Translate

Motif Utama Dalam Berkurban Bagi Sesama

Motif utama dalam berkorban bagi sesama – Salah satu peristiwa penting yang diabadikan di dalam Perjanjian Baru terkait dengan berkorban bagi sesama ialah kisah tentang orang Samaria yang murah hatinya. Cerita tentang orang Samaria yang murah hati ini merupakan salah satu pengajaran yang disampaikan oleh Tuhan Yesus untuk menggugah sikap solidaritas sosial kita terhadap sesama yang menderita dan membutuhkan uluran tangan dan bantuan kita guna meringankan bebannya. Selain itu, pengajaran Tuhan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati merupakan upaya Tuhan Yesus untuk mengoreksi hidup keberagamaan para ahli Taurat yang egosentris dan ajaran keagamaan yang hanya formalitas dan penuh legalitas namun lemah dalam tataran praktis atau kurang diimplementasikan secara total dalam kehidupan sosial kemanusiaan.

Pertanyaan penting yang harus diajukan ialah: “Apa sesungguhnya motif utama yang mendorong kita untuk berkurban bagi sesama?” Berdasarkan pengajaran Tuhan Yesus di dalam Injil Lukas 10:25-37, maka kita menemukan ada beberapa motif utama ketika berkorban bagi sesama, yaitu:

1. Motif belas kasihan.
Dokter Lukas terkait dengan motif kasih sebagai landasan utama dalam berkorban bagi sesama menulis demikian: “Lalu datanglah seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan” – Lukas 10:33.
Langkah awal dari seorang yang ingin rela berkorban bagi sesamanya adalah dengan belas kasihan yang mula-mula muncul dalam hatinya. Belas kasihan itu muncul karena melihat kebutuhan. Biasanya orang yang merasa bahwa dirinya juga membutuhkan orang lain, lebih mudah untuk tergerak hatinya. Berbeda dengan orang yang congkak, ia merasa dapat memenuhi segala kebutuhannya sendiri.


Sebagai pengikut Tuhan Yesus, kita seharusnya memiliki kepekaan sosial dan ketajaman rohani untuk melihat kebutuhan dari sesama yang ada di sekitar kita yang membutuhkan bantuan kita. Kita bisa memiliki belas kasihan karena terasah oleh situasi dan kondisi sosial yang mengalami penderitaan. Belas kasihan kita tidak akan muncul bila kita berada dalam kondisi yang serba ada dan dalam zona nyaman kita. Belas kasihan kita akan hidup hanya bila kita diperhadapkan dengan pergumulan dan penderitaan sesama. Itu sebabnya ketika kita berada dan dihadapkan dengan sesama yang menderita, sesungguhnya itulah cara Tuhan supaya belas kasihan kita terasah, peka dan tajam untuk memberi bantuan kepada sesama yang sedang menderita.

Itu sebabnya rasul Yakobus dalam pimpinan Roh Kudus menulis: “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku" – Yakobus 2:14-18.

2. Motif empati.
Dokter Lukas dalam Injilnya terkait dengan motif empati menulis: “Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya” – Lukas 10:34.

Tergerak oleh belas kasihan rupanya belum cukup. Orang Samaria ini kemudian berpindah dari wilayah ‘tergerak’ menuju wilayah ‘bergerak’. Ia tidak hanya berkata, “Oh… kasihan…” tetapi pergi untuk membalut luka-luka orang yang dirampok itu. Lalu membawa orang yang menderita dengan ambulancenya atau kendaraannya yaitu keledai tunggangannya. Selanjutnya ia mencari tempat terbaik, rumah sakit terbaik dan penginapan berkualitas, lalu ia merawat orang yang menderita. Dimotivasi oleh kepedulian atau sikap empati yang dalam membuat orang Samaria ini melayani dan berkorban bagi sesamanya secara total. Dia tidak tidak melakukannya dengan setengah hati, tetapi ia melakukannya dengan sepenuh hati.

Kebanyakan kita merasa melakukan sesuatu ketika hati kita disentuh oleh belas kasihan. Sebenarnya itu barulah sebuah dasar simpati yang harus dilanjutkan dengan tindakan nyata. Rasul Paulus dalam pimpinan Roh Kudus menulis dalam suratnya kepada jemaat yang ada di kota Kolose, demikian: “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” – Kolose 3:23. Jadi, pada saat kita berkorban bagi sesama yang menderita, lakukanlah itu dengan motif utama yaitu empati. Berkorbanlah secara total, jangan setengah hati. Gunakan prinsip dasar yang diajarkan oleh rasul Paulus, yaitu ketika kita berkorban kita sedang melakukan hal itu untuk Tuhan dan bukan manusia. Dengan demikian, maka kita akan selalu memberi yang terbaik bagi sesama.

3. Motif tanggung jawab kemanusiaan.
Dokter Lukas dalam Injilnya terkait dengan motif kemanusiaan menulis: “Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali” – Lukas 10:35. Orang Samaria yang murah hati ini sungguh menunjukkan motif tanggung jawab kemanusiaan yang sejati. Ia tidak pergi dan meninggalkan begitu saja orang yang menderita itu. Ia tidak melepaskan tanggung jawab kepada pihak lain. Kesempatan untuk berkorban bagi sesama digunakan secara benar, bijak dan bertanggung jawab. Ia sadar bahwa dirinya sudah diberkati oleh Tuhan. Dan sekarang momentum untuk menabur atau menjadi saluran berkat bagi sesama yang menderita.

Orang Samaria yang murah hati ini memberi dua dinar kepada pemilik penginapan dengan pesan yang jelas yaitu pemilik penginapan harus merawat. Di sini kita melihat, ia mendelegasikan atau melibatkan pihak lain untuk melanjutkan pelayanannya kepada sesama yang menderita. Ia tahu bahwa ada tugas lain yang harus diselesaikannya, tetapi ia tidak mengabaikan sesamanya yang menderita. Jika dua dinar tidak cukup sehingga pemilik penginapan harus mengeluarkan uangnya untuk merawat sesama yang menderita, ia bertanggung jawab untuk menggantikannya.

Kita sudah diberkati oleh Tuhan dalam berbagai hal khususnya secara ekonomi. Dan ketika ada sesama yang menderita, maka itulaha momentum bagi kita untuk menjadi berkat bagi sesama. Jangan sia-siakan kesempatan itu dan lakukanlah secara maksimal, sebagai bukti tanggung jawab kemanusiaan kita kepada sesama yang membutuhkan pertolongan kita.