Merdeka dalam Kristus: Bukan untuk Hidup Sesuka Hati, Tapi untuk Hidup dalam Kebenaran
Merdeka dalam Kristus: Bukan untuk Hidup Sesuka Hati, Tapi untuk Hidup dalam Kebenaran ~ Landasan firman Tuhan untuk tema Merdeka dalam Kristus bukan untuk hidup sesuka hati tapi untuk hidup dalam kebenaran diambil dari surat Galatia. “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan” (Galatia 5:1).
Hari kemerdekaan sering kali dirayakan dengan penuh sukacita karena menandai lepasnya suatu bangsa dari penjajahan. Namun, bagaimana dengan kemerdekaan rohani? Banyak orang hidup seakan-akan merdeka, tetapi sesungguhnya masih diperbudak oleh dosa, rasa bersalah, luka masa lalu, atau sistem keagamaan yang legalistik.
Melalui karya salib-Nya, Kristus memberikan kemerdekaan sejati yang tidak bisa diberikan oleh dunia. Kemerdekaan dalam Kristus bukanlah izin untuk hidup sembarangan, tetapi kuasa untuk hidup dalam kebenaran. Khotbah ini akan mengajak kita menyelami makna, tujuan, dan aplikasi praktis dari kemerdekaan rohani tersebut.
Satu, Kristus
Memberi Kemerdekaan Sejati dari Perbudakan Dosa
Yohanes 8:36, “Jadi apabila Anak itu
memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka”. Kemerdekaan dalam Kristus
bukan hanya sekadar status rohani, tetapi realitas yang membebaskan kita dari
kuasa dosa. Dosa bukan hanya kesalahan, tetapi sebuah kuasa perbudakan yang
menuntun manusia pada kehancuran. Manusia tidak bisa melepaskan diri dari jerat
dosa dengan kekuatannya sendiri.
Namun melalui pengorbanan Kristus, dosa tidak lagi berkuasa atas hidup kita.
Rasul Paulus menulis dalam Roma 6:14: “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia”.
Dr. John Stott menyatakan, “Kemerdekaan Kristen adalah kebebasan dari kuasa dosa dan kebebasan untuk melakukan kehendak Allah. Kristus tidak membebaskan kita untuk hidup dalam dosa, tetapi untuk bebas dari dosa.”1
Kemerdekaan ini bukan hanya dari dosa, tetapi juga dari hukuman dosa dan rasa bersalah yang sering menghantui manusia. Kita yang ada dalam Kristus tidak lagi berada di bawah kutuk, melainkan dalam naungan kasih karunia.
Dua, Kemerdekaan
dalam Kristus Membebaskan dari Legalisme dan Mengarah pada Kasih
Galatia 5:13, “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih”.
Banyak orang Kristen keliru memahami kemerdekaan sebagai kebebasan mutlak tanpa batas. Akibatnya, mereka hidup sesuka hati dengan dalih “sudah diselamatkan oleh anugerah.” Di sisi lain, ada pula yang kembali terjebak dalam legalisme—menganggap perbuatan baik sebagai syarat keselamatan.
Rasul Paulus mengingatkan jemaat Galatia agar tidak kembali ke dalam sistem keagamaan yang mengikat, tetapi juga tidak menggunakan kasih karunia sebagai dalih untuk hidup dalam kedagingan.
Roma 6:1-2 berkata, “Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?”
Pdt. Dr. Stephen Tong menegaskan, “Anugerah Allah bukanlah tiket gratis untuk hidup sembarangan. Justru karena kita menerima anugerah, kita harus lebih bersungguh-sungguh hidup benar sebagai ungkapan syukur.”2
Kemerdekaan dalam Kristus membebaskan kita dari beban aturan kosong, dan mengarahkan kita pada hubungan kasih yang aktif—melayani sesama, bukan demi pahala, tetapi karena kasih Kristus mengalir dalam kita.
Tiga, Kemerdekaan
dalam Kristus Menghasilkan Hidup dalam Roh
2 Korintus 3:17, “Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan”.
Kemerdekaan dalam Kristus bukanlah tujuan akhir, melainkan titik awal dari kehidupan yang dipimpin oleh Roh Kudus. Roh Kudus memampukan orang percaya untuk meninggalkan pola hidup lama dan menghasilkan buah Roh dalam kehidupan sehari-hari.
Galatia 5:22–23 menunjukkan buah dari hidup dalam
Roh:
“Tetapi buah Roh ialah: kasih,
sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,
kelemahlembutan, penguasaan diri.”
Kemerdekaan dalam Kristus bukanlah hidup tanpa arah, tetapi hidup yang dipenuhi oleh tuntunan Roh. Dengan demikian, kita tidak lagi dikendalikan oleh keinginan daging, melainkan oleh kehendak Allah.
Pdt. Dr. Billy Kristanto menulis, “Kemerdekaan sejati hanya mungkin terjadi jika seseorang hidup dalam relasi dengan Roh Kudus. Tanpa Roh, kemerdekaan berubah menjadi kebebasan yang menyesatkan.”3
Ketika hidup dipimpin oleh Roh, kita tidak hanya bebas dari dosa dan hukum, tetapi juga diberi kuasa untuk menjalani hidup yang bermakna dan berdampak—baik dalam keluarga, pelayanan, maupun masyarakat luas.
Kemerdekaan dalam Kristus bukanlah konsep teologis yang jauh dari kehidupan nyata. Ia adalah realitas rohani yang mengubah seluruh aspek hidup kita: Kita bebas dari kuasa dan hukuman dosa. Kita bebas dari legalisme dan mampu hidup dalam kasih.
Kita diberi kuasa oleh Roh Kudus untuk hidup
berbuah dan bermisi.
Pertanyaannya adalah: Apakah kita sudah
sungguh-sungguh hidup dalam kemerdekaan itu? Ataukah kita masih diperbudak oleh dosa, trauma,
legalisme, atau gaya hidup lama?
Hari ini, mari kita periksa hati kita. Kristus telah membayar harga yang mahal untuk membebaskan kita. Jangan sia-siakan kemerdekaan itu dengan hidup sembarangan. Gunakanlah untuk hidup dalam kebenaran, melayani dalam kasih, dan dipimpin oleh Roh Kudus. Itulah kemerdekaan sejati.
Footnotes
John Stott, Salib Kristus dan Kemerdekaan Sejati,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012, hlm. 134. ↩
Stephen Tong, Anugerah dan Tanggung Jawab, Jakarta: Reformed
Evangelical Press, 2016, hlm. 97. ↩
Billy Kristanto, Hidup dalam Roh dan Kuasa Kemerdekaan, Surabaya:
Momentum, 2021, hlm. 142. ↩
Post a Comment for "Merdeka dalam Kristus: Bukan untuk Hidup Sesuka Hati, Tapi untuk Hidup dalam Kebenaran"