Translate

Entrepreneur Sebagai Jembatan Penginjilan

Entrepreneur sebagai jembatan penginjilan ~ Dewasa ini, pembicaraan mengenai Gereja dan Entrepreneurship hangat di sekolah-sekolah teologi maupun di gereja-gereja. Pro dan kontra tak dapat dihindarkan. Erastus Sabdono menulis “tanpa disadari


terbangun kesan adanya pandangan dualisitis dalam gereja, yaitu usaha untuk membedakan pekerjaan rohani dan pekerjaan sekuler”. Menurut- nya, terjadi pembedaan antara profesi rohani dan duniawi. Profesi sebagai pendeta, penginjil, pastur, biarawan dan biarawati dianggap sebagai profesi yang rohani, sedangkan dokter, guru, pedagang, insinyur, kontraktor, dan lain-lain dipandang sebagai profesi duniawi (Sabdono, 2016). 

Sedangkan Palabirin & Ronda dalam artikelnya memaparkan adanya perbedaan pandangan tentang pendeta berbisnis di kalangan tiga aliran gereja: gereja Injili, gereja Kharismatik, dan gereja Protestan. Beberapa gereja di kalangan gereja Injili, mengijinkan pendeta berbisnis dengan alasan untuk mencukupi kebutuhannya karena penghasilan jemaat yang sedikit. 


Kalangan gereja Kharismatik tidak membatasi hamba Tuhan penuh waktu yang berbisnis karena mereka melakukan itu semuanya itu untuk menunjang pelayanan serta membantu jemaatnya (Palabirin & Ronda, 2010). Dengan demikian, maka Alkitab sebagai sumber kebenaran yang mutlak harus dikaji untuk menjawab pro dan kontra tentang topik ini.
Membahas topik tentang entrepreneurship dan gereja, maka akan tertuju pada tokoh Alkitab bernama Paulus. 

Sebagai seorang rasul yang aktif memberitakan Injil, Paulus juga melakukan pekerjaan sebagai seorang pembuat tenda bersama Akwila dan Priskila di Korintus. Ia adalah seorang pemberita Injil sekaligus seorang entrepreneur (wirausaha). (bnd. Kis. 18:3).

Entrepreneurship sebagai Jembatan Penginjilan
Dari hasil pemaparan di atas, sangat jelas bahwa suatu profesi dapat dijadikan sebagai jembatan penginjilan. Pekabaran Injil dapat berlangsung dengan baik karena pewarta melayangkannya dengan lebih elegan dan tidak frontal. Profesi yang ditekuni akan membuat tugas pewartaan Injil lebih masuk ke dalam masyarakat, sehingga menghilangkan antipati, skeptis, dan ketidaknyamanan. “Jembatan Penginjilan” dibutuhkan sebagai media untuk menembus batas-batas yang ada antara penginjil dan obyek penginjilan. Dalam hal ini Erastus menegaskan bahwa entrepreneurship itu sendiri adalah pelayanan untuk mendukung proses keselamatan.

Entrepreneurship dalam Perwujudan Amanat Agung
Entrepreunership adalah bagian dari proyek Tuhan untuk mewujudkan Amanat Agung-Nya agar rencana-Nya digenapi (Sabdono, 2016). Tak berlebihan jika dikatakan bahwa William Carey (1761-1834) “Bapa Pekabaran Injil Modern “ ini dapat digolongkan sebagai seorang entrepreneur. Ia memakai metode penginjilan dengan berprofesi sebagai seorang tukang sepatu. Hasilnya Carey dapat meletakkan dasar pekabaran Injil di India. (End, 2003:318)

Entrepreneurship Membangun Ekonomi Jemaat
Praktik kewirausahaan terbukti berhasil membangun ekonomi jemaat dan menopang perkembangan pelayanan. Setidaknya, hal inilah yang dilakukan Ludwig Ingwer Nomensen (1834-1918) dalam perintisan gereja HKBP. Kegiatan kewirausahaan menjadi penunjang keberhasilan Nomensen dalam merintis gereja HKBP. Selain pemberitaan Injil, Nommensen juga memperhatikan persoalan-persoalan ekonomi; ada mesin-mesin penggiling padi, membangun jalan-jalan dan mendirikan koperasi peminjaman bung rendah. Injil mengubah seluruh kehidupan rakyat; tidak ada pemisahan antara yang “rohani”  dengan  yang “jasmani” . (End, 2003).

Pada era revolusi 4.0 ini, para pekabar Injil (pendeta, evangelis, majelis) tentu dapat saja memakai peluang yang luas ini untuk dipakai sebagai media penginjilan. Sesungguhnya setiap profesi dapat dijadikan sebagai jembatan penginjilan untuk tugas yang mulia. Bekerja sebagai seorang entrepreneur tidak mengurangi kualitas sebagai seorang pewarta Injil, asalkan dengan motivasi yang teguh dan sadar akan tugasnya yang utama yaitu melaksanakan Amanat Agung.

Post a Comment for "Entrepreneur Sebagai Jembatan Penginjilan"