Kemuliaan Dalam Penderitaan
Kemuliaan dalam penderitaan ~ Landasan firman Tuhan untuk tema kemuliaan dalam penderitaan diambil dari Injil Markus 8:31-38.
Pandangan umum tentang penderitaan selalu dipahami sebagai hal yang tidak ada untunya apalagi bicara tentang kemuliaan. Namun, dalam perspektif iman Kristen justru penderitaan dipahami sebagai salah satu jalan nenuju kepada kemuliaan.
William adalah seorang penasehat kerajaan yang disegani karena kebijaksanaannya, raja sangat memperhatikan perkataan dan nasehatnya.
Wajah buruk dan tubuhnya yang bongkok membuat putri raja iri dan bertanya sambil mengejek : “Jika engkau bijaksana, beritahu aku mengapa Tuhan menyimpan kebijaksanaanNya dalam diri orang yang buruk rupa dan bongkok”.
William balik bertanya : “Apakah ayahmu mempunyai anggur ?” “Semua orang tahu ayahku mempunyai anggur terbaik, pertanyaan bodoh macam apa itu”, putri raja menyahut sinis.
“Dimana ia meletakkannya ?” William bertanya lagi, “Yang pasti didalam bejana tanah liat”. Mendengar itu William tertawa. “seorang raja yang kaya akan emas dan perak seperti ayahmu menggunakan bejana tanah liat ?”
Mendengar itu putri raja berlalu meninggalkannya dengan rasa malu, ia segera memerintahkan pelayan memindahkan semua anggur yang ada di istana dari dalam bejana tanah liat ke dalam bejana dari emas dan perak.
Suatu hari raja mengadakan jamuan bagi para tamu kerajaan, alangkah kagetnya ia karena anggur yang diminumnya rasanya sangat asam, lalu dengan geram ia memanggil semua pelayan istana yang kemudian menceritakan bahwa anggur yang disuguhkan tadi berasal dari bejana emas dan perak atas instruksi putri raja sendiri, lalu raja menegur keras perilaku putrinya itu.
Putri raja berkata kepada William, “Mengapa engkau menipu aku, aku memindahkan semua anggur ke bejana emas tapi hasilnya semua anggur jadi terasa asam.”
Dengan ringan William menjawab : “Sekarang engkau tahu mengapa Tuhan lebih suka menempatkan kebijaksanaan dalam wadah yang sederhana, kebijaksanaan itu sama seperti anggur ia hanya cocok dalam bejana dari tanah liat.”
Saudaraku, bagi kita mungkin susah memahami bahwa Mesias, Anak Allah kok menderita? Bacaan kita mengisahkan bagaimana Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Dia, saat Yesus menjelaskan bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.
Hah! Tuhan kok ngomong seperti itu! Bukankah saat ini adalah puncak karier yang membawa pada keagungan dan penghormatan? Mengapa harus bicara omong kosong soal penderitaan dan kematian segala?
Maka berpalinglah Tuhan Yesus, memarahi Petrus: "Enyahlah engkau Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."
Apa sih yang menjadi pikiran Allah dan apa pikiran manusia? Pikiran manusia terarah pada glamour kemasan yang instant untuk mencari nikmat dan menghindari sengsara. Sementara pikiran Allah menegaskan pada kesadaran yang meleburkan batin untuk ber-fermentasi dengan panggilan kemuliaan.
Jika toh ternyata kesengsaraan itu adalah fase yang harus dilalui dalam fermentasi panggilan Allah, maka janganlah menghindar. Sebab jangan-jangan penderitaan yang kita alami saat ini adalah uji fermentasi Allah dalam kerentanan kita sebagai bejana tanah liat untuk menambahkan nilai bagi sebuah kemuliaan.
Pandangan umum tentang penderitaan selalu dipahami sebagai hal yang tidak ada untunya apalagi bicara tentang kemuliaan. Namun, dalam perspektif iman Kristen justru penderitaan dipahami sebagai salah satu jalan nenuju kepada kemuliaan.
William adalah seorang penasehat kerajaan yang disegani karena kebijaksanaannya, raja sangat memperhatikan perkataan dan nasehatnya.
Wajah buruk dan tubuhnya yang bongkok membuat putri raja iri dan bertanya sambil mengejek : “Jika engkau bijaksana, beritahu aku mengapa Tuhan menyimpan kebijaksanaanNya dalam diri orang yang buruk rupa dan bongkok”.
William balik bertanya : “Apakah ayahmu mempunyai anggur ?” “Semua orang tahu ayahku mempunyai anggur terbaik, pertanyaan bodoh macam apa itu”, putri raja menyahut sinis.
“Dimana ia meletakkannya ?” William bertanya lagi, “Yang pasti didalam bejana tanah liat”. Mendengar itu William tertawa. “seorang raja yang kaya akan emas dan perak seperti ayahmu menggunakan bejana tanah liat ?”
Mendengar itu putri raja berlalu meninggalkannya dengan rasa malu, ia segera memerintahkan pelayan memindahkan semua anggur yang ada di istana dari dalam bejana tanah liat ke dalam bejana dari emas dan perak.
Suatu hari raja mengadakan jamuan bagi para tamu kerajaan, alangkah kagetnya ia karena anggur yang diminumnya rasanya sangat asam, lalu dengan geram ia memanggil semua pelayan istana yang kemudian menceritakan bahwa anggur yang disuguhkan tadi berasal dari bejana emas dan perak atas instruksi putri raja sendiri, lalu raja menegur keras perilaku putrinya itu.
Putri raja berkata kepada William, “Mengapa engkau menipu aku, aku memindahkan semua anggur ke bejana emas tapi hasilnya semua anggur jadi terasa asam.”
Dengan ringan William menjawab : “Sekarang engkau tahu mengapa Tuhan lebih suka menempatkan kebijaksanaan dalam wadah yang sederhana, kebijaksanaan itu sama seperti anggur ia hanya cocok dalam bejana dari tanah liat.”
Saudaraku, bagi kita mungkin susah memahami bahwa Mesias, Anak Allah kok menderita? Bacaan kita mengisahkan bagaimana Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Dia, saat Yesus menjelaskan bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.
Hah! Tuhan kok ngomong seperti itu! Bukankah saat ini adalah puncak karier yang membawa pada keagungan dan penghormatan? Mengapa harus bicara omong kosong soal penderitaan dan kematian segala?
Maka berpalinglah Tuhan Yesus, memarahi Petrus: "Enyahlah engkau Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."
Apa sih yang menjadi pikiran Allah dan apa pikiran manusia? Pikiran manusia terarah pada glamour kemasan yang instant untuk mencari nikmat dan menghindari sengsara. Sementara pikiran Allah menegaskan pada kesadaran yang meleburkan batin untuk ber-fermentasi dengan panggilan kemuliaan.
Jika toh ternyata kesengsaraan itu adalah fase yang harus dilalui dalam fermentasi panggilan Allah, maka janganlah menghindar. Sebab jangan-jangan penderitaan yang kita alami saat ini adalah uji fermentasi Allah dalam kerentanan kita sebagai bejana tanah liat untuk menambahkan nilai bagi sebuah kemuliaan.
Post a Comment for "Kemuliaan Dalam Penderitaan"