Translate

Iman Kepada Tuhan Butuh Tindakan

Iman kepada Tuhan butuh tindakan ~ Pada umumnya, orang memahami kata “percaya” atau “beriman” dengan meyakini atau menyetujui sesuatu atau sebuah entitas sebagai yang benar atau kebenaran.

Terhadap sesuatu atau sebuah entitas yang dipandang sebagai yang benar atau kebenaran—dalam hal ini Allah atau sesembahan yang dipercayai—seseorang berani mempertaruhkan apa pun dalam hidup ini: harta, keluarga, dan nyawa. Jika ditinjau dari pengertian linguistik terhadap kata “percaya,”tindakan mempertaruhkan apa pun dalam hidup tersebut bisa dinilai benar.

Seseorang bisa rela mempertaruhkan harta, keluarga, dan nyawa mereka demi apa yang diyakini atau dipercayai sebagai yang benar atau kebenaran. Namun demikian, bukan berarti tindakan tersebut bisa  dinilai benar, jika dipandang dari penafsiran terhadap Kitab Suci secara benar dan nilai-nilai kemanusiaan.


Fakta yang terjadi, ada orang-orang yang melakukan tindakan yang mereka pandang sebagai tindakan beriman, ternyata buah dari kesalahan tafsir terhadap Kitab Suci. Orang-orang yang salah menafsirkan kitab sucinya biasanya jatuh kedalam tindakan ekstrem. Sebagian dari mereka menjadi teroris yang mendatangkan ketakutan masyarakat dan kehancuran banyak fasilitas umum.

Tetapi bagaimana pun, kata “percaya”memang harus diwujudnyatakan dalam tindakan demi Allah yang dipercaya, dan bersedia hidup hanya untuk kepentingan-Nya. Mestinya,hal ini diwujudkan dalam bingkai pengamalan Kitab Suci secara benar sehingga membangun hidup bersama dengan sesama dari berbagai latar belakang.

Bagi para teroris, walau pengejawantahan beriman mereka tidak benar, tetapi mereka konsekuen terhadap keberimanan atau percaya mereka tersebut.

Beriman atau percaya berarti bertindak atau melakukan suatu perbuatan (tindakan nyata). Pertanyaannya bagi kita orang percaya: Seberapa jauh kita menyatakan iman atau percaya kita? Apakah ada tindakan nyata yang kita lakukan untuk menunjukkan percaya kita itu, sampai merenggut seluruh hidup kita? Kalau percaya belum merenggut seluruh aspek hidup kita, berarti belumlah percaya dalam arti yang benar.

Dalam kehidupan orang percaya, seringkali percaya atau beriman dipahami sebagai meyakini bahwa sesuatu yang diharapkan atau diyakini benar-benar dapat terjadi atau terwujud.

Sebenarnya, ini bukan iman yang menyempurnakan. Iman seperti ini adalah iman pemula bagi mereka yang belum mengenal Yesus secara mendalam atau belum mengenal kebenaran.

Iman seperti ini biasanya ada pada mereka yang belum dewasa. Dalam level iman seperti ini, seseorang masih bersikap eksploitatif terhadap Tuhan. Biasanya mereka juga belum dewasa rohani sehingga masih sangat oportunis.

Mereka berurusan dengan Tuhan hanya karena demi keuntungan pribadi. Berbeda dengan iman yang benar bagi orang yang sudah dewasa rohani. Percaya atau beriman berarti hidup sepenuhnya bagi kepentingan Tuhan yang dipercayainya.

 Kata “percaya” dari teks Alkitab Perjanjian Baru, adalah πιστεύω (pisteuo) yang berarti “menyerahkan diri kepada objek yang kepadanya seseorang menaruh percayanya.” Menyerahkan diri adalah suatu tindakan.

Kata ini hendaknya tidak hanya menjadi format kalimat verbal atau sebuah definisi yang diucapkan, tetapi merupakan tindakan konkret. Orang percaya harus benar-benar mempersoalkan bagaimana proses mekanisme “percaya”(pisteuo) benar-benar terjadi atau berlangsung dalam hidup ini.

Biasanya, komunitas Kristen yang memahami keliru pernyataan “dibenarkan bukan karena perbuatan tetapi karena iman” dan menganggap bahwa perbuatan baik tidak memiliki nilai, cenderung memahami iman sekadar pengaminan akali atau persetujuan pikiran; aktivitas nalar atau pikiran semata-mata. Mereka lebih cenderung berteologi dengan nalar atau pikiran daripada berjuang untuk mewujudkan iman dalam tindakan.

Kehidupan iman sebagian jemaat Kristen banyak dirusak oleh para teolog yang mengajarkan iman hanya secara akademis dengan rumusan-rumusan kalimat akademis dalam format-format yang di nalar saja.

Sejatinya, iman bukan hanya dalam bentuk rumusan-rumusan kalimat akademis dalam format-format yang dinalar untuk menjawab rasio atau memenuhi pikiran, melainkan penjelasan-penjelasan yang memuat panggilan untuk melakukan tindakan nyata atau berimplikasi dalam perbuatan dengan bukti pengalaman dalam kehidupan pembicara atau pengkhotbah (pendeta).

Dalam menjelaskan kebenaran mengenai iman, seorang pembicara atau teolog bukan hanyamembagi pengetahuan “mind to mind,” melainkan juga mengimpartasi atau menularkan “rohatau spirit” Kristus kepada jemaat.

Spirit Kristus artinya gairah hidup yang telah dikenakan karena meneladani kehidupan Yesus. Percaya kepada Yesus berarti hidup seperti Yesus hidup atau mengenakan hidup-Nya. Dalam hal ini, yang memberipenjelasan (pendetaatau guru) harus sudah mengalami kehidupan iman yang benar, yang benar-benar telah merenggut seluruh kehidupannya, yang oleh karenanya ia bisa mengenakan “kehidupan Yesus” dalam hidupnya.

Post a Comment for "Iman Kepada Tuhan Butuh Tindakan"