Translate

Menghayati Makna Penyaliban Yesus

Menghayati makna penyaliban Yesus - Peristiwa penyaliban Yesus  bukan saja peristiwa teologis tetapi juga peristiwa yang menyejarah yang sangat kontroversi. Selain itu, peristiwa penyaliban Yesus juga merupakan peristiwa yang membawa transformasi atau perubahan hidup secara total bagi setiap orang yang percaya dan menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. 

Peristiwa penyaliban Yesus dikatakan kontroversi karena ada yang menggugat dengan mengajukan pertanyaan: apakah Allah bisa mati? Apakah sorga menjadi kosong ketika Allah menjadi manusia (inkarnasi) di dalam Yesus? Dan masih banyak pertanyaan yang diajukan oleh manusia tanpa memandang ke dalam sejarah penebusan serta rencana kekal Allah bagi manusia yaitu pada pra dosa dan pasca dosa.

Oleh karena itu, kita harus belajar menghayati makna penyaliban Yesus bagi kita. Dalam peristiwa penyaliban Yesus, kita menemukan bahwa kita sangat berharga dalam pemandangan Allah. 

Dalam peristiwa penyaliban Yesus, keangkuhan, kesombongan, keegoisan dan dosa dihancurkan serta dikalahkan dan ditaklukkan. Dalam peristiwa penyaliban Yesus terbuka harapan dan jalan bagi manusia untuk diperdamaikan dengan Allah. Dalam peristiwa penyaliban Yesus, memungkinkan kita yang percaya kepada-Nya dapat hidup bersama dengan Allah yang maha mulia dan suci.


Pertanyaan penting yang harus diajukan ialah: “Apa sesungguhnya makna peristiwa penyaliban Yesus bagi hidup kita?” Berdasarkan ajaran Alkitab, maka kita menemukan ada beberapa makna dari peristiwa penyaliban Yesus yang patut kita hayati, yaitu:

1. Peristiwa penyaliban Yesus adalah peristiwa pengampunan.
Dalam peristiwa penyaliban Yesus, ada pernyataan Yesus dalam nada doa yang dipanjatkan kepada Bapa di sorga yang menegaskan bahwa penyaliban-Nya adalah peristiwa pengampunan. Dokter Lukas dalam pimpinan Roh Kudus mencatat dalam Injilnya demikian: “Yesus berkata: “Ya Bapa, ampuniah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya” – Lukas 23:34.

Peristiwa penyaliban Yesus memberikan fakta teologis bahwa dari pihak Allah terbuka pengampunan dosa bagi manusia. Terbukanya jalan pengampunan dosa tersebut hanya diperoleh atau didapat oleh manusia hanya di dalam dan melalui Yesus. Mengapa? Karena di dalam peristiwa salib, Yesus menanggung semua penghinaan, perendahan dan penghujatan dari manusia. Selain itu, Yesus juga harus menanggung hukuman dari Allah atas dosa seluruh dunia – Yohanes 1:29; 2 Korintus 5:21.

Di dalam derita salib itulah terbuka jalan dan harapan bagi manusia berdosa bahwa dosanya pasti diampuni. Ia pasti diperdamaikan dengan Allah. Ia pasti memiliki hidup yang kekal dan tidak turut dihukum – Yohanes 5:24; Roma 8:1. Ia pasti menerima pemberkatan Allah seutuhnya – Yohanes 10:10; Mazmur 1:1-3. Ia pasti hidup bersama dengan Allah dalam kerajaan sorga – Yohanes 14:1-3.

Jalan dan harapan tersebut sampai hari ini tetap terbuka bagi siapa pun yang menyadari dirinya sebagai manusia berdosa yang membutuhkan pengampunan dari Allah. Panggilan ini menjadi penting bagi siapa saja. Dikatakan penting, karena bila Anda tidak memberi diri dan hidup Anda untuk mendengar serta meresponsnya, maka Anda akan menjadi pribadi yang paling malang bukan saja di dunia ini, tetapi juga di masa yang akan datang. 

Nasib Anda di masa depan sangat ditentukan oleh sikap dan respon serta tindakan Anda hari ini. Jika Anda menyadari bahwa Anda orang bersalah dan berdosa, maka peristiwa penyaliban Yesus adalah solusi terbaik bagi Anda. Dikatakan demikian, karena Tuhan Yesus sendiri menegaskan bahwa: “Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” – Yohanes 14:6.

2. Peristiwa penyaliban Yesus adalah peristiwa penyelamatan.
Dokter Lukas dalam Injilnya menulis tentang kata-kata penyelamatan yang diucapkan oleh Yesus sendiri ketika Ia berada di atas kayu salib. Kata-kata penyelamatan yang diucapkan langsung oleh Yesus dan diabadikan oleh dokter Lukas dalam pimpinan Roh Kudus, menulis: “Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” – Lukas 23:43.

Berdasarkan firman Allah di atas, maka kita dapat mengetahui bahwa peristiwa penyaliban Yesus merupakan peristiwa penyelamatan umat manusia berdosa. Hal itu merupakan fakta teologis bahwa di dalam dan melalui peristiwa penyaliban Yesus, ada harapan yang pasti untuk hidup bersama dengan Dia dalam kerajaan-Nya di masa depan.

Pernyataan penyelamatan yang dikemukakan oleh Yesus di atas kayu salib diberikan secara langsung kepada seorang penjahat yang menyadari dirinya orang berdosa dan mengakui Yesus adalah Raja yang akan datang. Penjahat itu mengakui Yesus adalah Pribadi yang benar tanpa salah. Proklamasi dan deklarasi yang ditegaskan oleh penjahat yang disalibkan bersama Yesus merupakan pernyataan iman disaat-saat terakhir dari hidupnya. Dan pernyataan imannya itu menentukan status, keberadaan dan tempatnya di masa depan yaitu dalam Kerajaan Sorga bersama Yesus.

Saudara kebutuhan manusia adalah pemulihan hubungan dengan Allah, kepastian kehidupan yang penuh bahagia dalam kekekalan, keselamatan dari penghukuman dosa. Sejarah agama-agama membagi dua jalan kepada kebahagiaan ini yakni melalui usaha manusia dalam perbuatan amal, disiplin rohani yang tinggi, berpantang segala yang duniawi untuk kehidupan yang suci dalam pandangan manusia untuk mencapai Allah. Alkitab mengambarkan itu sia-sia (Yesaya 64:6). 

Ibarat cawat yang menutupi ketelanjangan Adam. Yang kedua adalah pekerjaan Allah. Allah yang datang mencari manusia berdosa, ia mengikat perjanjian keselamatan, Ia berkorban ganti manusia berdosa Ini ibarat pakian dari kulit binatang yang dibuat oleh Allah dan mengenaannya pada manusia (Kej. 3:21). Rasul Paulus dengan jelas menulis dalam Efesus 2:8-9. Sikap yang diminta dari Allah adalah pengakuan seperti penjahat itu mengenal diri orang berdosa, mengakui Yesus adalah Tuhan dan juruselamat pribadi dan menerimanya di dalam kehidupan ini (Yohanis 1:12; Roma 10:9-15; Matius 16:16-18; I Yohanis 5:13). Biarlah peristiwa penyaliban Yesus, memberi keyakinan yang pasti bahwa sorga, hidup kekal menjadi milik kita. 

3. Peristiwa penyaliban Yesus adalah peristiwa ketaatan total pada kehendak Allah.
Dalam doa Yesus di taman Getsemani menegaskan tentang ketaatan-Nya kepada kehendak dan rencana Allah untuk menebus manusia ciptaan-Nya dari kutuk dan hukuman dosa. Dalam Injil Markus dicatat demikian: “Kata-Nya: “Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki” – Markus 14:36.

Peristiwa penyaliban Yesus adalah peristiwa yang mendemonstrasikan ketaatan Yesus yang total kepada rencana penyelamatan Allah bagi manusia berdosa. Dalam perjalanan untuk mewujudkan rencana keselamatan ini bukan tanpa tantangan. Sejak pra kelahiran Yesus hingga Ia di atas salib rencana untuk menggagalkan kematian-Nya dilaksanakan. Sebelum Ia lahir, Yusuf mau menceraikan Maria. Ketika Ia lahir, Herodes mau membunuh-Nya. Ketika Ia mengawali pelayan-Nya, Iblis mengoda untuk menjatuhkan diri-Nya ke dalam dosa. Dalam pelayanan-Nya, Petrus mau supaya Ia tidak mati. Di Getsemani, Ia bergumul untuk kekuatan itu. Hingga di atas salib, Ia diejek untuk menyelamatkan diri-Nya.

Apakah Yesus tidak mampu melakukan hal itu? Ia mampu melakukannya, namun Ia telah belajar untuk mentaati kehendak Allah hingga mati di kayu salib (Filipi 2:1-11; Yesaya 53; II Kor. 5:21). Saudara, apa yang begitu menghalangi Anda untuk tidak dapat belajar mentaati kehedak Allah dalam hidup imanmu? Sebagai seorang muda dapatkah Anda mengambil komitmen untuk menjaga kekudusan hidup dalam pergaulan hingga pernikahan? I kor. 6; I Tes. 3. 

Di tengah gaya hidup hedonisme saat ini. Sebagai suami dan istri, dapatkah anda menjaga kekudusan pernikahan dengan setia kepada pasangan nikah anda hingga maut memisahkan? Sebagai seorang pekerja, apakah dapat mencukupkan diri dengan gaji yang diperoleh dengan tidak mengambil apa yang menjadi miliknya? Ada begitu banyak implikasi praktis yang dapat dihubungkan dengan kehidupan setiap hari. Namun kiranya ketaatan Kristus menjadi kekuatan dalam menjalani hari-hari hidup yang penuh dengan pilihan (Roma 12:1-2).