Bagaimana Cara Mengubah Keadaan Menjadi Baik?
Misalnya, keadaan Anda saat ini sedang mengalami masalah ekonomi, atau hubungan Anda dengan pasangan sedang tidak harmonis, atau ada tekanan dalam pekerjaan Anda, atau bisnis atau usaha Anda sedang terancam gulung tikar, atau Anda sedang mengalami penderitaan berat, atau keluarga Anda sudah lama menderita penyakit yang tak ada tanda-tanda kesembuhan atau Anda diharapkan hancur oleh sesama dan lain sebagainya. Kalau demikian, jika kita berada pada suatu keadaan, kondisi atau situasi yang tidak seperti diharapkan oleh kita, bagaimana caranya mengubah keadaan atau kondisi atau situasi buruk itu menjadi baik?
Tuhan melalui nabi Musa memberi petunjuk tentang cara bagaimana supaya keadaan kita menjadi baik. Nabi Musa menulis perintah Tuhan demikian: "Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, berpegang pada perintah dan ketetapan TUHAN yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu" - Ulangan 10:12-13.
Bergam cara ditempuh oleh banyak orang demi menemukan dan mencapai tujuan hidupnya, dan memanajemen dirinya untuk menjadi lebih baik. Dari firman Tuhan yang disampaikan Musa kepada bangsa Israel dan tentunya kepada kita juga, ada beberapa cara agar kita bisa mengubah keadaan kita menjadi baik.
1. Takut akan Tuhan
Takut akan Tuhan menunjuk kepada sikap hati kita yang menghormati Tuhan sebagai yang berotoritas, berkuasa dan pencipta kita. Dialah yang menjadi pemilik, sumber dan pemegang kendali hidup kita.
1) Yang perlu untuk takut akan Allah adalah kesadaran akan kekudusan, keadilan, dan kebenaran-Nya sebagai pasangan terhadap kasih dan pengampunan-Nya, yaitu: mengenal Dia dan memahami sepenuhnya siapakah Dia. Takut semacam itu berlandaskan pengakuan bahwa Allah adalah Allah yang kudus, yang tabiat-Nya itu membuat Dia menghukum dosa.
2) Takut akan Tuhan berarti memandang Dia dengan kekaguman dan penghormatan kudus serta menghormati-Nya sebagai Allah karena kemuliaan, kekudusan, keagungan, dan kuasa-Nya yang besar. Misalnya, ketika bangsa Israel di Gunung Sinai melihat Allah menyatakan diri melalui "guruh dan kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang sangat keras" maka "gemetarlah" mereka dalam ketakutan sehingga memohon kepada Musa untuk berbicara kepada mereka dan bukan Allah sendiri.
Demikian juga halnya pemazmur, ketika merenungkan Allah sebagai Pencipta, menyatakan dengan tegas, "Biarlah segenap bumi takut kepada Tuhan, biarlah semua penduduk dunia gentar terhadap Dia! Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada".
3) Takut yang sejati akan Tuhan menyebabkan orang percaya menaruh iman dan kepercayaan untuk beroleh selamat hanya kepada-Nya. Misalnya, setelah bangsa Israel menyeberang Laut Merah atas tanah kering dan menyaksikan pembinasaan besar yang diderita bala tentara Mesir, maka "takutlah bangsa itu kepada Tuhan dan mereka percaya kepada Tuhan".
Demikian pula, pemazmur meminta orang yang takut akan Tuhan untuk "percaya kepada Tuhan -- Dialah pertolongan mereka dan perisai mereka" - Mazmur 115:11. Dengan kata lain, takut akan Tuhan menghasilkan di dalam umat Allah pengharapan dan kepercayaan yang kokoh kepada-Nya.
Oleh karena itu, jangan heran bahwa umat semacam itu selamat - Mazmur 85:10 dan menerima kasih dan kemurahan-Nya yang mengampuni - Lukas 1:50; Mazmur 103:11; 130:4. Akhirnya, takut akan Allah meliputi kesadaran bahwa Dialah Allah yang marah terhadap dosa dan berkuasa untuk menghukum mereka yang melanggar hukum-hukum-Nya yang adil, baik dengan segera maupun dalam kekekalan - Mazmur 76:8-9.
Ketika Adam dan Hawa berbuat dosa di Taman Eden, mereka menjadi takut dan berusaha untuk bersembunyi dari hadapan Allah - Kejadian 3:8-10. Musa mengalami aspek takut akan Allah ini ketika menghabiskan empat puluh hari dan malam berdoa bagi bangsa Israel yang berdosa, "Sebab aku gentar karena murka dan kepanasan amarah yang ditimpakan Tuhan kepadamu, sampai Ia mau memunahkan kamu" - Ulangan 9:19. Demikian pula dalam PB, segera setelah mengakui pembalasan dan hukuman Allah yang akan datang, penulis surat Ibrani menulis, "Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup" - Ibrani 10:31.
1) Yang perlu untuk takut akan Allah adalah kesadaran akan kekudusan, keadilan, dan kebenaran-Nya sebagai pasangan terhadap kasih dan pengampunan-Nya, yaitu: mengenal Dia dan memahami sepenuhnya siapakah Dia. Takut semacam itu berlandaskan pengakuan bahwa Allah adalah Allah yang kudus, yang tabiat-Nya itu membuat Dia menghukum dosa.
2) Takut akan Tuhan berarti memandang Dia dengan kekaguman dan penghormatan kudus serta menghormati-Nya sebagai Allah karena kemuliaan, kekudusan, keagungan, dan kuasa-Nya yang besar. Misalnya, ketika bangsa Israel di Gunung Sinai melihat Allah menyatakan diri melalui "guruh dan kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang sangat keras" maka "gemetarlah" mereka dalam ketakutan sehingga memohon kepada Musa untuk berbicara kepada mereka dan bukan Allah sendiri.
Demikian juga halnya pemazmur, ketika merenungkan Allah sebagai Pencipta, menyatakan dengan tegas, "Biarlah segenap bumi takut kepada Tuhan, biarlah semua penduduk dunia gentar terhadap Dia! Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada".
3) Takut yang sejati akan Tuhan menyebabkan orang percaya menaruh iman dan kepercayaan untuk beroleh selamat hanya kepada-Nya. Misalnya, setelah bangsa Israel menyeberang Laut Merah atas tanah kering dan menyaksikan pembinasaan besar yang diderita bala tentara Mesir, maka "takutlah bangsa itu kepada Tuhan dan mereka percaya kepada Tuhan".
Demikian pula, pemazmur meminta orang yang takut akan Tuhan untuk "percaya kepada Tuhan -- Dialah pertolongan mereka dan perisai mereka" - Mazmur 115:11. Dengan kata lain, takut akan Tuhan menghasilkan di dalam umat Allah pengharapan dan kepercayaan yang kokoh kepada-Nya.
Oleh karena itu, jangan heran bahwa umat semacam itu selamat - Mazmur 85:10 dan menerima kasih dan kemurahan-Nya yang mengampuni - Lukas 1:50; Mazmur 103:11; 130:4. Akhirnya, takut akan Allah meliputi kesadaran bahwa Dialah Allah yang marah terhadap dosa dan berkuasa untuk menghukum mereka yang melanggar hukum-hukum-Nya yang adil, baik dengan segera maupun dalam kekekalan - Mazmur 76:8-9.
Ketika Adam dan Hawa berbuat dosa di Taman Eden, mereka menjadi takut dan berusaha untuk bersembunyi dari hadapan Allah - Kejadian 3:8-10. Musa mengalami aspek takut akan Allah ini ketika menghabiskan empat puluh hari dan malam berdoa bagi bangsa Israel yang berdosa, "Sebab aku gentar karena murka dan kepanasan amarah yang ditimpakan Tuhan kepadamu, sampai Ia mau memunahkan kamu" - Ulangan 9:19. Demikian pula dalam PB, segera setelah mengakui pembalasan dan hukuman Allah yang akan datang, penulis surat Ibrani menulis, "Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup" - Ibrani 10:31.
2. Mengasihi Tuhan dengan mengikuti perintah-Nya
Berusaha untuk memahami
kehendak TUHAN melalui kepekaan mendengarkan Firman-Nya. "Dengarkanlah baik-baik
apa yang kuperintahkan kepadamu". Dari kesiapan dan kesediaan kita
mendengarkan Firman-Nya, maka kita akan diajar untuk melangkah sesuai dengan
rencana-Nya - Mazmur 32:8.
Berkali-kali Allah dalam firman-Nya menekankan kepada kita supaya kita mengasihi dengan sepenuh hati atau sungguh-sungguh mengasihi-Nya yang ditandai dengan menuruti segala perintah dan ketetapan-Nya. Allah tidak menghendaki bangsa Israel dan juga kita menggantikan kasih kita yang sepenuh hati dengan upacara-upacara agama yang formal. Penting bagi Israel dan juga untuk kita supaya senantiasa menaati Allah dengan hati yang sungguh-sungguh mengasihi dan menghormati Allah. Iman dan kasih dengan sepenuh hati juga perlu dalam hubungan kita dengan Allah.
Berkali-kali Allah dalam firman-Nya menekankan kepada kita supaya kita mengasihi dengan sepenuh hati atau sungguh-sungguh mengasihi-Nya yang ditandai dengan menuruti segala perintah dan ketetapan-Nya. Allah tidak menghendaki bangsa Israel dan juga kita menggantikan kasih kita yang sepenuh hati dengan upacara-upacara agama yang formal. Penting bagi Israel dan juga untuk kita supaya senantiasa menaati Allah dengan hati yang sungguh-sungguh mengasihi dan menghormati Allah. Iman dan kasih dengan sepenuh hati juga perlu dalam hubungan kita dengan Allah.
3. Berpegang pada janji dan ketetapan Tuhan
Berlaku dan berntindak benar
sesuai dengan apa yang diperintahkan-Nya dan dari apa yang sudah kita dengar.
"Apabila engkau melakukan apa yang baik dan benar di mata TUHAN,
Allahmu". Maka hasil akhirnya adalah akan
BAIK KEADAANMU. TUHANlah yang menyiapkan segala sesuatu yang kita butuhkan - Filipi 4:19. Karena segala sesuatu berasal dari Dia dan milik Dia - Ulangan 10:14.
Dengarlah suara-Nya dan berlakulah baik, "SUPAYA BAIK KEADAANMU".
TUHAN memberkati.
Post a Comment for "Bagaimana Cara Mengubah Keadaan Menjadi Baik? "