Menakar Seberapa Besar Ancaman Bendera One Piece terhadap Keutuhan NKRI - Khotbah Kristen
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menakar Seberapa Besar Ancaman Bendera One Piece terhadap Keutuhan NKRI

Menakar Seberapa Besar Ancaman Bendera One Piece terhadap Keutuhan NKRI ~ Di era digital, fenomena pop culture tidak hanya hadir sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat, khususnya generasi muda. Salah satu ikon pop culture global yang sangat populer adalah One Piece, serial manga dan anime karya Eiichiro Oda. Di dalamnya, bendera kru bajak laut—terutama milik Straw Hat Pirates—menjadi simbol identitas, keberanian, dan persatuan. Namun, di Indonesia, sempat muncul perdebatan publik ketika simbol-simbol fiksi ini dikaitkan dengan isu kebangsaan dan kedaulatan negara, bahkan dianggap berpotensi menggeser rasa nasionalisme generasi muda.

Pertanyaannya: sejauh mana bendera One Piece benar-benar mengancam keutuhan NKRI? Untuk menjawabnya, perlu analisis multi-perspektif: hukum, ideologi, dan budaya.

1. Perspektif Hukum: Antara Kebebasan Ekspresi dan Perlindungan Simbol Negara

Secara hukum, Indonesia memberikan ruang kebebasan berekspresi sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Namun, kebebasan ini dibatasi oleh Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang mengatur bahwa pelaksanaannya harus menghormati hak asasi orang lain dan mematuhi pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang.

Bendera One Piece, dalam tataran hukum positif, tidak termasuk simbol negara yang dilindungi secara langsung oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. Artinya, secara formal tidak ada larangan hukum untuk menampilkan atau memiliki bendera ini. Namun, masalah muncul ketika simbol tersebut digunakan dalam konteks yang menyinggung atau merendahkan simbol negara, atau memicu interpretasi negatif terhadap ideologi negara.

Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, kebebasan berekspresi bukanlah kebebasan absolut; ia dibatasi oleh prinsip perlindungan kepentingan umum, ketertiban umum, dan moralitas1.

Dengan demikian, selama bendera One Piece tidak digunakan untuk menggantikan atau merendahkan bendera Merah Putih, ancamannya terhadap keutuhan NKRI dari sisi hukum dapat dikategorikan rendah. Namun, perlu kewaspadaan apabila penggunaannya masuk dalam ranah agitasi politik atau simbol perlawanan terhadap negara.

2. Perspektif Ideologi: Simbol dan Potensi Perubahan Orientasi Nilai

Dari perspektif ideologi, ancaman yang lebih signifikan bukan terletak pada kain benderanya, tetapi pada potensi perubahan orientasi nilai di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda. Dalam serial One Piece, bendera bajak laut melambangkan kebebasan tanpa batas, petualangan tanpa otoritas, dan loyalitas mutlak pada kelompok sendiri. Nilai-nilai ini dapat berbenturan dengan Pancasila, yang menekankan ketaatan terhadap hukum, gotong royong, dan kepentingan bersama di atas kepentingan kelompok.

Prof. Kaelan dari Universitas Gadjah Mada menjelaskan bahwa ideologi negara tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga operasional—artinya, ia harus diinternalisasikan dalam perilaku sehari-hari warganya2.

Apabila generasi muda lebih mengidentifikasi diri dengan simbol-simbol fiksi yang mengusung nilai individualisme ekstrem atau perlawanan terhadap otoritas yang sah, maka ada potensi lunturnya komitmen terhadap nilai-nilai Pancasila.

Meski demikian, potensi ancaman ini sangat bergantung pada konteks penggunaan dan penerimaan masyarakat. Jika bendera One Piece hanya diposisikan sebagai bagian dari fandom hiburan tanpa maksud ideologis, ancamannya minim. Namun, jika mulai digunakan sebagai simbol resistensi terhadap hukum atau otoritas negara, potensi ancamannya meningkat. Di sinilah pentingnya literasi ideologi dan pendidikan kewarganegaraan untuk memastikan bahwa konsumsi pop culture tidak menggeser fondasi nilai kebangsaan.

3. Perspektif Budaya: Soft Power, Identitas Global, dan Nasionalisme

Fenomena One Piece juga harus dilihat dari kacamata budaya global. Budaya populer Jepang, termasuk anime, telah menjadi bagian dari soft power yang membentuk selera, imajinasi, dan bahkan identitas generasi muda di berbagai negara. Dalam konteks ini, bendera One Piece adalah bagian dari “identitas fandom global” yang memberi rasa kebersamaan lintas negara.

Benedict Anderson dalam teorinya tentang imagined communities menjelaskan bahwa komunitas dibangun melalui simbol dan narasi bersama, meskipun anggotanya tidak saling mengenal secara langsung3.

Dengan demikian, para penggemar One Piece dapat merasa memiliki identitas kolektif baru yang kadang-kadang melampaui identitas nasional.

Dari perspektif keutuhan NKRI, hal ini bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, keterlibatan dalam komunitas global memperluas wawasan dan membangun keterbukaan. Di sisi lain, jika identitas global ini menggantikan identitas kebangsaan, ada risiko melemahnya rasa nasionalisme.

Prof. Mahfud MD mengingatkan bahwa tantangan globalisasi adalah menjaga keseimbangan antara keterbukaan terhadap dunia dan penguatan jati diri bangsa4.

Oleh karena itu, ancaman budaya dari bendera One Piece tidak bersifat langsung, tetapi laten—muncul ketika simbol ini menjadi lebih bermakna daripada simbol nasional bagi sebagian orang.

Menakar ancaman bendera One Piece terhadap keutuhan NKRI harus dilakukan secara proporsional. Dari sisi hukum, ancamannya relatif rendah selama tidak digunakan untuk menghina atau menggantikan bendera negara. Dari sisi ideologi, ancaman bisa meningkat jika nilai-nilai yang terkandung dalam simbol tersebut bertentangan dengan

Pancasila dan mulai diinternalisasi tanpa filter. Dari sisi budaya, ancaman bersifat laten dan berhubungan dengan perubahan identitas generasi muda dalam konteks globalisasi. Kuncinya bukan pada pelarangan simbol semata, tetapi pada penguatan literasi hukum, pendidikan ideologi Pancasila, dan pembinaan nasionalisme kreatif di era global. Dengan demikian, generasi muda dapat tetap menikmati One Piece sebagai hiburan tanpa kehilangan komitmen terhadap keutuhan NKRI.

Referensi

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 45–46.

Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2013, hlm. 88–90.

Benedict Anderson, Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism, London: Verso, 2016, hlm. 6–7.

Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 102–104.

 

Post a Comment for "Menakar Seberapa Besar Ancaman Bendera One Piece terhadap Keutuhan NKRI"