Bagaimana Mengalami Berkat Dalam Keluarga
Bagaimana
mengalami berkat dalam keluarga ~ Pemazmur menulis: “…Sebab ke
sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya” – Mazmur 133:3b.
Keluarga merupakan tempat ke mana Allah memerintahkan segala berkat dari-Nya. Namun,
acap kali keluarga tidak siap bahkan menjadi penghambat terealisasinya janji
berkat Allah dalam hidup keluarga.
Saya sudah menjelaskan tentang
lima dosa mendasar yang menjadi penghambat berkat Allah bagi keluarga. Kita sudah
mengenal kelima dosa mendasar itu dan saatnya bagi kita untuk menyingkirkan,
membuang dan meninggalkan semua dosa tersebut, supaya kita mengalami
pemberkatan Allah dalam hidup dan keluarga kita. Bagaimana caranya?
1.
Allah memerintahkan kita untuk saling mengasihi.
Penulis Injil Yohanes menulis: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu,
yaitu supaya kamu saling mengasihi;
sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu
jikalau kamu saling mengasihi” –
Yohanes 13:34-35.
Allah memerintahkan kita untuk saling mencintai atau saling mengasihi. Ia memberikan teladan dan jalan bagi kita untuk melakukannya, yaitu dengan cara Allah. Ketika kasih Allah ditempatkan di hati kita melalui Roh Kudus, kasih itu, sesungguhnya sudah kita kenal. Melalui kehendak yang kita berikan kepada Allah, dan memperkenankan Roh Kudus membawa kasih Allah masuk di dalam relasi keluarga kita, maka kita mampu untuk saling mengasihi (mencintai). Mengapa? Karena Allah sudah memerintahkannya. Saling mengasihi itu menjadi tanda sebagai murid Kristus. Saling mengasihi merupakan cara hidup atau sebagai kesaksian kepada dunia bahwa kita adalah murid Kristus.
2.
Allah memerintahkan kita untuk bertobat.
“Dengan tidak memandang lagi
zaman kebodohan, maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia, bahwa di
mana-mana semua mereka harus bertobat” – Kisah Para Rasul 17:30.
Allah bukan mengundang kita
untuk bertobat. Tetapi Allah memerintahkan kita untuk bertobat. Ada perbedaan
signifikan antara mengundang dengan memerintah. Kalau Allah mengundang, maka
kita punya kebebasan untuk memilih apakah memenuhi undangan itu atau tidak. Tetapi
ketika Allah memerintah, maka kita tidak punya pilihan, kita harus menaatinya.
Ketaatan kepada perintah Allah
akan memberikan ketenangan, kedamaian dan keteguhan dalam hati dan hidup kita. Allah
akan memaksimalkan semua potensi dalam diri semua anggota keluarga, baik
kepribadian, talenta/bakat, karunia rohani, integritas dan karakter menjadi
produktif.
Hanya ketaatanlah yang
memberikan kedamaian. Ketidaktaatan menghancurkan kedamaian. Iblis perampas
kedamaian. Ia datang hanya untuk mencuri, menghancurkan, membunuh dan membinasakan.
Iblis dan dosa akan merusak karakter kita dan menjadi perintang terhadap berkat
bagi keluarga kita.
Itulah sebabnya, tidak pernah
ada roh ketidaktaatan yang masuk ke dalam sorga. Hanya dengan satu roh
ketidaktaatan, keutuhan keluarga akan menjadi hancur berantakan. Ini pernah
terjadi satu kali dimana Lucifer tidak taat. Allah langsung memaksa Lucifer
angkat kaki dari sorga. Ketaatan kepada perintah Allah akan memberikan
kedamaian bagi kita.
3.
Allah memerintahkan kita untuk mengakui dosa-dosa kita.
“Jika kita mengaku dosa kita,
maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan
menyucikan kita dari segala kejahatan” – 1 Yohanes 1:9. Pengakuan atas dosa
yang sudah kita perbuat sangat bermanfaat untuk menyingkirkan dosa itu. Pengakuan
dosa juga bisa mengantarkan kita untuk mendapatkan kebenaran. Bertobat dari
dosa, dan dengan iman yang tertuju kepada Allah merupakan kunci damai
sejahtera. Dosa yang tidak diakui adalah dosa yang tidak dimaafkan. Dosa hanya
bisa hilang dari dalam kehidupan manusia melalui mulut.
Ingatlah, penderitaan rohani
memerlukan pertobatan. Penderitaan jasmani adalah karena virus dan bakteri
jahat. Dan penderitaan rohani pasti ada penyebabnya yaitu dosa. Penderitaan adalah
salah satu guru yang paling besar di dalam kehidupan kita. “Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan
sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang
memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya” – Ibrani 12:11. Inilah
yang datang kemudian dan yang membuat segala sesuatunya menjadi bermanfaat. Kabar
baik itu adalah bahwa Allah tidak pernah berhenti mengasihi kita.
Ketika Allah Roh Kudus
menyadarkan, menginsafkan kita atas dosa kita, sesungguhnya hal ini tidak
bertujuan untuk menyakiti kita, meskipun hal ini sering membuahkan penderitaan
atas hidup kita. Kondisi ini juga menyebabkan kita menjadi mau dipisahkan dari
dosa dan kerusakan yang diakibatkan oleh dosa. Karena itulah Allah mampu
mencurahkan kasih, anugerah dan kuasa-Nya ke dalam hidup kita dengan takaran
dan tingkatan yang lebih besar.
4.
Allah memerintahkan kita untuk saling mengampuni.
Pengampunan adalah suatu cara
mengalami pembebasan. Ketika Allah mengampuni kita, Dia membebaskan dan
memerdekakan kita selama-lamanya dari dosa-dosa kita. Ia tidak pernah
mengingat-ingat dosa-dosa yang sudah kita perbuat – Mazmur 103:1-22.
Dalam perjalanan hidup
berkeluarga tentu ada saat dimana kita berbuat kesalahan, melukai perasaan dan
menyakiti pasangan dan anggota keluarga lainnya. Bahkan adakalanya kita
dilukai, disakiti, dikecewakan, direndahkan dan lain sebagainya. Peristiwa
semacam itu acap kali terjadi dalam keluarga kita. Bila itu tidak diselesaikan
akan menimbulkan akar kepahitan dalam hidup dan relasi sebagai keluarga. Keadaan
semacam itu bila dipelihara akan membuat keluarga menjadi tidak sehat, hidup
rohani tidak bertumbuh, iman menjadi lemah dan berkat Tuhan menjadi terhalang
dalam keluarga.
Pengampunan menjadi kebutuhan
yang harus dijawab oleh setiap kita. Dengan memaafkan dosa seseorang, kita
sesungguhnya sedang membebaskan mereka, tetapi bila kita tidak memaafkan mereka,
dosa yang sudah ia lakukan itu akan tetap mengikatnya. Bila kita tidak
mengampuni dosa yang sudah diperbuat oleh orang-orang terhadap kita,
sesungguhnya kita sedang menanggung dosa tersebut; menahannya. Akibatnya, kita
akan membuat kesalahan-kesalahan yang sama terhadap orang lain.