Kebenaran Yang Membahagiakan
Kebenaran yang membahagiakan ~ Landasan firman Tuhan untuk tema kebenaran yang membahagiakan diambil dari Injil Matius 5:1-12. Akhir-akhir ini makin banyak orang bertanya dan mencari kebenaran; melalui agama dan ajaran-ajaran yang mengatasnamakan kebenaran. Ironisnya, yang mereka dapatkan malah ujaran kebencian, cacian dan pembenaran diri sendiri dengan menyalahkan ajaran (agama) lain. Apakah mereka mendapatkan jiwa yang dipuaskan oleh dan dalam kebenaran. Teroris dan terorisme yang ditindakkan atasnama pembelaan agama dan demi meraih kedamaian sorgawi adalah contohnya.
Ini bisa terjadi (dan menjadi sejarah kelam) semua agama. Memang secara formal bisa disampaikan bahwa semua agama itu mengajarkan kebaikan, kasih, perdamaian dan tidak ada satu agamapun yang (terang terangan) mengajarkan kekerasan, kejahatan kemanusiaan, teror dan terorisme. Kalau toh itu ada, maka itu bukan ajaran agama, itu adalah penyimpangan yang harus dikutuk oleh agama, itu adalah oknum dan lain-lain.
Tuhan Yesus ketika berhadapan dengan banyak orang (beragama dan bahkan tidak sedikit yang tokoh agama) yang datang kepadanya untuk mendapatkan pencerahan akan kebenaran; berkata: "Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan." Tuhan Yesus tidak berkata: "ikutlah agama A maka engkau akan berbahagia," atau "berpindahlah dari keyakinanmu yang lama dan peluklah keyakinan yang baru, maka engkau akan berbahagia."
Hal itu tidak pernah dilakukan oleh Tuhan Yesus. Sebab Tuhan Yesus tahu bahwa memang bukan agama dan sistem ajaran agama yang menyelamatkan, yang bisa membenarkan dan yang bisa membuat orang berbahagia. Yang bisa mencerahkan dan memerdekakan orang sampai ia bisa berjalan menuju jalan ziarah kebahagiaan adalah kebenaran. Ya KEBENARAN. Kebenaran yang bersumber dari persekutuan yang manis dengan ALLAH dan FIRMANNYA.
Agama hanya membantu manusia untuk belajar lemahlembut agar bisa mengalami kerinduan (digambarkan dengan kondisi sangat haus dan lapar) akan kebenaran. Sungguh menarik, istilah yang dipakai oleh Tuhan Yesus adalah haus dan lapar.
Hal ini mengingatkan akan kisah Yesus yang lapar dan haus setelah (mengerjakan perintah agama) berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam. Lalu datanglah si pencoba itu yang berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti." Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."(Matius 4:2-4).
Kisah lain, adalah saat Yesus bertemu dengan perempuan Samaria (yang dianggap kafir) di sumur Yakub. Percakapan tersebut berujung pada pernyataan Yesus: "barangsiapa minum air ini (dari sumur), ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya.
Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." (Yohanes 4:13). Setelah itu datanglah murid-muridNya dari kota membawa makanan dan berkata: "Rabi, makanlah." Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: "Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal." Kata Yesus kepada mereka: "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya" (Yohanes 4:31-34)
Wow, jadi lapar dan haus akan kebenaran menjadi ukuran spiritualitas yang membebaskan dan yang mengalirkan getaran-getaran kebahagiaan. Saat kita memasuki fase ini, maka kebenaran agama menjadi tidak utama lagi. Seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus pada perempuan Samaria tersebut:
"Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."
Ini bisa terjadi (dan menjadi sejarah kelam) semua agama. Memang secara formal bisa disampaikan bahwa semua agama itu mengajarkan kebaikan, kasih, perdamaian dan tidak ada satu agamapun yang (terang terangan) mengajarkan kekerasan, kejahatan kemanusiaan, teror dan terorisme. Kalau toh itu ada, maka itu bukan ajaran agama, itu adalah penyimpangan yang harus dikutuk oleh agama, itu adalah oknum dan lain-lain.
Tuhan Yesus ketika berhadapan dengan banyak orang (beragama dan bahkan tidak sedikit yang tokoh agama) yang datang kepadanya untuk mendapatkan pencerahan akan kebenaran; berkata: "Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan." Tuhan Yesus tidak berkata: "ikutlah agama A maka engkau akan berbahagia," atau "berpindahlah dari keyakinanmu yang lama dan peluklah keyakinan yang baru, maka engkau akan berbahagia."
Hal itu tidak pernah dilakukan oleh Tuhan Yesus. Sebab Tuhan Yesus tahu bahwa memang bukan agama dan sistem ajaran agama yang menyelamatkan, yang bisa membenarkan dan yang bisa membuat orang berbahagia. Yang bisa mencerahkan dan memerdekakan orang sampai ia bisa berjalan menuju jalan ziarah kebahagiaan adalah kebenaran. Ya KEBENARAN. Kebenaran yang bersumber dari persekutuan yang manis dengan ALLAH dan FIRMANNYA.
Agama hanya membantu manusia untuk belajar lemahlembut agar bisa mengalami kerinduan (digambarkan dengan kondisi sangat haus dan lapar) akan kebenaran. Sungguh menarik, istilah yang dipakai oleh Tuhan Yesus adalah haus dan lapar.
Hal ini mengingatkan akan kisah Yesus yang lapar dan haus setelah (mengerjakan perintah agama) berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam. Lalu datanglah si pencoba itu yang berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti." Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."(Matius 4:2-4).
Kisah lain, adalah saat Yesus bertemu dengan perempuan Samaria (yang dianggap kafir) di sumur Yakub. Percakapan tersebut berujung pada pernyataan Yesus: "barangsiapa minum air ini (dari sumur), ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya.
Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." (Yohanes 4:13). Setelah itu datanglah murid-muridNya dari kota membawa makanan dan berkata: "Rabi, makanlah." Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: "Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal." Kata Yesus kepada mereka: "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya" (Yohanes 4:31-34)
Wow, jadi lapar dan haus akan kebenaran menjadi ukuran spiritualitas yang membebaskan dan yang mengalirkan getaran-getaran kebahagiaan. Saat kita memasuki fase ini, maka kebenaran agama menjadi tidak utama lagi. Seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus pada perempuan Samaria tersebut:
"Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."
Post a Comment for "Kebenaran Yang Membahagiakan"