Menyembah Dalam Roh Dan Kebenaran
Menyembah dalam roh dan
kebenaran ~ Landasan
firman Tuhan dari tema tersebut diambil dari Injil Yohanes 4:16-18. Mengisahkan
tentang kehidupan seorang perempuan Samaria dan tatanan ibadah kepada Allah
yang dilakukan. Mengapa Yesus berbicara mengenai menyembah dalam roh dan
kebenaran kepada perempuan Samaria ?
Kehidupan Perempuan Samaria: Ia sudah pernah memiliki lima
suami. Berdasarkan tradisi Timur Tengah yang paternalistik (kaum pria dominan),
bisa dipastikan bahwa perempuan ini bukan mempunyai lima orang suami sekaligus.
Tetapi kemungkinan besar adalah, dia sudah lima kali menikah, lima kali pernah
punya suami, tetapi mengalami kegagalan dalam berumah tangga alias terjadi
perceraian (ayat 18a). Juga dikatakan bahwa statusnya yang sekarang adalah
hidup se rumah dengan laki-laki yang bukan suaminya (ayat 18 b).
1. Mengapa Terjadi Perceraian?
Ada beberapa penyebab perceraian, di antaranya : Masalah ekonomi, komunikasi yang tidak sehat, hadirnya pihak ketiga, persoalan seks (kebutuhan batin), perbedaan yang semakin besar, tidak punya keturunan, dll. Namun dalam pandangan, pengalaman, dan kesaksian banyak orang, hal-hal di atas hanya merupakan penyebab sekunder dari terjadinya perceraian.
Pemicu utama atau penyebab primer sehingga terjadi perceraian adalah, tidak lagi ada cinta. Ketiadaan cinta mengakibatkan masing-masing terjebak hanya mencari dan mengejar kebutuhan dan kepentingan dirinya sendiri. Pada kondisi ini, keakuan atau ego menjadi sangat sensitif. Keakuan, yaitu hanya memikirkan kepentingan dan kebutuhan diri sendiri muncul tatkala cinta kepada pasangan mulai tergerus. Masing-masing mencari dan mengejar apa yang diinginkan hatinya. Di sana tidak lagi spirit untuk memperhatikan atau memberi. Kalau pun mungkin belum bercerai, tetapi pasangan yang hanya mementingkan diri masing-masing sudah terjebak dalam kondisi yang rusak dan sulit untuk bertahan.
Perilaku bangsa Israel di hadapan Allah kira-kira seperti
itu. Mereka masih mengaku percaya dan beribadah kepada Allah. Namun karena di
sana tidak ada unsur yang utama yaitu kasih (lih. Yoh. 5:42), maka yang mereka
pikirkan dan inginkan dalam hidup dan aktivitas ibadah mereka adalah keinginan
dan kepentingan diri sendiri. Di sana tidak ada hubungan timbal balik. Semua
ritual ibadah direkayasa bagi kepentingan manusia. Allah hanyalah obyek dari
keinginan dan ambisi mereka; yang mereka cari dan kejar bukan Allah tetapi
berkat-Nya. (lih. Yes. 1:10-15; 29:13; Amos 5:22,23).
2. Mengapa seseorang memilih hidup
tanpa nikah?
Istilah yang umum dipakai dalam masyarakat nusantara adalah “kumpul kebo”. Menurut penelitian, istilah ini adalah perubahan yang terjadi dari istilah “koempoel gebouw”. Kata ini memiliki arti : kumpul dalam satu rumah. Entah bagaimana akhirnya menjadi “kumpul kebo”.
Menurut survei yang dibuat, seseorang memilih hidup dengan “kumpul kebo” adalah karena, antara lain: Ingin dicintai dan mencintai namun tidak mau terikat (pernikahan). Ingin menikmati seks tetapi dalam kebebasan, hanya memikirkan diri sendiri (egois), hidup berdasarkan perasaan dan keinginan sendiri, tidak peduli norma atau moralitas, yang dikejar hanya kenikmatan dan kesenangan semata, trauma akan pernikahan.
Istilah yang umum dipakai dalam masyarakat nusantara adalah “kumpul kebo”. Menurut penelitian, istilah ini adalah perubahan yang terjadi dari istilah “koempoel gebouw”. Kata ini memiliki arti : kumpul dalam satu rumah. Entah bagaimana akhirnya menjadi “kumpul kebo”.
Menurut survei yang dibuat, seseorang memilih hidup dengan “kumpul kebo” adalah karena, antara lain: Ingin dicintai dan mencintai namun tidak mau terikat (pernikahan). Ingin menikmati seks tetapi dalam kebebasan, hanya memikirkan diri sendiri (egois), hidup berdasarkan perasaan dan keinginan sendiri, tidak peduli norma atau moralitas, yang dikejar hanya kenikmatan dan kesenangan semata, trauma akan pernikahan.
Dampak dari hidup serumah tapi tidak menikah atau “kumpul kebo”: Mengalami tekanan jiwa (gelisah, cemas) lima kali lebih besar dari pasangan yang menikah. (Riset di AS oleh Robin & Feiger). Tingkat kepuasan dalam hubungan rendah dibandingkan dengan pasangan yang menikah. (Riset oleh Kurdek & Schmith).
Alkitab mengonfirmasi bahwa keadaan yang mirip seperti ini
terjadi dalam komunitas orang Samaria. Mereka mengaku beribadah kepada Allah
atau memiliki hubungan dengan Allah (lih. Yoh. 4:20), namun mereka tidak taat
kepada konstitusi yang dibuat Allah, mereka hanya mempercayai dan menerima lima
kitab Perjanjian Lama, mereka beribadah di gunung Gerizim dan bukan di Bait
Allah; mereka hidup dan menjalankan aktivitas ibadah berdasarkan perasaan dan
keinginan sendiri, bukan berdasarkan firman Allah (lih. 2 Raj. 17 : 24-41).
3. Allah mencari para
penyembah dalam roh dan kebenaran (Yoh. 4:23,24).
Berbeda dengan pola penyembahan bangsa Israel yang kering dan sarat ritualisme, juga spirit penyembahan Samaria yang penuh gairah namun tidak alkitabiah, maka para penyembah dalam roh dan kebenaran menghampiri Allah dengan: a) Menghidupkan hati nurani dengan kekudusan Allah. b) Mengisi pikiran dengan kebenaran-Nya. c) Membersihkan khayalan dengan kesucian-Nya. d) Mengarahkan emosi kepada pengendalian-Nya. e) Menyerahkan kemauan kepada kehendak-Nya. f) Merenungkan kasih-Nya yang tiada tara. Amin
Berbeda dengan pola penyembahan bangsa Israel yang kering dan sarat ritualisme, juga spirit penyembahan Samaria yang penuh gairah namun tidak alkitabiah, maka para penyembah dalam roh dan kebenaran menghampiri Allah dengan: a) Menghidupkan hati nurani dengan kekudusan Allah. b) Mengisi pikiran dengan kebenaran-Nya. c) Membersihkan khayalan dengan kesucian-Nya. d) Mengarahkan emosi kepada pengendalian-Nya. e) Menyerahkan kemauan kepada kehendak-Nya. f) Merenungkan kasih-Nya yang tiada tara. Amin
Sumber: Pdt. Asi
Hutabarat, M.Th.