Translate

Mengenal 12 Ciri Pendeta Yang Haus Kekuasaan Part 3

Mengenal 12 ciri pendeta yang haus kekuasaan ~  Tulisan ini merupakan bagian ketiga atau sebagai lanjutan dari tulisan sebelumnya. Kekuasaan bagaikana magnet dengan daya pikat dan daya tarik yang begitu besar. Itu sebabnya banyak orang tergoda untuk memilikinya. Bahkan tidak ketinggalan para pemimpin rohani juga berlomba-lomba untuk memiliki kekuasaan apapun caranya. Berikut ciri pemimpin rohani yang haus akan kekuasaan.

7. Pendeta yang haus kekuasaan sering kali mengkompromikan nilai-nilai etika mereka. 

Dalam dunia pelayanan, seorang pendeta seharusnya menjadi teladan dalam menjaga nilai-nilai etika dan moral yang diajarkan oleh Alkitab. Namun, tidak jarang ditemukan pendeta yang justru terjebak dalam ambisi pribadi, terutama dalam hal kekuasaan. Pendeta semacam ini sering kali mengkompromikan nilai-nilai etika demi mencapai tujuannya, yang pada akhirnya merusak kesaksian iman dan pelayanan.

1. Kekuasaan yang Mengalahkan Pelayanan.

Kekuasaan sering kali menjadi godaan yang besar bagi pemimpin rohani. Seorang pendeta yang haus kekuasaan dapat dengan mudah tergelincir ke dalam tindakan yang tidak etis demi mempertahankan posisinya atau memperluas pengaruhnya. Dalam hal ini, kekuasaan tidak lagi dilihat sebagai sarana untuk melayani umat, melainkan sebagai tujuan utama yang harus diraih dengan segala cara.

- 1 Petrus 5:2-3: “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.

2. Kompromi Terhadap Kebenaran.

Dalam upaya mempertahankan kekuasaan, seorang pendeta bisa saja mulai mengabaikan kebenaran atau bahkan memanipulasi kebenaran demi kepentingan pribadi. Ini bisa terlihat dalam pengambilan keputusan yang tidak lagi berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab, tetapi lebih kepada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

- 2 Timotius 4:3-4: “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”

3. Kehilangan Integritas dan Pengaruh Rohani.

Pendeta yang terjebak dalam ambisi kekuasaan akan kehilangan integritasnya. Masyarakat, terutama jemaat, akan melihat ketidakkonsistenan antara apa yang diajarkan dan apa yang dilakukan. Akibatnya, pengaruh rohani yang seharusnya menjadi kekuatan dalam pelayanan menjadi lemah, dan pelayanan pun kehilangan dampaknya.

- Amsal 11:3: “Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya.”

4. Akhir yang Tidak Mulia.

Pada akhirnya, mereka yang mengejar kekuasaan dengan mengkompromikan etika dan kebenaran akan menghadapi penghukuman dari Tuhan. Tuhan tidak memandang rendah tindakan tidak adil dan manipulatif. Setiap pemimpin rohani akan dimintai pertanggungjawaban atas segala tindakannya, terutama yang berkaitan dengan domba-domba yang dipercayakan kepadanya.

- Yakobus 3:1: “Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru, sebab kita tahu bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat.”

8. Pendeta yang haus kekuasaan memiliki batasan yang sedikit untuk menjaga kesehatan pribadi dan keluarga. 

Kepemimpinan dalam gereja adalah panggilan yang mulia, namun juga penuh tanggung jawab. Seorang pendeta dipanggil untuk menjadi gembala bagi jemaatnya, memimpin mereka dengan kasih, kebijaksanaan, dan integritas.

Namun, tantangan muncul ketika seorang pendeta mulai tergoda oleh kekuasaan dan kedudukan. Pendeta yang haus kekuasaan dapat kehilangan fokus pada tugas utamanya, yaitu melayani Tuhan dan sesama. Ambisi ini dapat mengorbankan kesehatan pribadi dan kesejahteraan keluarganya.

Pengaruh Kekuasaan Terhadap Kesehatan Pribadi.

Ketika seorang pendeta lebih berfokus pada kekuasaan, ia cenderung mengabaikan aspek-aspek penting dalam hidupnya, termasuk kesehatan fisik, mental, dan spiritual. Stres yang timbul akibat ambisi kekuasaan dapat mempengaruhi kesehatan jantung, meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, dan mengurangi kualitas tidur. Pendeta yang tidak memperhatikan kesehatannya sendiri mungkin merasa selalu terburu-buru dan lelah, yang akhirnya mempengaruhi efektivitas pelayanannya.

Firman Tuhan dalam 1 Timotius 3:2-3 mengingatkan kita bahwa seorang pemimpin harus memiliki pengendalian diri, bijaksana, dan hidup tertib. “Karena itu, penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu istri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar, bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang.” Ayat ini menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan hidup, termasuk kesehatan pribadi.

Dampak Terhadap Keluarga.

Ambisi kekuasaan tidak hanya berdampak pada kesehatan pribadi, tetapi juga dapat merusak dinamika keluarga. Seorang pendeta yang terlalu sibuk mengejar kekuasaan mungkin akan mengabaikan perannya sebagai suami atau ayah. Waktu bersama keluarga menjadi berkurang, dan komunikasi yang sehat menjadi terabaikan. Ini dapat menyebabkan keretakan dalam hubungan keluarga dan bahkan berdampak negatif pada perkembangan anak-anak.

Efesus 5:25 memberikan arahan yang jelas: “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.” Ayat ini mengingatkan seorang pendeta untuk meneladani kasih Kristus dalam keluarganya, mengutamakan cinta dan perhatian kepada istri dan anak-anaknya di atas ambisi pribadi.

9. Pendeta yang haus kekuasaan hanya setia pada diri mereka sendiri. 

Dalam Alkitab, kita sering menemukan peringatan terhadap pemimpin rohani yang menyimpang dari tujuan asli panggilan mereka untuk melayani Tuhan dan umat-Nya. Salah satu penyimpangan yang paling berbahaya adalah ketika seorang pemimpin, termasuk pendeta, menjadi haus akan kekuasaan dan hanya setia pada diri mereka sendiri.

Pendeta yang seperti ini tidak lagi memimpin dengan kasih, integritas, dan kerendahan hati. Sebaliknya, mereka menggunakan posisi mereka untuk keuntungan pribadi, mengejar status, pengaruh, dan kekayaan. Mereka mengabaikan kesejahteraan jemaat dan lebih fokus pada kepuasan diri dan pemujaan akan kekuasaan.

Contoh Alkitabiah dan Peringatan

Dalam Yehezkiel 34:2-4, Tuhan memberikan teguran keras kepada para gembala Israel yang menyalahgunakan posisi mereka:

“Hai anak manusia, bernubuatlah melawan gembala-gembala Israel; bernubuatlah dan katakan kepada mereka, kepada para gembala itu: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah gembala-gembala Israel yang menggembalakan dirinya sendiri! Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu? Kamu makan lemaknya, kamu mengenakan bulunya dan menyembelih yang gemuk-gemuk, tetapi kamu tidak menggembalakan domba-domba itu. Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman.”

Ayat ini menyoroti betapa berbahayanya ketika seorang pemimpin rohani memusatkan perhatian pada diri mereka sendiri daripada pada domba-domba yang dipercayakan kepada mereka. Mereka tidak lagi melayani dengan cinta dan tanggung jawab, melainkan mengeksploitasi jemaat untuk kepentingan pribadi mereka.

Dalam Perjanjian Baru, Paulus juga mengingatkan para penatua dan pemimpin gereja untuk berhati-hati terhadap kecenderungan ini. Dalam 1 Petrus 5:2-3, Paulus menulis:

“Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.”

Pesan ini jelas: seorang pemimpin rohani sejati harus melayani dengan kerendahan hati dan teladan, bukan dengan otoritarianisme atau keserakahan.

Refleksi dan Peringatan

Bagi pendeta yang merasa tergoda untuk mengejar kekuasaan dan kepuasan diri, firman Tuhan mengingatkan kita bahwa tugas utama seorang pemimpin rohani adalah menggembalakan kawanan domba dengan kasih dan tanggung jawab. Pendeta yang hanya setia pada diri sendiri pada akhirnya akan kehilangan integritas dan kepercayaan dari jemaat mereka, serta menyimpang dari panggilan Tuhan.

Biarlah kita semua, baik sebagai pemimpin maupun jemaat, senantiasa berjaga-jaga agar tidak terjebak dalam godaan ini dan terus mencari kehendak Tuhan dalam setiap langkah pelayanan kita.

Post a Comment for "Mengenal 12 Ciri Pendeta Yang Haus Kekuasaan Part 3"