Cara Membangun Pernikahan Yang Kuat Dan Bahagia
Cara membangun pernikahan yang kuat
dan bahagia ~
Landasan firman Tuhan untuk tema tersebut diambil dari kitab Kejadian 2:21-25. Pada
umumnya para penulis buku yang bertemakan keluarga selalu menegaskan bahwa
sebuah pernikahan bisa berjalan dengan baik atau menjadi tidak sehat, sangat
ditentukan oleh bagaimana suami-istri menyikapi beragam problem yang dihadapi
di dalam rumah tangga.
“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu
dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” – Kejadian 2:24.
Dari bagian firman Tuhan tersebut, maka ada beberapa kata yang perlu kita
perhatian dalam upaya kita membangun pernikahan yang kuat, sehat dan bahagia.
1. Makna kata “meninggalkan”
Ketika seorang laki-laki meninggalkan orangtuanya, maka ada beberapa makna
yang terkandung di dalamnya, yaitu: satu, menunjuk kepada adanya
kemandirian (dari aspek usia, dari aspek rohani, dari aspek politik, dari aspek
ekonomi); dua, menunjuk kepada adanya perubahan posisi, yaitu semua yang
lama ditinggalkan yang tidak boleh lagi menjadi life-style ketika masih single;
tiga,
menunjuk kepada adanya peran dan fungsi hidup yang baru untuk dihidupi dan
dilakukan; empat, menunjuk kepada adanya kesediaan untuk berkorban bagi
orang lain.
Dalam perspektif Alkitab, ada beberapa konsep penting terkait dengan kata
meninggalkan, yaitu:
Satu, meninggaalkan
berarti sekarang hubungan orangtua dengan anaknya yang sudah menikah adalah
hubungan antar orang dewasa. Kita berhenti memperlakukan mereka sebagai anak
yang belum dewasa. Kita tidak dipanggil Tuhan untuk selama-lamanya mem’bekap’
anak itu di ketiak kita.
Dua, pernikahan
berarti sekarang interaksi pikiran, interaksi pendapat, interaksi keputusan
hidup yang paling dekat adalah interaksi di antara suami dan istri dan bukan
dengan keluarga yang lain. Pernikahan berarti relasi antara suami dan istri
menjadi relasi yang paling prioritas, lebih daripada hubungan orangtua dengan
anak, antara sahabat dan rekan, dsb.
Tiga, pernikahan
berarti itu saatnya anak menjadi dewasa, dia tidak lagi tergantung kepada
orangtua untuk mendapatkan kasih sayang, persetujuan atau dukungan yang paling
prioritas.
2. Makna kata “bersatu”
Bentuk persatuan yang seperti apa? Saya lebih cenderung menggambarkannya
seperti persatuan baut dan mur. Ada 3 hal yang menarik di dalam persatuan ini,
yaitu: sepadan, satu daging, dan hingga kematian memisahkan mereka.
Kata ‘sepadan’ dikaitkan di dalam pengertian Adam adalah satu2nya manusia
saat itu, tidak sepadan dengan binatang yang ada di taman Eden. Ketika Allah
menciptakan langit dan bumi, Dia melihat semua yang Dia ciptakan itu amat baik.
Satu-satunya keluar kalimat dari Tuhan “Tidak baik…” adalah ketika Dia melihat
Adam seorang diri.
Relasi kita dengan Tuhan merupakan relasi yang indah dan penting, relasi
yang paling fundamental di dalam hidup kita. Seluruh relasi yang lain harus
didasarkan relasi kita dengan Tuhan. Kalau Tuhan sendiri mengatakan tidak ada yang sepadan
sehingga Tuhan perlu ciptakan Hawa, di tengah intimnya relasi Tuhan dengan
Adam, tetap Tuhan melihat ada sisi-sisi yang lain di mana relasi itu hanya bisa
diisi di dalam relasi hubungan laki-laki dan perempuan.
Sedekat-dekatnya hubungan kakak-adik, sedekat-dekatnya hubungan teman,
sedekat-dekatnya hubungan ayah-anak, tidak ada yang sanggup mengisi hal-hal
yang kosong di dalam hubungan suami dan istri. Itu sebab Tuhan memberi Hawa
bagi Adam supaya dia memiliki relasi yang penuh.
Ada bagian sisi relasi kita dengan Tuhan, ada bagian relasi kita dengan
teman-teman, kolega, adik atau kakak, tetapi tetap ada satu sisi yang hanya
bisa diisi di dalam relasi suami dan istri. Maka pernikahan berarti pria dan
wanita itu bersatu bersama. Sepadan, menjadi satu daging, hingga kematian
memisahkan mereka. Ini bukan satu persatuan kontrak biasa atau satu persatuan
sementara tetapi satu persatuan yang permanen adanya.
3. Makna kata “menjadi satu daging”
Ketika seorang laki-laki menjadi satu daging dengan istrinya, maka hal itu
menegaskan bahwa pernikahan merupakan satu komitmen seumur hidup untuk setia,
untuk bersama-sama melewati apa yang terjadi di dalam hidup. Dalam suka dan
duka, dalam sehat dan sakit, kaya atau miskin, sampai kematian memisahkan kita.
Itu janji kita dalam melewati hidup ini bersama-sama apa pun yang
terjadi.
Dalam upaya suami-istri agar hidup pernikahannya tetap kuat, langgeng, sehat,
harmonis dan bahagia, maka ada beberapa hal lagi yang patut diimplementasikan
di dalam hidup berumah tangga, yaitu:
Satu, hidup
saling mengasihi. Hidup saling menerima pasangan hidupnya dengan segala
kelemahan dan kelebihannya, kegagalan dan keberhasilan, serta dalam sakit dan
sehat. Hidup saling mengampuni/memaafkan.
Dua, hidup
saling melayani.
Kata ‘saling’ di sini berarti kita berbuat sesuatu tanpa harus menunggu
pasangan hidup kita yang terlebih dahulu berbuat demikian. Karena dengan
menunggu berarti kita telah membuat suatu persyaratan; dan kasih kita kepada
pasangan hidup kita tidak murni dan tulus. Jadi, pernikahan yang langgeng itu
bukan karena faktor keberuntungan atau kebetulan.
Post a Comment for "Cara Membangun Pernikahan Yang Kuat Dan Bahagia"