Tenanglah, Tuhan Gembala Kita
Tenanglah, Tuhan Gembala Kita ~ Landasan firman Tuhan untuk tema tenanglah, Tuhan gembala kita, diambil dari kitab Mazmur. Demikianlah firman Tuhan, “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku” (Mazmur 23:1).
Pagi hari adalah pendahuluan, awal mula atau permulaan dari segala sesuatu yang kita Jalani dan hadapi. Saat matahari mulai menyinari bumi, ketika alarm berdering, ketika kokok ayam terdengar dan saat burung berkicau, kita diingatkan bahwa kasih setia Tuhan selalu baru setiap pagi (Ratapan 3:23). Banyak orang memulai hari dengan kecemasan: tentang pekerjaan, tentang kebutuhan keluarga, bahkan tentang masa depan.
Namun Daud dalam Mazmur 23:1 memberi kita sebuah deklarasi iman: “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.”
Daud menulis mazmur ini bukan di tengah kenyamanan istana, tetapi dalam pengalaman hidup sebagai gembala dan juga dalam tekanan hidup sebagai raja yang dikejar musuh. Kesadarannya jelas: tanpa Tuhan, hidup penuh kekurangan. Tapi bersama Tuhan sebagai Gembala, pagi ini pun kita bisa berjalan dengan iman, sukacita, dan rasa aman. Mengapa kita harus tetap tenang dalam menjalani hidup hari ini? Ada beberapa hal penting perlu kita pahami, yaitu:
Bagian 1: Karena Kita Tidak Kekurangan sebab ada
Tuhan sebagai Sumber Segalanya
Mazmur 23:1 – “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.”
Daud menggunakan metafora gembala untuk menggambarkan relasi Allah dengan umat-Nya. Dalam konteks dunia Timur Dekat kuno, gembala adalah figur yang sangat dekat dengan dombanya—bukan sekadar pemilik, tapi pelindung, penyedia, dan penuntun hidup.
Seorang teolog Indonesia, Yakob Tomatala, menulis bahwa gambaran Tuhan sebagai Gembala adalah simbol kasih yang total, perlindungan yang penuh, dan pemeliharaan yang tidak terbatas.¹ Dengan kata lain, “takkan kekurangan aku” bukan berarti hidup tanpa masalah, melainkan hidup yang selalu dipelihara Tuhan dalam segala kebutuhan esensialnya.
John Stott pernah menekankan, Allah tidak selalu memberi apa yang kita inginkan, tetapi selalu menyediakan apa yang kita perlukan untuk menjalani kehendak-Nya.² Kekurangan hanya terjadi jika kita mengandalkan diri, bukan Gembala.
Setiap pagi kita bisa berkata, “Tuhan, Engkau adalah Gembalaku.” Itu artinya kita menaruh iman penuh bahwa hari ini akan tercukupi. Bukan karena gaji, bukan karena relasi, tetapi karena Sang Gembala Agung yang memelihara.
Kekurangan sering lahir dari rasa takut dan serakah. Tapi bersama Gembala, kita belajar mencukupkan diri dan hidup dengan damai. Seperti kata Paulus dalam Filipi 4:19: “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.”
Bagian 2: Karena
Tuhan Memimpin dan Memelihara Kita dengan Sempurna
Mazmur 23:2 – “Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia
membimbing aku ke air yang tenang.”
Gembala yang baik tidak hanya melindungi, tetapi juga tahu tempat terbaik bagi domba-dombanya. Rumput hijau melambangkan kesegaran, pemulihan, dan kelimpahan rohani. Air yang tenang melambangkan kedamaian batin yang lahir dari hadirat Allah.
Seorang teolog kontemporer, Warren W. Wiersbe, menulis: “Ketika Allah memimpin kita ke rumput hijau dan air tenang, itu bukan sekadar penyegaran fisik, tetapi juga pemulihan rohani yang membawa kita lebih dalam mengenal-Nya.”³
Sedangkan Eka Darmaputera, seorang teolog Indonesia, menegaskan bahwa gembala yang baik bukan hanya membawa domba ke tempat makanan, tetapi juga mengajar domba untuk percaya bahwa sumber kehidupan ada pada penyertaan gembala.⁴
Pagi ini, sebelum kita mulai berlari dengan agenda padat, Tuhan ingin menuntun kita ke “rumput hijau”—yaitu firman-Nya. Setiap kali kita membuka Alkitab, itu ibarat domba yang sedang diberi makanan segar.
Doa pagi pun ibarat air yang tenang. Dalam doa, jiwa kita yang resah dipulihkan, hati kita yang cemas ditenangkan. Tanpa firman dan doa, kita seperti domba yang kelaparan. Tapi bersama Sang Gembala, kita disegarkan untuk menjalani hari dengan penuh semangat.
Bagian 3: Karena
Ada Sang Gembala yang Menjamin Keamanan Kita
Mazmur 23:4 – “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu itulah yang menghibur aku.”
Kehidupan selalu membawa kita melewati “lembah kekelaman”: masalah, sakit, konflik, tekanan kerja. Namun janji Tuhan jelas: “Engkau besertaku.” Kata “gada” dan “tongkat” adalah simbol perlindungan dan pengendalian. Gada dipakai untuk melawan musuh, tongkat dipakai untuk menuntun domba agar tetap di jalan yang benar.
Seorang teolog Indonesia, Stephen Tong, berkata: “Perlindungan Tuhan bukan berarti bebas dari bahaya, tetapi kehadiran-Nya membuat kita kuat menghadapi bahaya.”⁵ Sementara A.W. Tozer menambahkan: “Domba tidak takut karena kehadiran gembala lebih besar daripada ancaman di sekitarnya.”⁶
Pagi ini kita mungkin menghadapi deadline, meeting penting, atau bahkan masalah keluarga. Tetapi ingat: Tuhan adalah Gembala kita. Kehadiran-Nya memberi rasa aman. Dunia boleh penuh ancaman, tetapi kita punya alasan untuk berkata, “Aku tidak takut.”
Ketika rasa cemas datang, katakan dalam doa: “Tuhan, Engkau gembala yang berjalan bersamaku hari ini.” Dengan keyakinan itu, kita melangkah bukan dengan rasa takut, melainkan dengan iman yang teguh.
Mazmur 23 adalah deklarasi iman yang relevan setiap pagi. Tuhan adalah Gembala yang: Menjamin kita tidak berkekurangan. Memimpin kita ke padang rumput hijau firman-Nya. Menyertai kita melewati lembah kekelaman dengan perlindungan dan penghiburan. Jadi, mulai pagi ini, jangan biarkan hati kita dikuasai kecemasan. Bangunlah dengan iman: Tuhan adalah Gembala pagi ini.
Catatan Kaki
1.
Yakob Tomatala, Teologi Kepemimpinan Kristen,
Jakarta: Metanoia, 2016, hlm. 145.
2. John Stott, The Contemporary Christian,
InterVarsity Press, Downers Grove, 2017, hlm. 202.
3. Warren W. Wiersbe, Be Worshipful: Psalms 1–89,
Colorado Springs: David C. Cook, 2015, hlm. 122.
4. Eka Darmaputera, Mazmur dalam Kehidupan Iman
Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018, hlm. 89.
5. Stephen Tong, Mazmur: Nyanyian Jiwa dan Doa Umat
Allah, Jakarta: Reformed Injili Press, 2019, hlm. 211.
6. A.W. Tozer, The Pursuit of God, Chicago: Moody
Press, 2015, hlm. 78.
Post a Comment for "Tenanglah, Tuhan Gembala Kita"