Resiko Yang Dialami Anak Broken Home
Resiko yang dialami anak broken home ~ Broken
home dapat diartikan sebagai sebuah keluarga di mana sang orang tua bercerai atau berpisah. Menurut data dari Badan Pusat
Statistik, setidaknya terdapat 344.237 kasus talak dan cerai di Indonesia pada
tahun 2014.
Perceraian
memang bukan suatu hal yang ingin dialami oleh keluarga manapun. Namun
terkadang perceraian bisa menjadi hal yang tak bisa dielak. Dan dampak
perceraian tidak hanya dirasakan oleh orang tua yang berpisah, tetapi juga oleh
anak-anak mereka.
Anak broken home yang orang tuanya bercerai kemungkinan
akan merasa kehilangan, terasing, takut ditinggal sendirian, marah pada satu
atau kedua orang tua, merasa menjadi penyebab orang tua berpisah, merasa
ditolak, merasa insecure (tidak aman/yakin),
dan bingung memihak orang tua yang mana.
Salah
satu penelitian mengungkapkan bahwa perceraian menimbulkan konsekuensi
serius pada kesejahteraan psikologis anak broken home, tak
hanya setelah perceraian tetapi juga sebelum perceraian. Studi lain menunjukkan
jika orang tua yang bercerai, berpisah, minum minuman beralkohol, atau terkena
kasus pidana berkontribusi mengembangkan perilaku antisosial pada sang anak.
Perceraian
orang tua juga bisa membuat sang anak menderita separation
anxiety syndrome (SAD). SAD merupakan suatu kondisi di mana
seorang anak menjadi takut dan gugup ketika berada jauh dari rumah atau
terpisah dari orang yang dicintai seperti berpisah dengan orang tua yang
bercerai. Ketakutan ini dapat dapat mengganggu aktivitas normal sang anak,
seperti pergi ke sekolah atau bermain dengan anak-anak lain.
Dan
tak hanya dalam jangka pendek, percerian turut memengaruhi anak broken home dalam jangka panjang. Menurut
penelitian, anak broken home lebih mungkin
menderita depresi ketika mereka berusia dua puluhan tahun.
Perceraian
orang tua juga akan memengaruhi sang anak jika dia memiliki hubungan di
kemudian hari. Studi statistik menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya
bercerai lebih mungkin untuk bercerai juga. Ada pula anak broken home yang memutuskan untuk tidak menikah.
Mereka
ingin memiliki hubungan asmara dengan orang lain, namun menahan diri untuk
benar-benar masuk atau terlibat ke dalam hubungan tersebut. Bahkan mungkin
membatasi diri atau menjaga jarak.
Selain
itu, anak broken home pun diduga
memiliki keuangan yang kurang stabil jika dibandingkan dengan anak-anak
berkeluarga lengkap. Anak broken home juga
diduga memiliki prestasi akademik yang lebih rendah, lebih banyak mengonsumsi
minuman beralkohol, lebih banyak merokok, dan memiliki tingkat pengangguran
yang lebih tinggi.
Untuk
mencegah semua risiko di atas, pastikan untuk selalu terbuka dan berbagi
tentang situasi keluarga dengan anak, komunikasi yang baik penting bagi
perkembangannya di kemudian hari.
Bagi
orang tua, hati-hati bila harus mempertimbangkan pilihan bercerai saat terjadi
konflik. Alangkah baiknya mengikuti konseling untuk mengatasi konflik
pernikahan sebelum mengambil keputusan penting mengenai kelangsungan
pernikahan Anda.
Sumber: alodokterdotcom.
Post a Comment for "Resiko Yang Dialami Anak Broken Home"