Translate

Menerima Upah Melalui Ujian Pelayanan 4

Menerima upah melalui ujian pelayanan – Tuhan Yesus bukan saja menyelamatkan kita, tetapi juga mempercayakan pelayanan kepada kita. Dengan kata lain, kita diselamatkan dan dipercayakan untuk melakukan pekerjaan-Nya yang mulia yaitu melalui setiap pelayanan yang kita kerjakan. Setiap pelayanan ada ujiannya.  Dan setiap ujian menentukan upah yang akan kita peroleh dari Tuhan Yesus. 

Berkaitan dengan menerima upah melalui ujian pelayanan, Tuhan Yesus memberikan suatu perumpamaan tentang talenta dalam Matius 25:14-30. Di sini diceritakan tentang perumpamaan talenta yang dipercayakan kepada tiga orang hamba. Hal ini menunjukkan bahwa kita tengah berada dalam keadaan bekerja dan berusaha, seperti perumpamaan sebelumnya yang menunjukkan bahwa kita sedang berada dalam keadaan menanti-nanti. 

Perumpamaan sebelumnya menunjukkan perlunya kita memiliki kebiasaan untuk selalu mempersiapkan diri, sedangkan perumpamaan ini memperlihatkan kerajinan nyata yang harus kita lakukan dalam pekerjaan dan pelayanan kita sekarang ini. Melalui perumpamaan pertama, kita didorong memelihara jiwa kita sebaik mungkin, melalui perumpamaan ini kita menyediakan diri menjadi alat bagi kemuliaan Allah dan kebaikan bagi orang lain.

4. Pertanggungjawaban yang buruk dari hamba yang malas.
Perhatikan baik-baik: [a] Pembelaannya untuk diri sendiri – Matius 25:24-25. Meskipun ia hanya menerima satu talenta, ia tetap harus mempertanggungjawabkan satu talenta tersebut. Kecilnya jumlah yang kita terima tidak membebaskan kita dari pertanggungjawaban. Tidak seorang pun diminta untuk mempertanggungjawabkan lebih dari yang diterimanya, tetapi kita semua harus bertanggung jawab atas semua yang kita miliki.


Pertama, apa yang ia utarakan. Ia memberikan pertanggungjawaban dengan penuh keyakinan. Ia mengandalkan dalih yang diajukan sehingga ia mampu berkata, “Ini, terimalah kepunyaan tuan! Saya tidak dapat menggandakan seperti yang telah dilakukan oleh teman-teman saya, tetapi dapat saya sampaikan bahwa saya tidak membuatnya semakin berkurang”. Di sini, ia mengira bahwa dalih ini akan berhasil. Meskipun ia tidak dipuji, setidaknya ia akan selamat.


Perhatikanlah, begitu banyak orang pergi menghadapi sidang pengadilan dengan penuh rasa aman, dengan mengandalkan kesahihan dalih yang nantinya akan dinyatakan tidak berarti dan tidak berguna di depan sidang. Banyak orang percaya yang pemalas, mereka takut bekerja terlampau banyak bagi Allah, namun mengharapkan hasil yang sama dengan mereka yang menanggung banyak kepedihan dalam menjalankan kehidupan rohani mereka.

Begitulah si pemalas menganggap dirinya lebih bijak daripada tujuh orang yang menjawab dengan bijaksana – Amsal 26:16. Hamba ini mengira bahwa pertanggungjawabannya akan diterima dengan baik, karena ia berani berkata, Ini, terimalah kepunyaan tuan! “Tuhan, saya tidak memboroskan milikku, tidak menghambur-hamburkan waktu, tidak menodai hari Sabat, tidak melawan para pelayan jemaat yang baik dan khotbah yang baik; Tuhan, saya tidak pernah mencemooh Alkitab, juga tidak pernah menggunakan pengetahuan saya untuk menjadikan agama sebagai bahan senda gurau, juga tidak pernah menggunakan kekuasaan saya untuk menyiksa orang benar; saya tidak pernah menyembunyikan bakat saya, juga tidak pernah menyia-nyiakan ciptaan Allah yang baik dalam kemabukan dan keserakahan; sepengetahuan saya, saya juga tidak pernah menyakiti siapa pun”. 

Banyak orang yang menyebut dirinya Kristen, membangun harapan besar tentang sorga berdasarkan kemampuan mereka membuat pertanggungjawaban seperti itu, yang tidak lebih dari ucapan, Ini, terimalah kepunyaan tuan! Seolah-olah tidak ada hal lain yang diperlukan lagi atau yang diharapkan lagi.


Kedua, apa yang diakuinya. Ia mengaku telah menguburkan talentanya di dalam tanah, aku pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah. Ia berbicara seolah-olah itu bukan kesalahan besar. Malah, seolah-olah ia layak memperoleh pujian atas sikapnya yang berhati-hati dengan menyimpan talenta itu di tempat yang aman dan tidak membahayakan. 

Perhatikanlah, sudah merupakan hal yang lazim bagi banyak orang untuk menganggap sangat ringan hukuman yang menunggu mereka pada hari yang mulia itu. Atau, jika memang benar ia sadar bahwa ia bersalah, maka kejadian ini menunjukkan bahwa betapa mudahnya hamba-hamba yang pemalas akan dihakimi bersalah pada saat penghakiman nanti. Tidak perlu lagi mencari-cari bukti, karena Allah membuat mereka tergelincir karena lidah mereka.

Ketiga, apa yang ia gunakan sebagai dalih, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam, karena itu aku takut. Berpikir baik tentang Allah akan menghasilkan kasih, dan kasih itu akan membuat kita menjadi rajin dan setia, tetapi pikiran yang buruk tentang Allah akan membuahkan ketakutan, dan ketakutan itu akan membuat kita menjadi pemalas dan tidak setia.

Dalihnya menunjukkan: Perasaan seorang musuh, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam. Sama seperti perkataan jahat yang diucapkan kaum Israel, Tindakan Tuhan tidak tepat! – Yehezkiel 18:25. Jadi, ia menggunakan pertahanannya (alasannya) sekaligus sebagai suatu serangan. Kebodohan menyesatkan jalan orang, dan kemudian membengkokkan masalahnya, lalu gusarlah hatinya terhadap Tuhan. Ini seperti Adam yang menutupi pelanggaran dengan menimpakan kesalahan secara terselubung kepada Allah sendiri, perempuan yang Kau tempatkan di sisiku. 

Perhatikanlah, hati duniawi cenderung mengandung pendapat yang salah dan jahat tentang Allah, dan dengan pikiran itu mereka mengeraskan hati dan jalan mereka yang jahat. Perhatikan baik-baik dengan betapa yakin ia berbicara,aku tahu bahwa tuan seperti itu. Bagaimana sampai ia mengetahui tuannya seperti itu? Kecurangan apa yang didapati nenek moyang kita pada Allah? – Yeremia 2:5. 

Dengan apakah Allah telah melelahkan kita – Mikha 6:3 dalam pekerjaan-Nya, atau berlaku curang kepada kita tentang upah? Sudahkah Allah menjadi padang gurun bagi kita atau tanah yang gelap gulita? Allah sudah begitu lama mengatur dunia ini dan karena itu Ia bisa menagih lebih banyak alasan daripada yang dapat diminta Samuel, Siapakah yang telah kuperas? Dan siapakah yang telah kuperlakukan dengan kekerasan? Bukankah seluruh dunia mengetahui yang sebaliknya, bahwa Allah jauh daripada menjadi seorang tuan yang kejam, dan bahwa bumi penuh dengan kasih setia Tuhan? Bukankah Ia begitu jauh dari perbuatan menuai di tempat di mana Ia tidak menabur? Bukankah Ia lebih banyak menabur di tempat di mana Ia sendiri tidak menuai apa-apa?


Karena Dialah yang menerbitkan matahari dan menurunkan hujan bagi orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan orang-orang jahat, serta memuaskan hati mereka dengan makanan dan kegembiraan, yaitu orang-orang yang berkata kepada Yang Mahakuasa, "Pergilah dari pada kami." Gambaran ini berbicara mengenai orang-orang jahat yang selalu melemparkan kecaman-kecaman kepada Allah. Seolah-olah semua kesalahan dosa dan kehancuran mereka terletak di depan pintu-Nya, karena Ia menolak memberikan anugerah kepada mereka.

Padahal, yang terjadi adalah sebaliknya, bahwa orang-orang yang dengan setia memanfaatkan anugerah yang diberikan Allah secara umum kepada semua orang, tidak akan binasa, melainkan akan menerima anugerah yang khusus. Juga tidak ada yang bisa menunjukkan apa lagi yang harus diperbuat terhadap kebun anggur yang tidak menghasilkan buah selain apa yang telah dilakukan Allah. Allah tidak pernah menuntut batu bata dan tidak memberikan jerami. Tidak, apa pun yang diperlukan dalam kovenan atau perjanjian itu, dijanjikan juga di dalam kovenan tersebut. Jadi, kalau kita sampai binasa, itu salah kita sendiri.

Roh seorang budak, aku takut. Perasaan takut yang tidak benar terhadap Allah ini muncul akibat pemahamannya yang tidak benar terhadap Allah. Tak ada yang lebih tidak layak bagi Allah, juga tidak ada yang lebih mengganggu tugas-tugas kita kepada Allah, selain rasa takut seperti yang dimiliki oleh seorang budak. Rasa takut ini mengikat dan menyiksa kita, dan sangat bertolak belakang dengan kasih seutuhnya yang diminta dalam hukum yang utama. Perhatikanlah, pikiran yang keras terhadap Allah menyeret kita keluar dari pelayanan-Nya dan mengganggu kita dalam melaksanakan tugas. Orang-orang yang berpikir bahwa tidak mungkin untuk menyenangkan hati Allah dan merasa sia-sia melayani Dia, tidak akan melakukan apa-apa sesuai dengan tujuan kehidupan rohaninya.

[b] Jawaban tuannya atas pembelaan diri ini. Dalihnya tidak dapat menyelamatkan dirinya, dalih itu tidak dapat diterima. Malah bukan itu saja, dalih itu justru berbalik melawan dirinya dan membuat dia terdiam, karena kemudian kita melihat bagaimana dia didakwa dan dihukum.


Pertama, dakwaan yang dituduhkan kepadanya – Matius 25:26-27. Dua dakwaan yang dituduhkan kepadanya. Kemalasan, Hai kamu, hamba yang jahat dan malas.
Perhatikanlah, hamba-hamba yang malas biasanya juga menjadi hamba-hamba yang jahat, dan akan dianggap demikian oleh tuan mereka. 

Karena orang yangbermalas-malas dalam pekerjaannya, dan mengabaikan kebaikan yang diberikan Allah kepadanya, sudah menjadi saudara dari si perusak, karena dengan begitu ia telah melakukan kejahatan yang dilarang Allah – Amsal 18:9. Orang yang tidak bertanggung jawab dalam pekerjaan Allah, hampir sama dengan orang yang sibuk dalam pekerjaan setan. Satis est mali nihil fecisse boni -- Tidak melakukan yang baik mendatangkan kesalahan yang berat. Kelalaian merupakan dosa, dan harus dihukum. Kemalasan membuka jalan bagi kejahatan.

Semua orang telah menjadi bejat, karena tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak – Mazmur 14:3. Tatkala rumah itu didapati kosong, maka roh jahat akan masuk dan berdiam di situ. Orang-orang yang enggan memperhatikan urusan jiwa mereka bukan hanya bermalas-malas saja, tetapi melakukan sesuatu yang lebih buruk lagi – 1 Timotius 5:13. 

Pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang. Pertentangan terhadap diri sendiri – Matius 25:26-27, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur, karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang. Perhatikanlah, meskipun pikiran-pikiran jahat orang-orang berdosa terhadap Allah itu tidak benar dan tidak adil, pikiran itu tidak akan dapat membenarkan kejahatan dan kemalasan mereka, malah akan memperburuk dan menambah kesalahan mereka.

Ada tiga alasan untuk pernyataan ini:
(1) “Seandainya aku memang seorang tuan yang kejam, bukankah karena itu kamu harus menjadi lebih rajin dan lebih bersungguh-sungguh untuk menyenangkan aku, jika bukan demi kasih, sekurangnya karena takut, dan karena alasan itu, bukankah seharusnya kamu memperhatikan pekerjaanmu?” Jika Allah kita adalah api yang menghanguskan, maka marilah kita berusaha untuk melayani Dia. 

Atau begini, (2) “Jika kamu menganggap aku sebagai tuan yang kejam, dan karena itu tidak berani menjalankan uang itu sendiri karena takut kehilangan dan merugi, seharusnya kamu menyerahkannya kepada orang yang menjalankan uang atau pengrajin emas, atau menaruhnya di bank, supaya ketika aku kembali, sekiranya aku tidak bisa menerima hasil yang banyak melalui usaha jual beli (seperti halnya dengan talenta lainnya), bukankah paling tidak aku bisa mendapat hasil sedikit dari bunganya. 

Dengan begitu bukankah seharusnya aku menerima talentaku itu beserta dengan hasilnya?” Kegiatan semacam ini sudah menjadi kebiasaan pada zaman itu, dan tampaknya tidak dilarang oleh Juruselamat kita. Perhatikanlah, jika kita tidak mampu atau tidak berani melakukan apa yang seharusnya kita lakukan, dan karena itu kita diam saja, maka hal ini tidak bisa dipakai sebagai alasan, karena setidaknya kita harus melakukan sesuatu yang bisa dan berani kita lakukan. 

Bila tidak cukup memiliki keberanian dalam hati kita untuk melakukan pekerjaan yang lebih sulit dan berbahaya, apakah kita lantas harus menyembunyikan diri dari pekerjaan yang lebih aman dan mudah? Sesuatu apa saja lebih baik daripada tidak sama sekali. Bila kita gagal menunjukkan keberanian kita dalam kegiatan usaha yang berani, kita tidak boleh gagal untuk menunjukkan niat baik kita dalam usaha yang jujur, dan Tuhan kita tidak akan memandang hina hari peristiwa-peristiwa yang kecil. 

Atau demikian, (3) “Anggaplah benar bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur, namun hal itu tidak ada urusannya dengan dirimu, karena aku menabur ke atasmu, dan talenta itu adalah uangku yang kupercayakan kepadamu, bukan untuk disimpan, tetapi untuk dikembangkan”. Perhatikanlah, pada hari perhitungan, hamba-hamba yang jahat dan malas akan ditinggalkan tanpa ampun. Dalih yang sembarangan akan ditolak, dan setiap mulut akan dibungkam, dan mereka yang selama ini sangat mengandalkan pembenaran diri sendiri tidak akan dapat berkata sepatah kata pun.

 
Kedua, hukuman yang diterimanya. Hamba yang malas itu dihukum.
. Talentanya diambil kembali – Matius 25:28-29, sebab itu ambillah talenta itu dari padanya. Talenta-talenta itu tadinya diberikan oleh tuan itu, sebagai pemilik yang mutlak, tetapi sekarang diberikan lagi kepada orang lain sebagai seorang hakim. 

Ia mengambil dari hamba yang tidak setia itu untuk menghukumnya, dan memberikan talenta itu kepada orang yang benar-benar setia untuk memberi upah kepadanya. Dan makna dari bagian perumpamaan ini tersirat di dalam alasan yang mendasari hukuman yang dijatuhkan – Matius 25:29, Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi. Arti dari bagian perumpamaan ini berlaku untuk:

(1) Berkat-berkat dalam kehidupan ini, yaitu kekayaan dan harta benda duniawi. Kita dipercayai dengan berkat-berkat ini untuk digunakan bagi kemuliaan Allah dan mendatangkan kebaikan bagi orang-orang di sekitar kita. Nah, setiap orang yang mempunyai kekayaan dan harta benda duniawi, dan menggunakannya sesuai dengan tujuan-tujuan tersebut, orang itu akan mempunyainya dengan berlimpah-limpah. 

Mungkin dia akan berkelimpahan dengan harta benda itu sendiri, atau setidaknya dengan penghiburan dan hal-hal baik lainnya yang datang oleh karena harta itu. Tetapi dari siapa yang tidak mempunyai, yaitu orang yang memiliki harta benda ini tetapi seolah-olah tidak memilikinya, tidak memiliki kekuasaan untuk menikmatinya, atau melakukan perbuatan baik dengan harta itu (Avaro deest, tam quod habet, quam quod non habet -- orang yang kikir akan dianggap miskin terhadap apa yang ia miliki dan juga terhadap apa yang tidak ia miliki), maka apa pun juga yang ada padanya akan diambil. 

Salomo menjelaskan hal ini dalam – Amsal 11:24 demikian: Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Memberi kepada orang miskin berarti melakukan jual beli dengan apa yang kita miliki, dan hasilnya akan sangat besar. 

Tindakan ini akan melipatgandakan tepung dalam tempayan dan minyak dalam buli-buli. Tetapi mereka yang tidak kudus, pelit, tidak murah hati, akan mendapati bahwa kekayaan yang mereka terima akan binasa oleh kemalangan – Pengkhotbah 5:12-13. Adakalanya Allah Sang Pemelihara mengalihkan harta benda itu dengan cara yang aneh dari orang yang tidak memanfaatkannya dengan baik kepada orang yang mau memanfaatkannya. Mereka mengumpulkan itu untuk orang-orang yang mempunyai belas kasihan kepada orang-orang lemah – Amsal 28:8; 13:22; Ayub 27:16-17; Pengkhotbah 2:26.

(2) Kita juga dapat mengartikan maksud perumpamaan ini terhadap anugerah yang kita terima dari Allah. Mereka yang rajin mengembangkan peluang yang mereka miliki, Allah akan memperluas usaha mereka, dan Dia akan membuka pintu bagi mereka – Wahyu 3:8. Tetapi mereka yang tidak mengetahui saat munculnya bencana yang akan menimpa mereka, maka dari mereka ini hal-hal yang dapat membawa kedamaian bagi diri mereka akan disembunyikan. Sebagai bukti untuk hal ini, pergi dan lihatlah apa yang telah Allah lakukan kepada Silo – Yeremia 7:12.

 
(3) Kita juga dapat menerapkan maksud perumpamaan ini terhadap karunia-karunia Roh pada umumnya. Orang yang memiliki karunia-karunia Roh dan memanfaatkannya dengan baik akan semakin berkelimpahan dengan berbagai karunia Roh. Karunia-karunia ini bisa semakin berkembang bila diterapkan, dan akan semakin cemerlang ketika digunakan. Semakin sering kita melakukannya, semakin maju kehidupan rohani kita. 

Tetapi mereka yang tidak membangkitkan karunia yang ada di dalam diri mereka, yang tidak mempergunakannya sesuai kemampuan mereka, akan membuat karunia itu menjadi berkarat dan membusuk dan akan padam seperti api yang diabaikan. Karunia-karunia umum itu akan diambil dari mereka yang tidak hidup sesuai dengan dasar anugerah dalam jiwa mereka, sama seperti lampu gadis-gadis bodoh yang padam karena kekurangan minyak – Matius 25:8. Jadi, lengangembala pandir yang dengan malas dilipat di dadanya akan dijadikan kering sekering-keringnya, dan mata kanannya yang ditutup tanpa tanggung jawab akan menjadi pudar sepudar-pudarnya, seperti yang diancamkan Tuhan – Zakharia 11:17.

Hamba yang malas ini dijatuhi hukuman dengan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap Matius 25:30. Di sini: (1) Ia memiliki watak sebagai hamba yang tidak berguna. Perhatikanlah, hamba-hamba yang malas akan dianggap sebagai hamba yang tidak berguna, yaitu hamba yang tidak berbuat apa-apa sesuai tujuan kedatangan mereka di dunia ini, tidak pernah memenuhi tujuan kelahiran atau baptisan mereka, sama sekali tidak berguna untuk kemuliaan Allah dan untuk kebaikan orang lain, atau untuk keselamatan jiwa mereka sendiri. 

Seorang hamba yang malas menjadi anggota tubuh yang lemah, pohon yang tidak mengeluarkan buah di kebun anggur, lebah yang malas di dalam sarang, ia tidak berguna sama sekali. Pada dasarnya, kita semua adalah hamba-hamba yang tidak berguna – Lukas 17:10. Kita tidak dapat berguna bagi Allah – Ayub 22:2, tetapi kita diharuskan untuk berguna bagi orang lain dan bagi diri sendiri. Kita dituntut agar dapat berguna, jika tidak, maka Kristus tidak akan mengakui kita sebagai hamba-hamba-Nya. Tidak cukup untuk tidak menyakiti orang lain, kita harus berbuat baik juga, harus mengeluarkan buah. Meskipun dengan cara demikian Allah tidak diuntungkan, namun Ia dipermuliakan – Yohanes 15:8.

(2) Hukuman yang dijatuhkan kepada hamba yang tidak berguna itu adalah, dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sini, seperti yang juga dikatakan kepada hamba-hamba yang setia itu, secara halus Juruselamat kita keluar dari perumpamaan itu dan langsung menunjuk pada apa yang sesungguhnya dimaksudkan dengan perumpamaan itu, yang menjadi kunci bagi seluruh maksud perumpamaan ini. Karena dalam berbagai pembicaraan Kristus, yang dimaksudkan dengan kegelapan yang paling gelap, tempat adanya ratap dan kertak gigi, adalah ungkapan umum untuk menyatakan kesengsaraan yang akan dialami orang-orang terkutuk di dalam neraka.

Keadaan mereka di sana:
[a] Sangat menyedihkan, karena terdapat kegelapan yang paling gelap. Kegelapan itu terasa tidak nyaman dan menakutkan. Kegelapan merupakan salah satu tulah yang ditimpakan kepada negeri Mesir. Di dalam neraka terdapat gua-gua gelap untuk menyimpan mereka – 2 Petrus 2:4. 

Di dalam gelap tidak ada seorang pun yang dapat bekerja, sebuah hukuman yang tepat bagi seorang hamba yang malas. Itu adalah kegelapan yang paling gelap, berada di luar terang sorga, di luar sukacita Tuhan mereka, tempat hamba-hamba yang setia ditampung. Mereka berada di luar perjamuan. Bandingkan hal ini dengan – Matius 8:12; 22:13. [b] Sangat muram, di sana terdapat ratapan, yang menunjukkan dukacita besar, dan kertak gigi, yang menunjukkan kejengkelan hati dan kemarahan. Inilah yang akan menjadi bagian hamba yang malas.



Post a Comment for "Menerima Upah Melalui Ujian Pelayanan 4"