Mewujudkan Kebersamaan Yang Langgeng Melalui Sidang Sinode Ke-12 GKRI Di Sumatera Utara
Mewujudkan Kebersamaan Yang Langgeng Melalui Sidang Sinode Ke-12 GKRI Di Sumatera Utara ~ Sidang Sinode ke-12 Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI), yang diadakan pada tanggal 9–12 September 2025 di Sumatera Utara, adalah momen bersejarah untuk menegaskan kembali visi gereja dalam menghadapi tantangan zaman. Pertemuan ini bukan hanya sebagai ajang administrasi gerejawi, tetapi juga sebagai refleksi teologis dan spiritual yang bertujuan mempererat persatuan jemaat di tengah dunia yang terus berubah.
Dalam Alkitab, kebersamaan di dalam Kristus ditekankan sebagai inti dari keberadaan gereja. Rasul Paulus dalam 1 Korintus 12:12-13 menyatakan, “Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.” Dari perspektif ini, kebersamaan bukan hanya sekadar hasil kesepakatan manusia, tetapi adalah panggilan Allah yang harus dihidupi dengan kesetiaan dan kasih.
Bagian I:
Dasar Teologis Kebersamaan dalam Tubuh Kristus
Kebersamaan dalam tubuh Kristus bukan hanya sekadar hasil usaha manusia, tetapi identitas yang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya. Rasul Paulus secara konsisten mengajarkan bahwa gereja adalah satu tubuh dengan banyak anggota, dan setiap anggota memiliki fungsi yang unik (1 Korintus 12:12-27). Kebersamaan ini bersumber dari Allah sendiri, yang adalah kasih (1 Yohanes 4:8).
Efesus 4:3-6 menjadi landasan kuat dalam memahami bahwa gereja adalah tubuh yang disatukan oleh Roh Kudus: “Berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera...”. Ayat ini menekankan pentingnya usaha aktif untuk menjaga kesatuan, yang diikat oleh damai sejahtera. Damai sejahtera ini tidak dapat dicapai tanpa kasih yang tulus, sebagaimana diungkapkan dalam Kolose 3:14, “Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.”
John Stott dalam tulisannya The Living Church menyoroti bahwa kesatuan gereja adalah hasil dari karya Allah yang mengatasi dosa dan perpecahan manusia: “Kesatuan gereja adalah cerminan dari karakter Allah yang Tritunggal. Kita dipanggil untuk mencerminkan kasih Allah yang sempurna melalui persekutuan kita, yang dihidupi dalam kesatuan iman”.
Kesatuan gereja tidak hanya melibatkan hubungan antarindividu, tetapi juga hubungan kolektif dalam komunitas. Setiap individu dipanggil untuk memelihara hubungan yang harmonis dengan anggota lainnya. Dalam konteks Sidang Sinode, kebersamaan ini diwujudkan melalui diskusi yang terbuka, penghormatan terhadap perbedaan pendapat, dan pengambilan keputusan yang melibatkan partisipasi aktif dari semua perwakilan.
Ilustrasi
dari Gereja Mula-Mula
Contoh nyata dari kebersamaan dalam gereja terlihat dalam kehidupan gereja mula-mula, seperti yang dicatat dalam Kisah Para Rasul 2:42-47. Para rasul dan jemaat hidup dalam kasih, berbagi segala sesuatu, dan bertekun dalam doa serta pengajaran. Kebersamaan ini menjadi kesaksian yang kuat sehingga banyak orang datang kepada Kristus. Sidang Sinode GKRI ke-12 dapat meneladani model gereja mula-mula ini dengan menempatkan doa, firman Tuhan, dan kasih sebagai inti dari setiap diskusi dan keputusan.
Bagian II:
Tantangan Kebersamaan dalam Gereja Masa Kini
Tantangan
Sosial-Budaya
Gereja di Indonesia adalah gambaran nyata dari keberagaman budaya, bahasa, dan adat istiadat. Tantangan ini menjadi nyata ketika perbedaan ini menimbulkan potensi konflik. Dalam konteks GKRI, jemaat yang tersebar di berbagai wilayah memiliki kebiasaan dan tradisi yang berbeda. Perbedaan ini dapat menjadi penghalang jika tidak dikelola dengan bijaksana.
Yohanes 17:21, di mana Yesus berdoa agar murid-murid-Nya menjadi satu, menjadi relevan dalam konteks ini. Kebersamaan gereja tidak dimaksudkan untuk menyeragamkan budaya, tetapi untuk menyatukan hati dalam Kristus.
Tantangan
Globalisasi dan Sekularisasi
Globalisasi membawa pengaruh positif dan negatif. Di satu sisi, informasi dan teknologi memungkinkan gereja untuk menjangkau lebih banyak orang. Namun, di sisi lain, arus sekularisasi dapat menggerus nilai-nilai rohani gereja. Dalam menghadapi hal ini, gereja harus menemukan cara untuk tetap relevan tanpa kehilangan identitasnya sebagai terang dunia (Matius 5:14-16).
Miroslav Volf menekankan bahwa gereja harus berfungsi sebagai ruang inklusi, bukan eksklusi. Dalam bukunya Exclusion and Embrace, ia menulis: “Dalam menghadapi dunia yang terpecah-belah, gereja harus menjadi pelopor dalam membangun jembatan, bukan tembok. Gereja yang sejati adalah gereja yang merangkul perbedaan dengan kasih Kristus”.
Penerapan
dalam Sidang Sinode
Sidang Sinode ke-12
menjadi tempat untuk mengidentifikasi tantangan-tantangan spesifik yang
dihadapi oleh GKRI. Beberapa poin yang dapat dijadikan pokok pembahasan
meliputi:
Memelihara
Integritas Rohani: Bagaimana gereja dapat
menjadi saksi di tengah masyarakat yang semakin materialistis dan sekular?
Membangun
Toleransi Internal: Bagaimana perbedaan budaya
antar jemaat dapat dijadikan kekuatan, bukan sumber konflik?
Memperkuat
Pendidikan Kristen: Bagaimana gereja dapat
mendidik jemaatnya untuk menjadi garam dan terang di dunia?
Diharapkan melalui Sidang Sinode kali ini dapat menghasilkan rekomendasi yang menekankan pentingnya kolaborasi antarjemaat, pelatihan kepemimpinan, dan pengembangan program-program lintas budaya.
Bagian III:
Langkah Menuju Kebersamaan yang Langgeng
Kesatuan
yang Dibangun di Atas Kasih
Mazmur 133:1 menyatakan bahwa kebersamaan dalam keharmonisan adalah hal yang baik dan indah. Ayat ini mengingatkan bahwa kebersamaan tidak hanya membawa sukacita, tetapi juga mencerminkan keindahan karakter Allah.
Dietrich Bonhoeffer
dalam Life Together menekankan
bahwa kebersamaan gereja adalah anugerah Allah: “Kebersamaan
adalah pemberian, bukan pencapaian manusia. Kita dipanggil untuk hidup dalam
kasih, bahkan ketika itu menuntut pengorbanan pribadi”.
Langkah-Langkah
Strategis
Sidang Sinode ke-12 diharapkan dapat merumuskan beberapa langkah strategis untuk mewujudkan kebersamaan yang langgeng:
Meningkatkan Keterlibatan Jemaat: Kebersamaan yang langgeng dimulai dari keterlibatan aktif seluruh anggota gereja. Program-program seperti pelayanan sosial, kelompok kecil, dan doa bersama dirancang untuk mempererat hubungan antar jemaat.
Mendorong Pendidikan Teologi yang Relevan: Sidang Sinode kali ini perlu menggarisbawahi pentingnya pendidikan teologi yang tidak hanya menekankan doktrin, tetapi juga penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Gereja perlu mendidik generasi muda untuk memahami pentingnya kesatuan dan inklusivitas.
Membangun Sistem Gereja yang Transparan: Struktur gereja yang transparan dan akuntabel adalah kunci untuk menjaga kebersamaan. Sidang Sinode kali ini diharapkan untuk memberikan penekanan terhadap perlunya laporan keuangan yang terbuka, mekanisme pengambilan keputusan yang inklusif, dan pengawasan yang efektif.
Memperluas Pelayanan di Masyarakat: Pelayanan yang bersifat lintas jemaat dan lintas budaya dapat menjadi sarana untuk memperkuat kebersamaan. Misalnya, program kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi dapat dilakukan secara kolaboratif oleh berbagai jemaat GKRI.
Kesaksian Hidup Bersama: Sidang Sinode ditutup dengan desainibadah yang dirancang secara kreatif dan bukan hanya sekedar seremonial tanpa makna. Ibadah penutupan Sidang Sinode harus menjadi momentum yang perlu dimaksimalkan guna menciptakan semangat kebersatuan yang kontinu dan langgeng serta berkesan yang akan terus membawa seluruh peserta ketikan kembali ke ladang pelayanannya tetap ada semangat kebersatuan itu, yang menjadi simbol nyata dari kebersamaan di dalam Kristus. Suasana khusyuk dan penuh syukur mencerminkan keindahan kebersamaan yang sejati, yang hanya dapat dicapai melalui kasih Allah.
Kebersamaan dalam tubuh Kristus adalah panggilan yang suci dan mulia. Melalui Sidang Sinode ke-12 GKRI, gereja diingatkan akan pentingnya memelihara kesatuan di tengah dunia yang penuh tantangan.
Firman Tuhan dalam Kolose 3:14 menjadi pengingat bahwa kasih adalah pengikat yang menyempurnakan kebersamaan. Dengan dasar teologis yang kokoh, refleksi atas tantangan masa kini, dan langkah-langkah strategis yang dirumuskan, GKRI siap melangkah ke masa depan dengan semangat baru untuk mewujudkan kebersamaan yang langgeng di dalam Kristus.
Post a Comment for "Mewujudkan Kebersamaan Yang Langgeng Melalui Sidang Sinode Ke-12 GKRI Di Sumatera Utara"