Hidup Baru di Tengah Dunia Lama - Khotbah Kristen
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hidup Baru di Tengah Dunia Lama

Hidup Baru di Tengah Dunia Lama ~ “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:1–2)

Ada sebuah kisah tentang seekor kupu-kupu yang baru keluar dari kepompongnya. Dunia di sekitarnya tetap sama — penuh debu, panas, dan serangga lain yang sibuk dengan kehidupannya. Namun, kupu-kupu itu berbeda. Ia bukan lagi ulat yang merayap di tanah, melainkan makhluk baru yang bisa terbang di atasnya. Ia hidup di dunia lama, tapi dengan cara hidup yang baru.

Begitulah hidup orang percaya. Dunia ini belum berubah — masih penuh dosa, egoisme, dan keserakahan. Namun, kita yang telah ditebus Kristus dipanggil untuk hidup baru di tengah dunia lama.

I. Hidup Baru Dimulai dengan Persembahan Diri kepada Allah (Roma 12:1)

Paulus memulai dengan kata, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah....” Kata “karena itu” menunjuk kepada seluruh kebenaran yang sudah dijelaskan dalam pasal-pasal sebelumnya tentang kasih karunia Allah dalam keselamatan. Hidup baru tidak dimulai dari niat baik manusia, tapi dari respon terhadap kasih karunia Allah.

1. Persembahan yang hidup

Paulus memakai istilah “persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup”. Dalam bahasa Yunani, kata “persembahkan” adalah paristēmi (παρίστημι), artinya “menyerahkan sepenuhnya” atau “mempersembahkan secara total.” Artinya, hidup orang percaya bukan lagi miliknya sendiri, tetapi milik Allah.

Menurut teolog John Stott, “Persembahan tubuh berarti memberikan seluruh keberadaan kita — pikiran, hati, tangan, dan kaki — untuk melayani Allah dalam kehidupan sehari-hari”.[1]

Kita tidak mempersembahkan korban mati seperti dalam Perjanjian Lama, melainkan korban hidup: hidup yang aktif, dinamis, dan dipakai Allah. Hidup baru berarti hidup yang terus-menerus dipersembahkan kepada Allah, bukan sekadar pada saat ibadah Minggu, tapi dalam rutinitas harian.

2. Motivasi persembahan: kemurahan Allah

Paulus tidak memerintahkan dengan hukum, tapi menasihati dengan kasih: “demi kemurahan Allah.” Hidup baru adalah tanggapan syukur terhadap kasih yang telah kita terima, bukan usaha untuk mendapatkan kasih itu. Seperti dikatakan oleh Leon Morris, “Etika Kristen bukanlah legalisme, tetapi ekspresi ucapan syukur yang muncul dari hati yang telah ditebus”.[2] Hidup baru bukan kewajiban kaku, tapi gaya hidup kasih yang mengalir dari hati yang sudah diselamatkan.

II. Hidup Baru Ditandai dengan Penolakan terhadap Pola Dunia (Roma 12:2a)

Paulus melanjutkan, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini...” Kata serupa dalam bahasa Yunani adalah syschēmatizesthe (συσχηματίζεσθε), dari kata schēma yang berarti “bentuk luar” atau “pola.” Dunia memiliki pola berpikir dan sistem nilai yang menolak Allah: mengagungkan diri sendiri, harta, dan kekuasaan. Hidup baru berarti tidak mengikuti cetakan dunia lama.

1. Penolakan terhadap konformitas dunia

Dunia berkata, “Ikuti arus, supaya diterima.” Tapi Injil berkata, “Tolak arus, supaya menjadi terang.” Menjadi serupa dengan dunia berarti menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan kehendak Allah — seperti relativisme moral, hedonisme, dan materialisme.

Menurut William Barclay, “Orang Kristen dipanggil bukan untuk berbaur tanpa arah, tetapi untuk menjadi garam yang memberi rasa dan terang yang memberi arah”.[3] Artinya, kita boleh hidup di dunia, tetapi dunia tidak boleh hidup di dalam kita.

2. Identitas yang berbeda

Hidup baru tidak hanya menolak yang jahat, tetapi menampilkan identitas yang baru di dalam Kristus. Paulus menegaskan dalam 2 Korintus 5:17, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang!” Identitas kita bukan lagi ditentukan oleh standar dunia — seperti status sosial, pekerjaan, atau popularitas — melainkan oleh hubungan kita dengan Kristus.

Seorang teolog Indonesia, Stephen Tong, menulis: “Kekristenan sejati bukan sekadar moralitas, tetapi transformasi total oleh Roh Kudus yang menghasilkan gaya hidup baru yang berbeda dari dunia”.[4] Hidup baru berarti menolak tekanan dunia untuk kembali ke pola lama, dan berani menjadi berbeda demi Kristus.

III. Hidup Baru Dihasilkan oleh Pembaruan Pikiran (Roma 12:2b)

Paulus berkata, “...tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah....”
Kata “berubahlah” dalam bahasa Yunani adalah metamorphousthe (μεταμορφοῦσθε), dari mana kita mendapatkan kata metamorfosis. Ini menunjukkan perubahan dari dalam ke luar — seperti ulat menjadi kupu-kupu.

1. Perubahan oleh Roh Kudus

Pembaruan pikiran bukan sekadar berpikir positif atau belajar lebih keras, tetapi hasil karya Roh Kudus yang memperbarui batin kita.
Efesus 4:23 menegaskan, “Supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu.”

Menurut teolog Douglas Moo, “Transformasi batiniah ini hanya mungkin terjadi bila pikiran orang percaya dikendalikan oleh firman Allah dan dipimpin oleh Roh Kudus”.[5] Hidup baru berarti memiliki mindset surgawi di dunia yang penuh pola pikir duniawi.

2. Mengenal kehendak Allah

Tujuan pembaruan pikiran adalah supaya kita dapat membedakan kehendak Allah, yaitu “apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Artinya, pembaruan pikiran membuat kita peka terhadap kehendak Allah dalam setiap keputusan.

Charles Ryrie menjelaskan, “Pikiran yang diperbarui oleh Firman tidak lagi menimbang segala sesuatu dari sudut pandang manusia, tetapi dari perspektif Allah”.[6] Ketika pikiran diperbarui, kita tidak lagi menilai hidup berdasarkan untung-rugi, tetapi berdasarkan “apakah ini berkenan kepada Tuhan?”

Hidup baru di tengah dunia lama bukanlah perkara mudah. Dunia menarik kita kembali pada pola lamanya — kompromi, ego, dan kenyamanan. Namun, melalui kasih karunia Allah, kita bisa tetap hidup sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada-Nya.

1.    Persembahkan hidupmu sepenuhnya kepada Allah. Bukan sebagian, tapi seluruh keberadaanmu.

2.    Jangan serupa dengan dunia. Dunia akan menekanmu untuk kembali ke pola lama, tapi kamu dipanggil untuk hidup berbeda.

3.    Izinkan Roh Kudus memperbarui pikiranmu setiap hari. Supaya kamu mengenal dan melakukan kehendak Allah dengan sukacita.

Seperti kupu-kupu yang terbang di atas debu dunia, demikian pula kita — makhluk baru yang hidup dengan cara hidup baru. Dunia mungkin lama, tapi hati dan pikiran kita diperbarui setiap hari dalam Kristus.


[1] John Stott, Romans: God’s Good News for the World (Downers Grove: InterVarsity Press, 1994), 326.

[2] Leon Morris, The Epistle to the Romans (Grand Rapids: Eerdmans, 1988), 439.

[3] William Barclay, The Letter to the Romans (Philadelphia: Westminster Press, 1975), 168.

[4] Stephen Tong, Hidup Kristen Sehari-hari (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 2012), 45.

[5] Douglas J. Moo, The Epistle to the Romans (Grand Rapids: Eerdmans, 1996), 760.

[6] Charles C. Ryrie, Basic Theology (Chicago: Moody Press, 1999), 342.


Post a Comment for "Hidup Baru di Tengah Dunia Lama"