Translate

Ini Alasan Utama Kita Mengampuni

Ini alasan utama kita mengampuni ~ Dalam perhelatan hidup dan interaksi sosial kita, tentu ada saat di mana kita disakiti, dilukai, dijahatin, diperlakukan tidak adil, dikhianati, bahkan ada yang tega menghilangkan nyawa orang-orang yang kita kasihi. Pada umumnya orang bereaksi sama, yaitu membalasnya. Namun, sebagai pengikut Kristus, kita diperintahkan oleh Kristus untuk mengasihi. Salah satu bentuk mengasihi itu ialah memberi maaf, memberi pengampunan atau mengampuni orang-orang yang telah melukai, menyakiti bahkan membunuh orang-orang yang kita kasih.

Firman Tuhan di dalam Injil Markus terkait dengan mengampuni, menegaskan demikian: “Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu” – Markus 11:26. Kebenaran firman Tuhan tersebut memotivasi kita supaya hidup kita bisa mengalami kedamaian, ketenangan dan sukacita. Kita didorong untuk membebaskan diri dari penjara dendam, sakit hati dengan bertindak untuk mengampuni sesama kita yang telah berbuat jahat kepada kita.


Pertanyaan penting yang harus diajukan ialah: “Apa yang menjadi alasan kuat bagi kita untuk mengampuni?” Berdasarkan ajaran firman Tuhan yang dimuat di dalam Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, maka ada beberapa alasan mendasar bagi kita untuk mengampuni orang yang berbuat jahat kepada kita, yaitu:

1. Pengalaman diampuni oleh Tuhan.
Kita menurut firman Tuhan dalam Roma 3:23 adalah orang berdosa. Sebagai orang berdosa, yang telah melakukan kejahatan, seharusnya kita dihajar dan menerima hukuman yang setimpal dengan dosa dan kejahatan yang kita lakukan. Tetapi Allah di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus mengampuni kita dari segala dosa kita. Yesus mengorbankan diri-Nya dan mati di atas kayu salib untuk menanggung hukuman dosa kita. Sehingga kita yang percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi, semuda dosa dan kejahatan kita diampuni oleh Allah.

Pengalaman pengampunan itulah yang menjadi motivasi kuat, motivasi terbesar kita untuk mengampuni orang-orang yang melukai kita dan telah berbuat jahat kepada kita. Dengan mengampuni, maka kita diampuni. Dengan mengampuni kita mengalami kesembuhan batin. Dengan mengampuni kita mendapatkan kasih sayang – Matius 18:27.

2. Pengalaman mendendam itu sangat menyiksa.
Tanpa kita sadari sesungguhnya ketika kita menyimpan dendam, menyimpan kesalahan orang lain dan menjadikan hati kita tempat menampung semua sampah kehidupan, maka sebenarnya kita sedang menyiksa dan membuat diri tidak bebas. Kita yang mencipta kerusuhan dalam batin kita dan menambah panjang penderitaan hidup yang kita alami. Membenci sejatinya merupakan sebuah luka hati yang disebabkan oleh diri kita sendiri.  Firman Tuhan menegaskan bahwa: “Tetapi barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan. Ia tidak tahu ke mana ia pergi, karena kegelapan itu telah membutakan matanya” – 1 Yohanes 2:11.

Jadi, pengalaman mendendam itu sangat menyiksa seharusnya menjadi motivasi kuat bagi kita untuk melepaskan pengampunan bagi mereka yang melukai dan berbuat jahat kepada kita. Mendendam itu tidak ada manfaatnya bagi hidup kita.
3. Pengalaman kebutuhan akan pengampunan.
Kita belum sempurna, sehingga dengan demikian, setiap hari pun kita butuh pengampunan. Mengapa? Karena ada potensi pada kita untuk bisa melakukan kesalahan, berbuat jahat dan melukai orang lain di jalan hidup kita.

Itu sebabnya, pengampunan menjadi kebutuhan kita setiap hari. Dan dengan demikian, menjadi alasan dan motivasi terbesar bagi kita untuk mengampuni sesama kita setiap hari. Penulis kitab Mazmur menulis demikian: “Oleh karena nama-Mu, ya TUHAN, ampunilah kesalahanku, sebab besar kesalahan itu” – Mazmur 25:11.
*courtesy of PelitaHidup.com
Sebagai pengikut Kristus yang telah mengalami pengampunan dari Allah, maka marilah kita memiliki sikap mengampuni sebagai cara hidup kita setiap hari. Tindakan mengampuni itu bukan hanya sekali kita lakukan, namun berulang-ulang bahkan sepanjang kita hidup di dunia ini. Rasul Paulus menegaskan demikian: “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu” – Efesus  4:32.