Bagaimana Memahami Pencobaan Dalam Hidup Kita
Bagaimana
memahami pencobaan dalam hidup kita ~ Landasan firman Tuhan yang saya ambil
untuk tema tersebut ialah dari surat Yakobus, yaitu: “Apabila seorang dicobai,
janganlah ia berkata: “Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah tidak
dapat dicobai oleh yang jahat dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun. Tetapi
tiap-tiap org dicobai oleh keinginannya sendiri, karna ia diseret dan dipikat
olehnya” – Yakobus 1:13-14.
Kita harus akui bahwa di jalan hidup kita
acap kali kita dihadapkan dengan beragam pencobaan dan pergumulan hidup.
Pencobaan dan pergumulan yang datang bertubi-tubi dalam hidup membuat
kebanyakan orang menjadi lemah, kecewa, putus asa, gamang, menyerah dan tidak
sedikit yang bunuh diri.
Lebih hebat lagi, ketika mereka mengalami
jalan buntu dan memutuskan sesuatu di tengah dilema hidup yang dialaminya,
mereka berucap semua atas ijin dan kontrol dari Allah. Ambil sebagai contoh
pernyatan-pernyataan dari publik figure ketika mereka memutuskan untuk
bercerai, mereka berkata ini atas ijin Allah.
Mendengar atau membaca statmen para selebriti yang kawin cerai sebagai takdir Allah, membuat orang berpikir bahwa perselingkuhan atau perzinahan, percabulan dan dosa-dosa lain terjadi karena ijin Allah.
Baca juga: Bebaskan Diri Dari Rasa Takut.
Pertanyaan penting yang patut diajukan ialah: “Bagaimana
seharusnya kita memahami pencobaan dalam hidup kita?” Berdasarkan firman Tuhan
yang ditulis oleh Yakobus yang saya kutip di atas, maka ada beberapa hal yang
perlu kita pahami terkait dengan pencobaan dalam hidup kita, yaitu:
1. Allah tidak pernah menuntun manusia ke dalam dosa.
Dalam perspektif teologis, Allah itu kudus dan
karena Dia kudus maka mustahil Dia melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
kekudusan-Nya. Jadi, pernyataan bahwa perselingkuhan, perzinahan dan perceraian
atas ijin dari Allah tentu sangat bertentangan dengan sifat dan karakteristik
Allah yang kudus.
Karena itu tidak ada seorangpun yang berbuat dosa
dapat mengabaikan kesalahannya dengan menimpakannya kepada Allah. Allah mungkin
menguji kita supaya menguatkan kita, tetapi tidak pernah menuntun kita ke dalam
dosa. Tabiat atau sifat unik Allah yang Makakudus, yaitu Allah yang sama sekali
tanpa dosa, menunjukkan bahwa Allah tidak dapat menjadi sumber percobaan untuk
berbuat dosa.
Rasul Petrus dalam pimpinan Roh Kudusterkait dengan
sifat dan karakter Allah, menulis demikian: “Tetapi hendaklah kamu menjadi
kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah
memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” – 1 Petrus
1:16.
2. Manusia dicobai oleh keinginannya sendiri.
Dalam perspektif teologis, manusia sudah
berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Rasul Paulus dalam pimpinan Roh
Kudus terkait dengan manusia telah berdosa menulis demikian: “Karena semua
orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” – Roma 3:23.
Berdasarkan hal tersebut, maka manusia secara total sudah berdosa dan selalu
berbuat dosa. Jadi, kalau manusia itu melakukan perselingkuhan, perzinahan,
korupsi, perceraian dan lain sebagainya itu merupakan tabiatnya sebagai orang
berdosa.
Dalam keberdosaannya, manusia selalu ingin
melawan kepada peringatan dan perintah Allah. Pencobaan sesungguhnya bersumber
pada keinginan atau kecenderungan hati manusia itu sendiri. Penulis Injil
Matius dalam pimpinan Roh Kudus terkait dengan tabiat manusia berdosa menulis
demikian: “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan,
perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat” – Matius 15:19.
Oleh sebab itu orang percaya diberikan Firman
Tuhan dan Roh Kudus, agar dengan memahami kebenaran dan berserah pada pimpinan
dan pertolongan Roh Kudus, dapat melawan keinginan-keinginan jahat yang ingin
menyeret manusia kepada dosa. Tanpa itu manusia dituntun ke dalam dosa dan
kematian secara rohani.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat
ditegaskan bahwa pencobaan itu bukan berasal dari Allah. Dikatakan demikian,
karena Allah itu kudus, sehingga tidak mungkin Dia melakukan sesuatu yang
berlawanan dengan karakter-Nya yang kudus. Selanjutnya, pencobaan itu bersumber
dari diri manusia sendiri karena manusia telah jatuh ke dalam dosa. Itu
sebabnya, seluruh tabiatnya adalah berifat dosa, sehingga jika ia melakukan
perselingkuhan, perzinahan dan perceraian itu berasal dari dirinya bukan Allah
yang menuntun dia untuk berbuat dosa.