Bagaimana Berkomunikasi Secara Sehat
Bagaimana berkomunikasi
secara sehat - Manusia adalah makhluk rohani dan sosial. Demikianlah Allah
menciptakannya. Dalam interaksi sebagai makhluk sosial, butuh yang namanya
komunikasi. Begitu pula ketika berinteraksi dengan Allah secara rohani butuh
komunikasi.
Ada
banyak masalah terjadi dalam kehidupan kita salah satu penyebabnya ialah
komunikasi yang tidak sehat. Dikatakan demikian, karena masing-masing memiliki
persepsi sendiri, cara pikir sendiri dan egonya sendiri ketika berkomunikasi.
Konflik pun terjadi dalam relasi antar manusia dalam interaksi sosial
disebabkan karena salah menangkan pesan melalui komunikasi.
Dalam
konteks terbatas khusus dalam keluarga juga tidak jarang persoalan terjadi
disebabkan oleh komunikasi yang tidak sehat. Pertengkaran dalam keluarga
meningkat karena satu dengan yang lainnya salah memahami komunikasi dan cara
berkomunikasi yang tidak sehat. Relasi antar anggota keluarga (orangtua, anak,
suami-istri) cenderung menjauh karena buntunya komunikasi. Anak bertindak
secara negatif untuk mencari perhatian sebab di rumah ia tidak bisa
berkomunikasi dengan orangtuanya.
Dalam
dilema komunikasi seperti dipaparkan di atas, tentu kita ingin menemukan cara
berkomunikasi yang sehat. Kita menyadari bahwa dengan terjadinya komunikasi
yang sehat dalam interaksi sosial kita baik secara makro (relasi sosial) maupun
mikro (relasi dengan anggota keluarga), maka kehidupan akan berjalan secara
sehat, harmonis dan menyenangkan.
Pertanyaan
penting yang harus diajukan ialah: "Bagaimana berkomunikasi secara sehat
khususnya dalam konteks keluarga?" Berikut ada beberapa jawaban atas
pertanyaan tersebut yang akan disajikan di bawah ini. Namun, anda juga dapat
menambahkan dengan memberikan komentar di form komentar setelah membaca artikel
atau tulisan ini.
1.
Jadilah pendengar yang baik.
Manusia
secara natural memiliki keinginan untuk berbicara banyak dan sangat sedikit
menjadi pendengar yang baik. Bahkan tidak jarang dari antara kita yang cepat
memberikan komentar ketimbang bersabar untuk mendengar pesan yang disampaikan
lawan bicara.
Dalam
kehidupan berkeluarga pun acap kali di atas juga terjadi. Suami tidak menjadi
pendengar yang baik ketika istri berbicara. Sebaliknya juga demikian, sehingga
menimbulkan kesalahpahaman. Pada hal ketika kita menjadi pendengar yang baik,
ada banyak keuntungan yang bisa didapatkan. Apa saja keuntungannya bila kita
menjadi pendengar yang baik? Keuntungannya, yaitu: pertama, anggota
keluarga berani untuk terbukan membicarakan suasana hatinya dan berbagai
pergumulan yang dialami dan dirasakannya; kedua, anggota
keluarga tidak terjebak bersikap untuk cepat menghakimi dan saling
menyalahkan; ketiga, anggota
keluarga dapat mengekspresikan pikirannya, idenya dan perasaannya secara
leluasa; keempat, anggota
keluarga yang merasa didengar akan tumbuh rasa percaya diri secara positif dan
juga harga dirinya meningkat.
Dengan
demikian, menjadi pendengar yang baik itu sangat penting. Dikatakan demikian,
karena: pertama, Tuhan
yang memerintahkan kita agar menjadi pendengar yang baik. Penulis Injil Matius
menulis terkait dengan menjadi pendengar yang baik menegaskan demikian: "Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!" -
Matius 11:15. Organ telinga kita ada dua dan organ mulut hanya
satu. Dengan demikian, kita sudah seharusnya menjadi pendengar yang baik;
kedua, Allah juga menjadi pendengar yang baik. Nabi Yesaya menulis demikian: "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk
menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar" -
Yesaya 59:1.
2.
Biasakan untuk berpikir dulu baru bicara.
Kebanyakan
manusia di kolong langit ini cenderung untuk cepat berbicara sebelum memikirkan
apa yang akan dibicarakan. Itu sebabnya, banyak konflik terjadi dalam relasi
sosialnya. Demikian halnya di dalam keluarga. Ada kalanya ketika suami
berkomunikasi atau berbicara dengan istri, istri langsung meresponnya tanpa
memikirkan apa sesungguhnya tujuan pembicaraan dari suaminya. Demikian juga
dengan anak-anak. Cenderung cepat berbicara namun tidak berpikir terlebih
dahulu. Akibatnya konflik dalam keluarga pun pecah karena setiap anggota
keluarga tidak membiasakan diri untuk berpikir dulu baru bicara. Sulit
memperbaiki kalau sudah rusak dan meminta maaf pun akan terlambat.
Rasul
Paulus dalam suratnya kepada jemaat di kota Korintus menulis demikian: "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti
kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak.
Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kekanak-kanak
itu" - 1 Korintus 13:11.
Oleh
karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengembangkan kebiasaan untuk
berpikir terlebih dahulu baru kita mulai berbicara atau berkomunikasi. Hal ini
terkait dengan kita menjadi sahabat bagi seluruh anggota keluarga - Amsal
24:26. Kemudian dengan sikap demikian, kita menunjukkan bahwa kita secara
rohani bertumbuh dewasa - Amsal 15:28; Yakobus 1:26. Dengan membiasakan diri
berpikir dulu baru berbicara, maka hal itu memampukan kita untuk mengendalikan
diri (self control) dan juga mengendalikan kondisi dan keadaan - Amsal 15:23.
3.
Mengikuti perintah firman Tuhan.
Selain
dua hal di atas yang harus kita lakukan agar komunikasi kita sehat; kita juga
harus melakukan atau mengikuti perintah firman Tuhan. Dalam surat Yakobus
terkait dengan berkomunikasi secara sehat, Yakobus menulis demikian: “Hai
saudara-saudara yang
kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar,
tetapi lambat untuk berkata-kata, dan
juga lambat untuk marah; sebab
amarah manusia tidak
mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu
dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. Tetapi hendaklah kamu menjadi
pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak
demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab
jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah
seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan
cermin. Baru saja ia memandang
dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang
sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya,
jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh
melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya. Jikalau ada seorang menganggap dirinya
beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka
sia-sialah ibadahnya” – Yakobus 1:19-26.
Demikianlah
caranya untuk kita bisa berkomunikasi secara sehat. Bila kita melakukan ketiga
hal yang sudah dipaparkan di atas, saya percaya kita bisa memiliki keluarga
yang harmonis, relasi sosial yang baik dan konflik dapat diminimalkan di dalam
interaksi kita satu dengan yang lainnya. Anda juga butuh bahan khotbah Kristen ini: Meraih Mujizat Melalui Masalah Kehidupan.
Post a Comment for "Bagaimana Berkomunikasi Secara Sehat"