Translate

Yesus Dan Lukas Memelekan Mata Batin

Yesus dan Lukas Memelekkan Bathin ~ Kini kami telah tiba pada Injil Lukas 18:35 - 43 di mana judulnya "Yesus Menyembuhkan Seorang Buta dekat Yerikho". Senin kemarin, saya ditugaskan untuk memfasilitasi diskusi dan karena itu saya mengajak peserta diskusi untuk melihat teks ini secara runut dan cermat.

Adalah kebiasaan pembaca Alkitab untuk langsung melihat sikap Si buta (difabel) yang oleh Injil Markus 10:46 dicatat namanya sebagai Bartimeus, yang berteriak-teriak meminta tolong kepada Yesus, atau juga langsung meneropong bagaimana Yesus menyembuhkannya.
Saya mengajak peserta untuk membaca bagaimana Lukas menyajikan cerita tentang Si buta. Ia duduk di pinggir jalan dan mengemis.

Apa yang hendak dikatakan dengan informasi ini? Pada hemat saya, orang ini mengalami pengabaian hak-haknya. Ia tidak mendapatkan apa yang menjadi haknya yakni hak ekonomi. Kalau dia diperhatikan tidak mungkin dia duduk di jalan dan mengemis.


Hal ini dikuatkan oleh kenyataan bahwa ketika ia berteriak agar Yesus menolongnya, orang banyak justru menegor dia untuk diam. Di sini Lukas memperlihatkan secara terbuka situasi sosial yang abai terhadap hak-hak difabel.

Tentu saja Lukas secara lugas ingin mengkritik sikap masyarakat yang demikian dengan menuliskan bagaimana Yesus bersikap. Yesus justru bertanya kepada Bartimeus, "apa yang kaukehendaki aku perbuat kepadamu?" Dalam imajinasi saya, Yesus berdiri tepat di hadapan Bartimeus, memegang tangannya, menatap dengan penuh belas kasih dan menyampaikan pertanyaan itu kepadanya.

Bartimeus dapat merasakan kehangatan tangan dan hati Yesus, dia merasa diperhatikan layaknya manusia lain, dia mendengar dengan cermat pertanyaan Yesus, dia percaya pertanyaan itu tulus bukan untuk mengolok-olok diri dan keadaannya yang buta.
Ia segera menanggapi dengan mengajukan permohonan "saya ingin melihat" lalu Yesus mengatakan : "melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau".

Saya mengajukan pertanyaan : mengapa Yesus mendefinisikan orang ini sebagai orang beriman padahal ia tidak sedang berdoa, ia juga tidak sedang melakukan Taurat sebagai ketentuan agama Yahudi, ia tidak sedang berada di Bait Allah untuk upacara kurban.
Beriman bagi Yesus adalah tidak diam terhadap kejahatan atau tidak diam saat haknya dibaikan tetapi bersuara. Beriman adalah tidak menyerah dalam menghadapi keadaan tapi berjuang mencari jalan keluar.

Saya mendorong Penatua dan Diaken untuk mengedukasi warga gereja atau keluarga-keluarga agar menjadi komunitas yang peka terhadap kebutuhan sesama terutama mereka yang difabel termasuk di dalamnya kebijakan dan program gereja mesti ramah terhadap mereka berkebutuhan khusus.

Hal lain adalah kepekaan orangtua terhadap anak-anaknya dalam keluarga dapat menyelamatkan mereka dari berbagai kondisi keterhilangan harapan dan masa depan oleh berbagai hal yang mencelakakan mereka termasuk predator anak-anak seperti yang makin marak akhir-akhir ini di Sumba. Umat dan gereja secara lembaga mesti belajar mendengar kritik para penginjil dan bagaimana sikap Yesus dalam bacaan tadi.

Saya meresponnya dengan pesan singkat, "aduhhh tega sekali pelaku itu" lalu minta waktu sedikit untuk persiapan menemui korban dan keluarganya. Setelah tiba di sana, kami mendengar kisah mereka dengan menahan tangis. Mereka adalah warga jemaat Waingapu dan Payeti.

Ibu dari korban bercerita selain kasus sosial yang dilakukan oleh laki-laki berhati bengis itu, mamanya juga bercerita bagaimana perlakuan anak-anak SMP kalau melewati rumah mereka. Anak-anak itu meneriaki korban dengan sebutan-sebutan yang menyayat hati.

Dia dikatai bodoh, gila, koreng dan seterusnya dalam hati aduh, pengen rasanya membuat mulut anak-anak itu diam, tapi siapa yang mesti melakukannya? Bukankah ini cerminan dari masyarakat atau lingkungan sosial kita seperti yang dikritik Lukas? Apa sebenarnya yang kita ajarkan kepada anak-anak kita?

Bisa jadi di antara anak-anak itu ada yang jago matematika, Ipa, bahasa inggris dan seterusnya tapi sayang mereka tidak berkarakter/ berintegritas. Itu sebabnya saya setuju dengan Nadiem Makarim, kita mesti mengajari anak-anak kita soal integritas bukan sekedar angka untuk lulus ujian.

Kami juga mendengar bagaimana penilaian polisi di kantor polisi terhadap kasus ini yakni mengatakan dengan bahasa isyarat kepada kakak kandung korban bahwa korban adalah gila sehingga sulit mengurus kasusnya.

Kami menyampaikan keberatan terhadap perbuatan yang tidak manusiawi ini karena Polisi adalah alat negara yang dibayar oleh uang rakyat untuk memàstikan keamanan bagi semua warga negara Indonesia termasuk aman dari penilaian yang tidak manusiawi demikian.

Kami diterima oleh wakil dari kasat reskrim Polres Sumba Timur dan berjanji untuk memfollow up laporan dan pengaduan kami.
Kami berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini. Mari memanusiakan sesama dengan tidak diam atas kejahatan yang menimpa mereka.

Sumber: Pdt. Herlina Ratu Kenya

Post a Comment for "Yesus Dan Lukas Memelekan Mata Batin"