3 LANGKAH MENYERAHKAN HIDUP KEPADA ALLAH
Perikop Matius 16:21-28 adalah sebuah cerita
yang bersambungan dengan perikop sebelumnya, dan ini juga menjadi latar
belakang dari perikop ini, diceritakan pada perikop sebelumnya yang di beri
judul Pengakuan Rasul Petrus, dimana pada perikop sebelumnya ini Rasul Petrus
mengakui Tuhan Yesus sebagai Mesias atau penyelamat,anak Allah yang hidup, dan
Tuhan Yesus pun mengakui bahwa perkataan ini dinyatakan oleh Bapa di sorga
sendiri lewat dia. Namun terjadi keraguan dan pertentangan di dalam pikiran
pada Rasul Petrus pada saat itu di Kaisarea, Filipi tersebut. Mengapa Tuhan
Yesus yang adalah Mesias harus menanggung penderitaan, dihina, dan disalibkan?
Padahal Mesias yang ada di dalam pola pikirnya, mesias adalah hidup kekal dan
tidak perlu mati untuk menyelamatkan manusia dan pada saat itu juga ada
pemikiran Yahudi yang menganggap mesias adalah penyelamat yang akan
menyelamatkan mereka dari segi politik, ekonomi, sosial. Juga ada satu motivasi
yang salah dari Petrus, dimana Petrus berpikir bila Yesus menjadi Mesias yang
dipikirkannya kelak, maka besarlah kemungkinan nantinya Petrus akan diangkat
menjadi “tangan kanan” sang Mesias, namun dengan definisi Mesias yang salah
menurutnya. Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa Petrus masih menuntut “Hak
Hidupnya” dalam mengikut Yesus sebagai rasul.
Inilah yang menjadi indikasi atau
menunjukan bahwa pikiran manusia
seringkali bertentangan dengan apa yang dipikirkan oleh Allah, sekalipun
menurut kita baik, tapi dihadapan Allah tidaklah baik sebagai contoh peritiwa
Petrus yang ditegor keras oleh Yesus (ay 23) – menurut kita baik, tapi ternyata
Yesus menegor Petrus sampai-sampai Petrus dikatakan Iblis. Pemikiran Allah adalah supaya
manusia mempunyai kehidupan yang kekal, itulah sebabnya Yesus Kristus datang ke
dunia (Yoh 10:10b). Oleh karena itu hidup yang adalah anugrah yang Dia berikan
kepada kita manusia berdosa, maka sepantasnyalah kita menyerahkan seluruh hak
hidup kita hanya kepada Tuhan.
Ada 3 langkah bagaimana kita dapat menyerahkan
segala hak hidup kita kepada Tuhan sesuai dengan firman Tuhan yang kita baca :
1. Mempunyai
pola pikir yang sama dengan pikiran Tuhan(Ayat
23).
Di dalam bahasa
Yunaninya yaitu“οὐφρονεῖς”
di dalam bahasa Inggrisnya adalah “better, mindest not,Thy thoughts and intents
are not of God, but of men” dan dapat diartikan ke
bahasa Indonesia maksudnya adalah, pikiran yang sangat berseberangan, berlawanan, sama
sekali tidak sama dengan
apa yang Tuhan pikirkan.
Lalu apa yang dimaksudkan dengan mempunyai pola
pikir yang sama dengan pikiran Tuhan? Maksudnya
adalah kita sebagai umat-umat pilihan Allah, orang-orang yang dikasihi-Nya dan
telah memperoleh keselamatan haruslah memikirkan perkara yang di atas, bukan yang di bumi (Kol 3:2).
Memikirkan
perkara-perkara yang di atas,
maksudnya apa saudara? Maksudnya
adalah memikirkan perkara-perkara di mana
pikiran kita bukan tertuju lagi kepada perkara duniawi, melainkan perkara-perkara
sorgawi. Perkara-perakara duniawi (Fil 3:19), maksdunya adalah perkara-perkara
yang menyangkut hawa nafsu manusia, kedagingan manusia, keinginan mata, dan keangkuhan
hidup.
Ada pepatah duniawi yang berkata “hidup untuk makan, makan untuk hidup”,
menurut anda mana yang benar? Mungkin
kita akan mengatakan bahwa yang kedua adalah yang benar, karena lebih
berfilosofis, namun keduanya adalah salah, dan inilah nilai-nilai yang sangat
salah dan sangat bertentangan dengan Firman Tuhan, karena kita memperoleh hidup
yang dari pada Tuhan dan hidup kita haruslah mempermuliakan nama Tuhan, bukan
memikirkan hal-hal duniawi. Perkara-perkara yang di atas maksudanya adalah
perkara sorgawi adalah perkara-perkara yang menyangkut kemuliaan Allah,
keselamatan, kasih karunia dan anugerah
yang daripada Allah yang telah kita lihat, kita rasakan, dan kita terima itu
haruslah kita mengucap syukur dan memberitakan
ke seluruh dunia, ke setiap orang, lalu selebihnya apa? Untuk mengetahui
lengkapnya, Firman Tuhanlah yang akan menerangkannya, untuk kita mengetahui apa saja
perkara-perkara sorgawi itu? Karena itu jadikanlah Firman Tuhan sebagai pedoman
hidup dan oleh karena itulah yang di inginkan oleh Allah atas kita.
2. Menyagkal
diri dan pikul salib (Ayat 24).
Menyangkal diri
maksudnya meninggalkan manusia lama dengan segala egoisme kita, karena egoisme
yang dimiliki manusia yang menjadikan manusia sombong dan angkuh. Dan inilah
yang membuat manusia merasa bahwa dialah Tuhan atas hidupnya, dia bisa
menguasai dan memperoleh segala sesuatunya yang ada di dunia ini hanya dengan
pikiran dan usahanya, inilah yang menjadi salah satu nilai dasar dari adanya
atheisme dan new age movement yang sangat gencar sekali menggrogoti iman
kekristenan dewasa ini.
Segala sesuatu menjadi relatif, termasuk Firman Tuhan
dengan semua nilai kebenaranya yang adalah mutlak adanya yang diilhamkan oleh
Allah melalui manusia dianggap adalah hanya sebuah kitab biasa yang dianggap
kumpulan dongeng dan nilai-nilai keadilan dan kebenarannya adalah palsu, karena
sangat tidak real dengan keadaan dunia saat ini, dan yang menjadi dasar nilai
yang terdalam ateisme adalah, tidak menginginkan keberadaan Allah menjadi
ancaman atas diri-Nya dan untuk menandinginya, dan ateisme dicetuskan oleh
seorang pujangga Rusia yang namanya Fyodor Dostoyevsky melalui sastranya di
dalam buku “The Brothers From Kalamazoo”, dan di situ ada satu kalimat yang
bertuliskan “if that is no God, i can do everything”, di sinilah dapat kita
lihat bahwa egosime manusia membuat manusia jauh dari pada Tuhan.
Karena kita harus menyadari bahwa
hidup yang kita peroleh ini adalah dari pada Tuhan dan tidak ada sama sekali
yang patut kita banggakan dari dunia ini dan hidup kita ini adalah sebuah
proses yang harus kita jalani, dan inilah yang dimaksud dengan menyangkal diri
dan pikul salib. Salib adalah lambang penderitaan maksudnya untuk melawan dosa,
berperang melawan iblis, dan kuasa-kuasa kegelapan, menanggung kebencian
terhadap ejekan dunia seperti dialami Yesus diejek, dan dianaya dunia agama.
3. Tidak
Menyayangkan Nyawa (Ayat 25-26)
Kehilangan nyawa
adalah suatu ungkapan yang cukup menggetarkan untuk didengar, karena nyawa
adalah unsur terpenting dari manusia, dan menjadi akhir dari kehidupan manusia,
menjadi klimaks atau puncak dari setiap perjuangan dan jerih lelah hidup yang
telah di tempuh. Namun inilah yang terlebih dahulu Tuhan berikan kepada kita,
agar kita yang percaya kepadanya beroleh hidup yang kekal, dan ini pulalah yang
dituntut Tuhan atas kita, karena dia tahu bahwa nyawa adalah unsur penting bagi
kita.
Karena itu Tuhan mau yang terpenting dari hidup kita sekalipun diberikan
untuk-Nya, karena hidup yang kita miliki adalah sementara dan fana, namun hidup
yang diberikan-Nya adalah hidup yang kekal, memang ini akan kita capai sesuai
dengan tingkat kerohanian tertentu, dan pastinya yang dewasa, namun ini memang
benar-benar dituntut oleh Tuhan dari kita. Yesus berkata: “Siapa yang mau
menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya”
(Ayat 25; Markus 6:35).
Nyawa tidak bisa
dibayar-ditebus dengan harta seisi dunia (Ayat 26). Dan inilah yang juga
benar-benar harusnya menjadi cara pandang kita dalam mensyukuri anugrah hidup
yang diberikan Tuhan kepada kita, bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini
tidak bisa menebus atau membayar hidup kita, namun hanya dengan Pengorbanan
Tuhan Yesus di kayu saib lah satu-satunya yang dapat menebus dan membayar lunas hidup kita dari setiap
sanksi maut dari dosa-dosa kita.
“HIDUP ITU LAYAKNYA
BUNGA MAWAR, MAWAR MEMANGLAH INDAH, TAPI JANGANLAH MENGGENGGAMNYA KUAT, KARENA BILA DILAKUKANNYA, MAKA KITA BISA LUPA
AKAN KEINDAHANNYA.”
Sumber:
Stevanus Samosir, S.Th.
Post a Comment for "3 LANGKAH MENYERAHKAN HIDUP KEPADA ALLAH"