membentuk iman kita.
Menurut Henri Nouwen: “Penantian adalah bentuk iman terdalam. Dalam penantian yang sabar, kita sedang berkata: ‘Tuhan, waktumu lebih baik daripada waktuku”. (Nouwen, "The Way of the Heart", San Francisco: HarperOne, 2010, hlm. 49).
Kesabaran bukanlah pasif, tetapi aktif. Ini seperti
petani yang sabar menunggu hujan setelah menabur benih. Tidak ada yang bisa
mempercepat musim, tetapi ada keyakinan bahwa musim akan datang.
Iman yang tidak dilatih dalam ruang tunggu tidak akan cukup kuat menghadapi badai. Tuhan memakai waktu menunggu untuk menguji ketulusan, memurnikan motivasi, dan memperdalam relasi kita dengan-Nya.
Waktunya Menanti, Bukan
Menghindari
Menanti bukan sesuatu yang mudah bagi generasi instan. Tapi justru di situlah letak kekuatan rohani: mereka yang menanti Tuhan akan diperbarui.
Setiap pagi adalah kesempatan baru untuk mengarahkan pandangan ke atas, bukan ke sekeliling. Jangan buru-buru mengejar dunia. Bangunlah lebih pagi, duduklah dalam hadirat-Nya, dan biarkan Tuhan berbicara — di tengah keheningan, kekuatan baru mengalir.
Renungkan: Apa yang selama ini membuatmu sulit menanti Tuhan? Apa kebiasaan pagimu sudah memberi ruang bagi suara Tuhan? Apakah engkau sedang menunggu sesuatu dari Tuhan? Percayalah, Ia sedang membentukmu lebih dulu.
Doa Penutup:
“Tuhan, ajar kami untuk menanti Engkau dengan sabar dan penuh pengharapan. Bangunkan kami setiap pagi bukan hanya dengan tubuh yang segar, tapi juga roh yang siap mendengar suara-Mu. Berikan kami kekuatan yang baru untuk menjalani hari bersama-Mu. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.”
Post a Comment for "Saatnya Kita Menantikan Tuhan"