Translate

Menyelesaikan Konflik Keluarga Dengan Benar

Menyelesaikan konflik dengan benar ~ Landasan firman Tuhan bagi tema tersebut diambil dari surat 1 Petrus 3:1-12. Suami-istri tentunya memiliki perbedaan yang sangat banyak. Suami didominasi oleh logika dan istri didominasi oleh perasaan. Cara berpikir, bersikap, berkata-kata dan berbuat pun berbeda antara suami dan istri. Lalu suami-istri juga punya hobi dan selera yang berbeda. Tentu hidup bersama dalam perbedaan pastilah berpotensi untuk hadirnya konflik.

Pertanyaan penting yang harus diajukan ialah: “Bagaimana menangani perbedaan dan menyelesaikan konflik dengan benar?” Berdasarkan firman Tuhan dalam 1 Petrus 3:1-12, maka ada beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu:

1. Bertumbuh semakin dewasa secara rohani
Tingkat kedewasaan kita akan menentukan cara kita menangani perbedaan dan cara kita menangani perbedaan akan menentukan hasil sebuah konflik. Orang yang dewasa rohani adalah orang yang mau belajar untuk berubah dewasa terlebih dahulu, sehingga melalui perubahan kita maka keluarga kita juga bisa berubah. Orang yang dewasa rohani adalah orang yang bisa tetap bersikap baik, sopan dan hormat sekalipun orang lain sikapnya tidak baik, tidak menyenangkan bahkan menjengkelkan. 


Orang yang dewasa rohani adalah orang yang perkataan dan perbuatannya bisa mencerminkan pribadi Kristus yang penuh kasih dan bijaksana. Orang yang dewasa rohani adalah orang yang dapat menangani perbedaan dan menyelesaikan konflik dengan baik dan benar, sehingga relasi keluarga dapat menjadi semakin harmonis dan bahagia.

2. Belajar untuk menjadi pendengar yang baik
“Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah” – Yakobus 1:19.

Berdasarkan firman Tuhan di atas, maka sebagai suami-istri di dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dalam keluarga perlu mengembangkan sikap untuk menjadi pendengar yang baik bagi pasangannya. Suami-istri hanya punya satu mulut, namun masing-masing memiliki dua telinga, sehingga ini menegaskan bahwa sudah sepantasnyalah suami-istri harus menjadi pendengar yang baik dengan memberikan kedua telinganya untuk mendengar apa yang dikatakan oleh pasangannya dan menahan mulutnya untuk berbicara.

3. Mempunyai hati yang melayani
Kita diciptakan untuk melayani. Kita diselamatkan untuk melayani. Kita berkeluarga untuk melayani. Keluarga yang harmonis dan bahagia dibangun oleh orang-orang yang memiliki hati yang melayani satu sama yang lainnya. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa melayani keluarga itu memberi dalam pengorbanan dan bukan menuntut.