Translate

Kesepakatan Dalam Keluarga Kristen

Kesepakatan dalam keluarga Kristen - Setiap kali terjadi pergantian tahun, pada umumnya semua keluarga melakukan evaluasi tentang apa yang sudah dilakukan, dan membuat rencana serta memperbaharui komitmen di tahun yang baru. Proses ini membantu setiap keluarga  untuk menyiapkan diri memasuki tahun baru dengan pengharapan-pengharapan dan komitmen supaya bisa menjalani kehidupan dengan lebih baik sesuai dengan panggilan hidup masing-masing.

Supaya semua rencana dan komitmen tersusun sesuai kehendak Tuhan dan bisa terlaksana dengan baik, kita harus menempatkan Kristus sebagai pusat, termasuk pusat dari keluarga dan pusat dari relasi kita dengan pasangan. Tantangannya adalah bagaimana suami-istri dapat bersepakat dan bersehati, sehingga rencana-rencana yang sesuai dengan kehendak Tuhan tersebut Tuhan buat menjadi berhasil.

Tuhan menghendaki agar kita menjalani hidup dalam prinsip kesepakatan dan kesehatian, baik dalam membangun keluarga dan terlebih dengan pasangan, seperti yang ditulis dalam Amos 3:3, "Apakah dua orang dapat berjalan seiring kalau tidak bersehati?". Sayangnya, kondisi pernikahan hari ini sangat memprihatinkan, karena justru begitu banyak keluarga lupa menerapkan atau bahkan mengabaikan prinsip penting ini, sehingga timbul konflik karena beda pendapat, putusnya komunikasi, dan bahkan banyak yang berakhir dengan perceraian.

Apakah Kesepakatan Itu?
Kesepakatan menurut Alkitab adalah keharmonisan bersama yang menciptakan suatu simfoni. Penulis Injil Matius dalam pimpinan Roh Kudus terkait dengan kesepakatan dalam keluarga Kristen, menulis demikian: "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga" - Matius 18:18-19.

Kondisi harmonis dalam keluarga Kristen terjadi ketika pasangan (suami-istri) melebur bersama dan saling menguatkan, sehingga kesatuan itu membentuk sebuah simfoni yang indah. Ini dapat terjadi jika perbedaan dalam kepribadian dimanfaatkan untuk saling melengkapi, bukannya untuk saling menyerang. Keharmonisan ini dapat digambarkan sebagai sepatu:

1) Bentuknya tidak persis sama, namun serasi.
2) Saat berjalan tidak pernah kompak persis berdampingan, tetapi satu tujuan.
3) Tidak pernah bertukar posisi, namun saling melengkapi.
4) Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, selalu sederajat.
5) Jika yang satu hilang, yang lain tidak berarti.


Ketika konflik terjadi di dalam relasi suami-istri, masing-masing pihak cenderung mempertahankan ego dan memandang pasangan sebagai "musuh". Kita sungguh tertipu, karena yang seharusnya menjadi musuh bersama suami-sitri adalah Iblis, bukan satu sama lain.

Tuhan memberikan pasangan yang sepadan, berarti cocok dan tepat untuk saling menolong. Penulis kitab Pengkhotbah dalam pimpinan Roh Kudus, terkait dengan hal tersebut (cocok dan tepat), menulis: "Dua orang lebih baik dari seorang diri karena kalau mereka jatuh, yang seorang akan mengangkat temannya. Juga kalau tidur berdua, mereka menjadi panas dan bila seorang dapat dialahkan, dua orang dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan" - Pengkhotbah 4:9-12. Bagian firman Tuhan tersebut memberikan penjelasan tentang keuntungan dan dampak ketika pasangan suami-istri hidup saling menolong satu dengan yang lainnya.