Translate

Makna Persembahan Kepada Tuhan 5


Makna persembahan kepada Tuhan ~ Landasan firman Tuhan untuk tema makna persembahan kepada Tuhan diambil dari kitab Mazmur 116:12. Masih pada persembahan persepuluhan. Nampaknya perlu pembahasan ini perlu dilanjutkan. Mengapa? Karena masih banyak umat yang bertanya tentang wajib tidaknya kita mengembalikan persembahan persepuluhan kepada TUHAN.

Ada yang mengatakan bahwa persepuluhan itu hanya berlaku bagi orang Yahudi di jaman Perjanjian Lama, di Perjanjian Baru tidak ada, apalagi di jaman kita. Atau ada yang mengatakan bahwa yang penting itu memberikan persembahan dengan suka rela (sukacita) jangan dengan duka ataupun paksa dalam prinsip solidaritas berbagi dengan sesama.  Soal jumlah itu terserah pada kemampuan dan ukuran rasa cinta masing-masing orang. Bukankah Roma 12:1 mengajarkan supaya kita mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah?

Saudara, menurut hemat kami, apa yang diperintahkan, ditetapkan dan diaturkan oleh Tuhan dalam konteksnya (Perjanjian Lama) masih tetap berlaku di Perjanjian Baru, yang dikoreksi di  Perjanjian Baru oleh Tuhan Yesus adalah sikap hati yang keliru dalam banyak praktek ibadah, termasuk juga dalam memberikan (korban) persembahan. Yesus sendiri berkata:

“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga” – Matius 5:17-19.


Pertanyaannya: Mengapa sepanjang hidup-Nya, Yesus tidak menekankan hal itu (persepuluhan) sebagai hal yang penting dan utama, melainkan kasih kepada ALLAH dan (solidaritas) kepada sesama sebagai yang utama? Ya, karena praktek ibadah telah begitu legalis sehingga mengabaikan soal dan inti dari relasi yang benar antara manusia dengan Allah serta sesamanya.

Model-model korban sajian, bakaran, pendamaian, penebus dosa dan penebus salah oleh orang-orang Kristen pasca kebangkitan Kristus memang dianggap tidak relevan karena sudah digenapkan secara total oleh penebusan darah Kristus yang sempurna di atas kayu salib. Tetapi persembahan sukarela, persembahan syukur  dan persepuluhan tetap di praktekkan sebagai bagian ekspresi liturgi yang baik dalam persekutuan. Sehingga sampai sekarang kita masih melakukannya. Persembahan  oleh umat percaya tetap dikerjakan disamping mempersembahkan tubuh untuk pelayanan Injil dan kemanusiaan.

Pesan Yesus yang kerap dijadikan landasan untuk tetap melanjutkan “tradisi” yang baik ini didasarkan pada perkataan Tuhan Yesus: “Celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” – Lukas 11:42.

Artinya rasa syukur untuk mempersembahkan perpuluhan tetap dijalankan dengan memperhatikan konteks jaman, sebagaimana hal itu berjalan beriringan praktek hidup kasih yang berkeadilan. Contoh yang dipaparkan dalam Injil adalah perbandingan sikap legalis dari seorang pemimpin (yang kaya) dengan Zakeus seorang pemungut cukai (yang juga kaya) dalam Injil Lukas 18 dan 19. Yang satu menjalankan hidup keagamaannya (termasuk persembahan) secara legalis dan berharap akan mendapat upah setelah menjalankanya dan yang lainnya (Zakeus) memberi totalitas hidupnya sebagai perayaan iman dan sukacita yang dramatis esoteris. Yang satu berakhir dengan kecewa, sementara Zakeus mengekspresikan rasa cinta dan sukacitanya dengan memberikan separuh dari miliknya untuk dibagikan kepada orang miskin dan mengembalikan 4 kali lipat kepada yang pernah diperasnya.

Wow, itu pasti lahir dari rasa syukur akan sudinya Tuhan Yesus mampir di rumahnya dan ia  merasakan akan betapa lebarnya, tingginya dan dalamnya kasih Allah buat hidupnya. Itulah ungkapan cinta dan kegembiraan yang tiada tara, yang khas dan tidak bisa ditiru-tiru, tetapi juga tidak bisa dilarang-larang. 

Saudara, hukum kasih yang diajarkan dan yang dianugerahkan oleh Tuhan Yesus adalah pemantik api yang akan menyempurnakan niat dasar kita dalam memberi persembahan, termasuk persembahan persepuluhan kepada TUHAN. Hukum kasih yang diajar-praktekkan oleh Yesus  menyempurnakan hokum-hukum Musa, seperti yang di tuliskan dalam Matius 5:17-48, Matius 8:4, Luk 5:14. Tuhan Yesus memuji semua bentuk persembahan yang lahir dari hati penuh cinta (Markus 12:41; Luk 21:3).

Karena itu sebagai Gereja, kita tidak mengajarkan sikap yang legalistik terhadap praktek persembahan, melainkan terus mengingatkan umat agar hidup beriman secara utuh dan penuh menjalankan hukum kasih dan ekspresi komitmen iman dalam sukacita anugerah Kristus. Sebagaimana Tuhan Yesus berkata tegas: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” – Matius 22:21.

Jadi, marilah kita bertanya pada TUHAN apa yang wajib kita berikan kepada-Nya dalam sikap hati yang tulus seperti Daud yang berucap: “Sebab siapakah aku ini dan siapakah bangsaku, sehingga kami mampu memberikan persembahan sukarela seperti ini? Sebab dari pada-Mulah segala-galanya dan dari tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu” – 1 Tawarikh 29:14.

Post a Comment for "Makna Persembahan Kepada Tuhan 5"