Translate

Pilar Kebahagiaan Dalam Keluarga Kristen

Pilar kebahagiaan dalam keluarga Kristen – Rasul Petrus dalam konteks interaksi sosial di dalam tubuh Kristus menulis: “Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati, dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat” – 1 Petrus 3:8-9

Ada dua aspek penting yang dikemukakan oleh rasul Petrus dalam bagian firman Allah tersebut, yaitu: pertama, aspek positif, antara lain seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati, dan saling memberkati. Nilai-nilai hidup sebagai pengikut Kristus sebagaimana dikemukakan oleh rasul Petrus haruslah dipupuk, dijaga dan dipelihara supaya bertumbuh subur di dalam kehidupan kita sebagai keluarga Allah secara universal dan khususnya di dalam keluarga kita masing-masing; kedua, apsek negative, antara lain jangan membalas jahat dengan jahat, caci maki dengan caci maki. 

Hal-hal tersebut merupakan virus yang bila dibiarkan akan menjadi penyakit kronis yang bisa menghambat, merusak dan membunuh serta mematikan relasi sosial di antara tubuh Kristus pada umumnya dan secara khusus kehidupan keluarga. Perilaku demikian akan merenggut kebahagiaan dalam keluarga kita dan juga mematahkan pilar-pilar di dalam rumah tangga kita.

Pilar kebahagiaan dalam keluarga kita harus dijaga, dipelihara, dipupuk dan ditumbuh-kembangkan secara konsisten oleh suami, istri, dan anak-anak. Mengapa? Karena ada ancaman baik dari dalam keluarga, yaitu sifat egois atau mementingkan diri sendiri, selalu menuntut untuk diperhatikan dan diutamakan dan lain sebagainya. Juga ada ancaman dari luar yaitu godaan-godaan duniawi yang akan berusaha untuk menarik minat dan perhatian setiap anggota keluarga, kesenangan duniawi, dan lain sebagainya. Semua hal itu berpotensi untuk merusak pilar kebahagiaan di dalam rumah tangga kita.

Pertanyaan penting yang harus diajukan ialah: “Apa upaya untuk mempertahankan pilar kebahagiaan dalam keluarga kita?” Berdasarkan catatan Alkitab, maka ada beberapa cara yang dapat kita upayakan supaya pilar kebahagiaan dalam keluarga kita tetap kuat, yaitu:


1. Upayakan supaya isteri senantiasa tunduk kepada suami.
Tunduk kepada suami bukanlah hal yang gampang dilakukan oleh setiap istri karena istri juga memiliki sifat ego di dalam dirinya, apalagi bila suaminya itu selalu menuntut. Itu sebabnya point penting dan terutama yang seharusnya dilakukan oleh seorang istri ialah mengupayakan supaya senantiasa tunduk kepada suaminya. 

Istri yang senantiasa tunduk kepada suami merupakan wujud ketaatannya kepada perintah Tuhan. Terkait dengan hal itu, rasul Petrus menulis: “Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu” – 1 Petrus 3:1-2.

Ada nilai positif dan keuntungan berlipat yang akan diterima oleh seorang istri ketika ia senantiasa tunduk kepada suaminya. Keuntungan berlipat dimaksud ialah: pertama, pilar kebahagiaan dalam keluarga atau rumah tangganya tetap kuat; kedua, ada pertobatan yang akan dialami oleh seorang suami yang tidak taat kepada firman Tuhan; ketiga, kehidupan rohani sang istri bertumbuh dan berdampak bagi kehidupan seisi rumahnya. Dengan demikian, istri yang senantiasa tunduk kepada suami akan menuai hasil dari ketundukannya itu. Karena firman Tuhan menegaskan bahwa apa yang kita tabur, itu juga yang akan kita tuai – Galatia 6:6-9.

2. Upayakan supaya suami senantiasa menghormati isteri.
Pada umumnya suami seantiasa menuntut supaya dirinya dihormati oleh isterinya. Tuntutan tersebut cukup beralasan karena suami itu kepala, dan pemimpin dalam keluarga. Selain itu, suami memiliki kadar ego yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan istrinya. Itu sebabnya kebanyakan suami sangat sulit untuk menghormati istrinya. Kendati demikian, bukan berarti tidak bisa. Rasul Petrus menulis: “Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang” – 1 Petrus 3:7.

Berdasarkan firman Tuhan di atas, maka ada beberapa hal mendasar yang membuat suami harus mengupayakan supaya senantiasa menghormati istrinya, yaitu: pertama, menghormati istri merupakan perintah Tuhan, sehingga tidak ada alasan bagi suami untuk menolak melakukan hal itu; kedua, menghormati isteri menunjukkan bahwa seorang suami itu adalah seorang yang bijaksana; ketiga, kodrat istri sebagai kaum yang lebih lemah, sehingga harus didukung oleh suami dengan cara menghormatinya sehingga istri memiliki kepercayaan diri yang tinggi; keempat, dengan menghormati isteri ada jaminan dari Tuhan bahwa doa seorang suami akan didengar dan dijawab oleh Tuhan; kelima, menghormati isteri yang dilakukan oleh suami merupakan wujud kesamaan hak di hadapan Tuhan yaitu sebagai pribadi yang menerima warisan hidup yang kekal dalam kasih karunia Tuhan Yesus Kristus. Dengan demikian, suami yang berupaya untuk senantiasa menghormati istrinya akan membuat pilar kebahagiaan dalam keluarganya semakin kuat, solid dan berdampak positif yaitu Allah dimuliakan dan berkat menjadi bagi keluarganya.

3. Upayakan supaya suamit-istri memiliki kesatuan hati.
Poin pertama seperti dijelaskan di atas merupakan tanggung jawab personal dari istri kepada suaminya. Dan poin kedua seperti dipaparkan di atas adalah tanggung jawab seorang suami kepada istrinya. Poin ketiga ini merupakan sikap bersama antara suami dan istri di dalam upaya untuk menjaga pilar kebahagiaan dalam keluarga atau rumah tangganya. Suami istri harus berupaya untuk senantiasa memiliki kesatuan hati dalam menjaga pilar kebahagiaan rumah tangganya. 

Patut diakui bahwa masing-masing (suami-istri – red) memiliki selera yang berbeda, perspektif yang tidak sama satu dengan yang lainnya. Perbedaan selera dan pola pandang tersebut berpotensi untuk terjadinya konflik. Oleh karena itu, untuk meminimalisir potensi konflik karena perbedaan selera dan sudut pandang tersebut, maka suami-istri harus berupaya untuk senantiasa memiliki kesatuan hati. 

Terkait dengan hal itu, rasul Petrus menulis demikian: “Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati, dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat” – 1 Petrus 3:8-9.

Kesatuan hati antara suami-isteri merupakan elemen penting dalam menjaga pilar kebahagiaan dalam keluarga. Kesatuan hati antara suami-istri merupakan kunci pembuka berkat Tuhan bagi keluarga atau rumah tangganya dan sekaligus menjadi kunci penutup terhadap setiap bentuk permasalahan yang mencoba untuk melemahkan pilar kebahagiaan dalam keluarga. Kesatuan hati merupakan kekuatan untuk menangkal setiap bentuk serangan dari si jahat untuk menghancurkan keluarga atau rumah tangganya.