Ibadah Yang Berkenan Kepada Allah 1
Pada kedua bagian firman Tuhan ini, menjelaskan tentang
ibadah yang benar atau ibadah yang berkenan kepada Allah, yaitu ibadah yang
menyangkut persembahan tubuh atau memuliakan Allah dengan tubuh, dan ibadah
yang kedua adalah ibadah secara sosial. Pengertian ibadah, berasal dari kata
“avoda” (ibrani) atau “latreia” (Yunani) yang secara sederhana dapat berarti
suatu sikap dan tindakan yang dilakukan sebagai ungkapan rasa takut penuh
hormat, kekaguman dan ketakjuban penuh puja kepada pihak yang ditakuti,
dihormati atau yang dikagumi(Ensiklopedia masa kini, jilid 1).
Dalam zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru kata
“avoda atau latreuo” ini merupakan sikap
dan tindakan seorang hamba/budak kepada tuannya. Jadi ibadah kepada Allah
adalah segala sikap dan tindakan yang dilakukan sebagai ungkapan rasa takut dan
hormat, kagum dan takjub kepada Allah. Termasuk ketika kita bersikap dengan
atau menggunakan anggota-anggota tubuh kita untuk melakukan pekerjaan yang
dikehendaki Allah dan memperhatikan orang-orang yang lemah seperti para yatim
piatu dan para janda, karena kita adalah umat yang mengabdi kepada Allah. Semua
hal itu dilakukan karena didasari atau sebagai bentuk penghormatan dan ketaatan
kepada Allah, karena mempersembahkan tubuh dan mengunjungi yatim piatu dan
janda janda adalah kehendak Allah.
Dalam bacaan Firman Tuhan hari ini, ada sebuah pernyataan
dari Yesus yang mengungkapkan hakekat ibadah orang Farisi dan ahli Taurat
secara khusus dan ibadah orang Yahudi secara umum. Yesus berkata:”Percuma
mereka beribadah kepada-Ku....” (Markus 7:7). Orang Farisi dan ahli Taurat
adalah kelompok orang yang menganggap/merasa diri sebagai orang yang paling
beribadah lebih dari pada orang atau kelompok lain(Lukas 18:11-12).
Namun Yesus menyatakan bahwa:”Percuma mereka beribadah
kepada-Ku”, yang dikutip dari Yesaya 29:13. Apa masalahnya? Masalahnya adalah
karena mereka lebih mengutamakan ajaran dan perintah manusia, yaitu ajaran dan
perintah nenek moyang mereka. Mereka lebih mengutamakan adat istiadat mereka
dan mengabaikan Firman Tuhan (ayat 7 & 8).
Ajaran dan perintah nenek moyang atau adat istiadat yang menyangkut
“membasuh tangan sebelum makan.”
Pada dasarnya setiap masyarakat beradab di dunia ini memiliki
adat istiadat yang bersifat mengikat komunitas sebuah suku tertentu sebagai
nilai nilai budaya dan kaidah kaidah sosial yang terpelihara secara turun
temurun. Adat istiadat itu sering dihormati sebagai hal yang sakral, karena itu
menjadi bagian dari jati diri dari masyarakat tersebut. Meskipun banyak adat
istiadat masyarakat yang melambangkan keluhuran budi pekerti, tetapi ada
sebagian adat istiadat manusia yang terlalu diagungkan, sehingga disejajarkan
dengan dogma agama. Dalam kebudayaan Israel purba, adat istiadat yang
diciptakan oleh orang Farisi sering dipaksakan untuk diperlakukan setara dengan
Hukum Musa, pada hal itu semata mata hasil pemikiran manusia dan bukan ilham
ilahi. Sikap yang salah dan berbahaya, yaitu memberi ruang yang terlampau luas
bagi ajaran dan pendapat manusia sehingga tanpa disadari hal itu telah
menduduki tempat yang seharusnya ditempati oleh Firman Allah sebagai otoritas
tertinggi. Sikap inilah yang terjadi dengan orang Farisi, para ahli Taurat dan
orang Yahudi.