Cara Membangun Keluarga Yang Kuat 2
Cara
Membangun Keluarga Yang Kuat ~ Allah adalah segala-galanya
bagi keluarga. Keluarga adalah segala-galanya bagi Allah. Keluarga adalah
segala-galanya bagi kita. Tetapi faktanya, keluarga hari-hari ini menjadi
rapuh, mudah hancur dan tercerai-berai. Mengapa demikian? Karena masing-masing yang berperan dalam keluarga itu
mementingkan diri sendiri dan mengembangkan rasa tidak bertanggung jawab.
Mementingkan diri
yang dimaksud: “Bagaimana pasangan saya memuaskan saya?” “Bagaimana pasangan
saya melakukan segala sesuatu dengan cara saya?” “Bagaimana pasangan saya
sesuai dengan standar saya?” dll. Suami-isteri tinggal serumah tetapi tidak
lagi sungguh-sungguh sebagai keluarga dan dalam ikatan pernikahan karena
masing-masing menyimpan kepahitan dan kekecewaan terhadap pasangannya.
Dampaknya ialah suami, isteri, dan anak-anak menderita.
Pertanyaan penting
yang harus diajukan ialah: “Apa yang harus dilakukan guna menjadikan keluarga
kita kuat?” Ada beberapa hal yang patut kita perhatikan dan lakukan supaya keluarga
kita menjadi keluarga yang kuat, yaitu:
4. Terapkan prinsip solidaritas.
Kenali dan ketahuilah bahwa masing-masing anggota keluarga mempunyai
kebutuhan pribadi yang berbeda. Suami dan isteri masing-masing
memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pasangannya (Ef. 5:33). Apa yang dibutuhkan
isteri? Yang dibutuhkan Istria ialah: a) kasih; b) mendengar bahwa dia
dikasihi; c) menerima bukti kasih suaminya; d) rasa aman, perlindungan, dll.
Apa yang dibutuhkan suami? Kebutuhan suami yaitu: a) dihormati dan dihargai; b)
mengetahui bahwa isterinya tetap menghargainya, khususnya pada saat ada
kegagalan; c) mengetahui bahwa isterinya bergantung padanya, sama seperti
jemaat bergantung pada Kristus. Jika tidak dipenuhi akan timbul konflik
yang mengarah usaha pencarian pemenuhan kebutuhan itu pada orang lain.
5. Terapkan saling
mengisi.
Usahakanlah untuk senantiasa saling memenuhi kebutuhan pasangan kita (1 Kor.
7:3). Apakah kebutuhan Anda itu sudah cukup terpenuhi oleh pasangan
Anda? Mulailah dari diri Anda untuk memberi lebih dahulu (Luk. 6:38a): Jika
kita memberi kasih … kita akan mendapatkan kasih. Jika kita memberi
pertolongan, kita akan menerima pertolongan. Jika kita memberi senyum, kita
akan menerima senyumam. Jika kita memberi kebencian, kita akan mendapat
kebencian pula.
6. Pahami bahwa
perbedaan itu indah.
Pandanglah bahwa perbedaan dengan yang ada antara suami-istri merupakan cara
Allah untuk memperkuat kehidupan keluarga. Tentu ada perbedaan dalam segala
aspek hidup keluarga, namun pandang semua perbedaan itu sebagaimana Allah
memandangnya (1Kor. 7:4-5).
Perhatikanlah
gejala berikut terkait dengan relasi yang rendah dan mengarah pada penceraian:
1) Hilangnya persekutuan yang hangat, komunikasi, dan kesatuan. 2) Perangkap
perzinaan—saat pasangan mencari pemenuhan kebutuhan untuk kehangatan,
komunikasi yang bermakna, kesatuan, hormat pada yang lain selain pasangan
mereka—itulah perzinaan. Bandingkan bahwa Allah menyatakan bahwa penyembahan
berhala adalah zina (Im. 17:7) demikian juga minta pertolongan kepada mereka
(Im. 20:6).
Jadi, perzinaan itu
bukan hanya hubungan seks di luar pernikahan. Sering kali hal ini karena
sedikit perbedaan yang terjadi antara suami isteri, luka hati yang tidak
terobati, dan juga kesalahan yang tidak dimaafkan. Memang pasangan itu masih
ada seatap, tersenyum, berhubungan fisik. Tetapi persekutuan yang hangat itu
telah berakhir.
Untuk menghindari
luka yang lebih parah, pasangan yang terluka itu menarik diri dan membangun
benteng perlindungan. Orang yang terluka itu mencari kambing hitam dengan
menyakiti orang lain, biasanya anak-anak atau kerabat terdekat yang bersama
mereka. Benteng perlindungan pun akan juga dibangun. Pernikahan menjadi dingin,
formalitas, tanpa makna, kasih, dan komunikasi yang bermakna. Pasangan tidak
lagi memenuhi kebutuhan pasangannya. Perceraian pasti terjadi.
Bagaimana solusi
terhadap penurunan hubungan itu? Pertama, Gesekan-gesekan oleh karena perbedaan
itu harus diselesaikan segera (Mat. 18:15). Kedua, Sikap yang perlu
dikembangkan adalah pengampunan (Mrk. 11:25; Luk. 17:3-4). Itulah jalan
rekonsiliasi yang dilakukan Allah (Ef. 4:32).
Bagaimana Tuhan
mengampuni? Pertama, Kristus tidak
berdosa, tetpai Dia menanggung dosa, kesalahan, malu, dan penghukuman kita (Rm.
5:8). Itu jugalah yang harus kita lakukan pada orang lain … terlebih pasangan
kita (Mat. 5:39). Saat kita benar-benar mengampuni, kita harus menempatkan diri
kita di tempat di mana kita bisa kembali disakiti. Kedua, Bila pengampunan itu diberikan, dasar pemulihan komunikasi
dan keterbukaan dalam pernikahan pun akan kembali terbangun. Ketiga, Selesaikan perbedaan itu dengan
cara Allah, jangan pernah mengabaikannya.
7. Terapkan saling
percaya yang utuh.
Suami istri harus saling percaya sepenuhnya satu sama lain. Pernikahan akan kokoh bila didasari oleh saling percaya—termasuk
kepercayaan untuk pasangan dapat memulai lagi dari awal meskipun dia telah
gagal. Tanda-tanda ketidakpercayaan: (a) cemburu; (b) curiga; (c) tembok
perlindungan—batasan-batasan yang tidak masuk akal.
Kita dapat
memberikan kepada pasangan kita kepercayaan tanpa syarat hanya jika kita
percaya bahwa Tuhan akan menjaganya benar dan menguatkannya bila dia gagal. Suami
harus dapat mempercayai isterinya (Ams. 31:10-11). Isteri dapat taat pada
firman Allah (Ef. 5:22) jika dia percaya suaminya. Jadi, bangunlah keluarga
dengan prinsip Alkitab!