Mengusir Kebodohan Dengan Tongkat Didikan
Mengusir kebodohan dengan tongkat didikan ~ Landasan firman Tuhan untuk tema tersebut diambil dari kitab Amsal. Penulis kitab Amsal terkait dengan tongkat didikan menulis: "Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya" - Amsal 22:15.
Orang Korea sangat ketat, keras dan tegas di dalam upayanya mendidik dan membentuk anak-anak mereka. Orangtua Korea begitu kuat menerapkan disiplin kepada anak-anak mereka. Jadwal kegiatan anak-anaknya disusun sedemikian rapi dan anak-anak mereka harus taat dan belajar mengikuti jadwal dengan baik.
Waktu bermain bagi anak-anak Korea harus bermain. Waktu belajar bagi anak-anak Korea harus bermain. Waktu makan bagi anak-anak Korea harus makan. Waktu istirahat bagi anak-anak Korea harus istirahat. Jika ada yang tidak taat mengikutinya, maka orangtua mereka tidak sungkan memukul dengan tongkat. Kadang kalau tidak taat mereka dikurung di kamar atau hukuman lainnya.
Alkitab tidak melarang kita untuk mendidik anak dengan tongkat Tetapi pesan utama sering kita abaikan. Tujuan kita memukul anak dengan tongkat adalah untuk mengusir kebodohannya. Tetapi sayangnya banyak orangtua bukan untuk tujuan itu, namun untuk melampiaskan kekesalan, emosi dan melukai hati anak.
Banyak anak karena terlalu disiplin, bukannya jadi pintar, tetapi justru jadi anak pemberontak, atau malah takut terhadap orangtuanya sendiri. Sosok orangtua jadi pribadi yang ditakuti anak. Ironisnya beberapa orangtua justru bangga, karena merasa dengan begitu anak tidak "kurang ajar" dan mudah diatur.
Sudah saatnya orangtua berpikir ulang tentang cara-cara untuk menghukum anak. Jangan lalai mengatakan pesan dan alasan mengapa kita menghukum, mendisiplin, dan memukul dengan tongkat supaya hati anak tidak terluka.
Bagaimana pun yang kita perangi adalah kebodohan dan kecerobohan anak dalam bertindak. Ini yang harus menjadi fokus perhatian kita. Dengan berpikir semacam itu, maka kita sedang membentuk anak-anak kita menjadi anak yang berkualitas baik pengetahuannya maupun karakternya.
Sebagai orangtua, kita harus hindarkan diri dari sikap emosional yang tidak terkontrol. Karena akibat atau dampak dari emosional yang tidak terkontrol itu akan mencelakakan kita dan juga anak-anak kita. Penulis kitab Amsal terkait dengan hukuman bagi anak-anak, menulis: "Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya" - Amsal 19:18.
Oleh karena itu, ketika emosi kita menjadi pemicu bagi kita untuk melakukan disiplin dan memberikan hukuman, maka cara tersebut bukannya bermanfaat bagi anak dan bagi kita, malah akan menjadi suatu cara untuk menghasilkan monster, anak pemberontak dan yang melawan kepada orangtua.
Penulis kitab Amsal menulis: "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya" - Amsal 13:24. Firman Tuhan tersebut jelas bahwa kalau kita mengabaikan tongkat didikan yang harus diberikan kepada anak-anak kita, maka sesungguhnya kita sedang tidak mendidik anak-anak kita. Tindakan semacam itu dipandang sebagai tidak mengasihi dan membenci anak-anak kita.
Sebaliknya, bukti bahwa kita sedang mengasihi dan mencintai anak-anak kita ialah kita menghajar anak-anak kita pada waktunya. Arti "pada waktunya" menunjuk kepada: Satu, bukan setiap saat kita seenaknya menghukum anak tanpa alasan; Dua, pada saat anak melakukan pelanggaran terhadap peraturan di rumah, di lingkungan dan di sekolah, itulah kesempatan bagi kita sebagai orangtua untuk memberikan tongkat didikan kepadanya.
Penulis kitab Amsal menulis: "Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati" - Amsal 23:13-14.
Orang Korea sangat ketat, keras dan tegas di dalam upayanya mendidik dan membentuk anak-anak mereka. Orangtua Korea begitu kuat menerapkan disiplin kepada anak-anak mereka. Jadwal kegiatan anak-anaknya disusun sedemikian rapi dan anak-anak mereka harus taat dan belajar mengikuti jadwal dengan baik.
Waktu bermain bagi anak-anak Korea harus bermain. Waktu belajar bagi anak-anak Korea harus bermain. Waktu makan bagi anak-anak Korea harus makan. Waktu istirahat bagi anak-anak Korea harus istirahat. Jika ada yang tidak taat mengikutinya, maka orangtua mereka tidak sungkan memukul dengan tongkat. Kadang kalau tidak taat mereka dikurung di kamar atau hukuman lainnya.
Alkitab tidak melarang kita untuk mendidik anak dengan tongkat Tetapi pesan utama sering kita abaikan. Tujuan kita memukul anak dengan tongkat adalah untuk mengusir kebodohannya. Tetapi sayangnya banyak orangtua bukan untuk tujuan itu, namun untuk melampiaskan kekesalan, emosi dan melukai hati anak.
Banyak anak karena terlalu disiplin, bukannya jadi pintar, tetapi justru jadi anak pemberontak, atau malah takut terhadap orangtuanya sendiri. Sosok orangtua jadi pribadi yang ditakuti anak. Ironisnya beberapa orangtua justru bangga, karena merasa dengan begitu anak tidak "kurang ajar" dan mudah diatur.
Sudah saatnya orangtua berpikir ulang tentang cara-cara untuk menghukum anak. Jangan lalai mengatakan pesan dan alasan mengapa kita menghukum, mendisiplin, dan memukul dengan tongkat supaya hati anak tidak terluka.
Bagaimana pun yang kita perangi adalah kebodohan dan kecerobohan anak dalam bertindak. Ini yang harus menjadi fokus perhatian kita. Dengan berpikir semacam itu, maka kita sedang membentuk anak-anak kita menjadi anak yang berkualitas baik pengetahuannya maupun karakternya.
Sebagai orangtua, kita harus hindarkan diri dari sikap emosional yang tidak terkontrol. Karena akibat atau dampak dari emosional yang tidak terkontrol itu akan mencelakakan kita dan juga anak-anak kita. Penulis kitab Amsal terkait dengan hukuman bagi anak-anak, menulis: "Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya" - Amsal 19:18.
Oleh karena itu, ketika emosi kita menjadi pemicu bagi kita untuk melakukan disiplin dan memberikan hukuman, maka cara tersebut bukannya bermanfaat bagi anak dan bagi kita, malah akan menjadi suatu cara untuk menghasilkan monster, anak pemberontak dan yang melawan kepada orangtua.
Penulis kitab Amsal menulis: "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya" - Amsal 13:24. Firman Tuhan tersebut jelas bahwa kalau kita mengabaikan tongkat didikan yang harus diberikan kepada anak-anak kita, maka sesungguhnya kita sedang tidak mendidik anak-anak kita. Tindakan semacam itu dipandang sebagai tidak mengasihi dan membenci anak-anak kita.
Sebaliknya, bukti bahwa kita sedang mengasihi dan mencintai anak-anak kita ialah kita menghajar anak-anak kita pada waktunya. Arti "pada waktunya" menunjuk kepada: Satu, bukan setiap saat kita seenaknya menghukum anak tanpa alasan; Dua, pada saat anak melakukan pelanggaran terhadap peraturan di rumah, di lingkungan dan di sekolah, itulah kesempatan bagi kita sebagai orangtua untuk memberikan tongkat didikan kepadanya.
Penulis kitab Amsal menulis: "Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati" - Amsal 23:13-14.
Post a Comment for "Mengusir Kebodohan Dengan Tongkat Didikan"