Antara Pilkada Dengan Orang Kristen
Antara pilkada dengan orang Kristen ~ Landasan firman Tuhan untuk tema antara pilkada dan orang Kristen, diambil dari surat rasul Paulus kepada orang Kristen yang ada di kota Roma, yaitu dalam Roma 13:1-7. Pesta lima tahunan yang kita kenal dengan sebuatan pilkada (termasuk pilpres) cukup menyita perhatian publik di seluruh penjuru tanah air. Dari kalangan masyarakat kecil, menengah bahkan masyarakat kelas atas, dari kalangan orang biasa sampai para pejabat dan elit partai, semua membicarakannya.
Bahkan tidak jarang masalah
pilkada membuat adanya gab (pemisah) antara yang satu dengan yang lainnya
karena memiliki pilihan yang berbeda. Lebih mirisnya, agama yang seharusnya
menjadi alat untuk mengontrol diri, oleh pihak-pihak tertentu dijadikan sebagai
alat yang cukup mumpuni/ampuh untuk mempengaruhi pilihan politik seseorang.
Ayat-ayat “suci” dijadikan sebagai sihir untuk mengubah pola pikir, bahkan
dengan mengundang tokoh agama untuk menyampaikannya agar pengaruhnya lebih
kental.
Andaikata kita sebagai masyarakat memiliki prinsip bahwa dasar memilih pemimpin bukanlah “agama” tetapi “figur” dari pemimpin itu sendiri maka seharusnya saat ini kita sudah sejajar dengan Negara-negara lain yang sudah maju. Bagaimanakah sikap kita sebagai orang percaya di tengah-tengah situasi bangsa dan Negara kita yang masih cenderung dengan pola pikir tradisional ini?
1.
Perbandingan konsep memilih antara dua kelompok keyakinan.
Satu, sebuah
ayat Alkitab berbunyi “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita,
marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada
kawan-kawan kita seiman” (Gal. 6:10). Dari ayat ini tersirat bahwa Paulus
mengatakan bahwa kita harus mengutamakan kawan seiman untuk dibantu (didukung
dalam pilkada) tetapi juga diingatkan bahwa kita juga harus membantu
(mendukung) semua orang tanpa memandang “siapa dia”?
Ini berarti bahwa konsep
membantu (mendukung) bagi seorang percaya bukanlah semata-mata karena saudara
seiman tetapi lebih kepada sebagai sesama umat manusia. Jika ada calon pemimpin
yang seiman dan juga memiliki visi-misi yang jelas berpihak kepada rakyat maka
memang sudah seharusnya kita dukung tetapi jika sebaliknya apakah masih harus
kita dukung, sementara ada calon lain yang memang tidak seiman namun memiliki
visi-misi yang jelas berpihak kepada rakyat.
Jadi, kesimpulannya bahwa
konsep orang percaya dalam memilih pemimpin adalah dengan melihat kinerjanya
(track-recordnya) bukan melihat apa agamanya.
Dua, Sebuah
ayat Al-Qur’an yang berbunyi “Hai orang-orang beriman, janganalah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu)” dan
pada terjemahan lain dikatakan “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia (mu)” (Almaida 51). Dari ayat
ini jelas ada larangan bagi umat untuk memilih (mendukung) orang di luar
keyakinan mereka.
Artinya bahwa kepada seluruh
umat diserukan untuk menentukan pemimpin yang seiman, walaupun dalam banyak
tafsir mengatakan bahwa yang dimaksudkan bukanlah pemimpin (presiden, gubernur,
bupati, dll). Jadi, kesimpulannya bahwa konsep mereka dalam memilih seorang
pemimpin adalah dengan melihat “agamanya” bukan dengan melihat kinerjanya
(track-recordnya).
2.
Sikap orang percaya dalam proses pilkada.
Satu, kepada pemerintah (penyelenggara pilkada).
Menyalurkan hak pilih
sebagai bukti ketaatan kepada pemerintah . Ketika kita ikut menyalurkan suara
dalam pilkada berarti kita adalah warga Negara yang baik, sebab warga yang baik
harus taat kepada pemerintah sebagai wakil Tuhan di dunia ini (Rm. 13:1). Tuhan Yesus pernah berkata: “Berikanlah
kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar…” (Mat. 22:21 bdg. Rm.
13:7)
Dua, kepada
sesama pemilih.
Tetap menjaga persatuan
dalam perbedaan khususnya sesama orang percaya (1 Korintus 1:10 – 17). Tidak
dapat dipungkiri bahwa sesama orang percaya pun kita bisa memiliki pilihan yang
berbeda tetapi kita tetap satu di dalam Kristus. Tidak
perlu kecewa kepada mereka (pemilih berdasarkan agama). Ketika orang lain
memilih berdasarkan kesamaan akidah bukan berdasarkan kapasitas yang dimiliki
oleh seorang calon maka kita tidak perlu marah dan kecewa, kita harus ingat
pesan Tuhan Yesus : “Biarkanlah keduanya (lalang dan gandum) tumbuh bersama
sampai musim penuaian tiba (Mat. 13:30). Artinya tidak dapat dihindari bahwa di
dalam dunia ini lalang (bukan orang percaya) harus selalu berdampingan dengan
gandum (orang percaya).
Tiga, kepada
pemerintah baru (pemenang pilkada).
Taat dan tunduk kepada
pemerintah (Tit. 3:1 – 2). Siapapun yang terpilih, baik yang kita dukung
ataupun bukan maka kita harus taat dan mendukung pemerintah. Sebab tidak ada
pemerintah yang tidak berasal dari Allah (Rm. 13:1 & 4). Bahkan kita harus
mendoakan kota (pemerintah) di mana Tuhan menempatkan kita (Yer. 29:7).
3.
Bagaimana agar proses pilkada dapat berubah?
Tidak ada pilihan lain, jika
ingin Negara ini berubah lewat terpilihnya pemimpin yang benar-benar memiliki
kapasitas pemimpin (khususnya dari kalangan orang percaya, mis: Ahok) maka jalan
satu-satunya adalah dengan terus melakukan gerakan penginjilan (Mat. 28:19 –
20). Ketika penduduk negeri ini berimbang dan tidak ada lagi istilah mayoritas
dan minoritas maka saatnya akan tiba.
Siapapun yang terpilih dan
bagaimanapun prosesnya semua dalam sepengetahun Tuhan dan segala keadaan akan
dipakaiNya untuk menyatakan kehendakNya atas dunia ini. Sebagai orang percaya,
kita dituntut untuk memiliki sikap yang bijak sehingga dunia ini akan melihat
bahwa pengikut Kristus memiliki karakter yang berbeda. TYM. Amin.
Sumber : Pdt. Nelson Sembiring, S. Pd., M.Th.
Post a Comment for "Antara Pilkada Dengan Orang Kristen"