Translate

Mewaspadai Manuver Para Elite Dalam Perhelatan SS Ke-12 GKRI Di Sumatera Utara

Mewaspadai Manuver Para Elite Dalam Perhelatan SS Ke-12 GKRI Di Sumatera Utara ~ Perhelatan Sidang Sinode ke-12 Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) di Sumatera Utara menjadi sorotan banyak kalangan. Bukan hanya karena posisinya sebagai salah satu forum tertinggi dalam tata kelola gereja, tetapi juga karena berbagai manuver yang dilakukan oleh para elite gereja yang memiliki potensi untuk menggerus esensi sinode itu sendiri.

Sidang Sinode adalah momentum penting dalam kehidupan gereja untuk menentukan arah pelayanan dan visi yang akan dijalankan ke depan. Namun, perlu diwaspadai adanya upaya segelintir elite untuk mempengaruhi keputusan demi kepentingan pribadi atau golongan tertentu.

Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang tiga aspek utama yang perlu diwaspadai dalam sidang sinode ini: dinamika politik internal gereja, risiko manipulasi teologis, dan pentingnya menjaga kemurnian pelayanan gereja. Pembahasan akan disertai dengan kutipan dari para ahli teologi yang relevan dan ayat firman Tuhan yang memberi arahan bagi gereja.

Bagian 1: Dinamika Politik Internal dalam Sidang Sinode.

Dalam setiap perhelatan besar seperti Sidang Sinode, politik internal gereja sering kali muncul sebagai tantangan tersendiri. Sidang Sinode ke-12 GKRI di Sumatera Utara tidak lepas dari potensi konflik dan manuver politik, di mana para pemimpin atau elite gereja sering kali berusaha memanfaatkan forum ini untuk memperkuat posisi mereka dalam struktur gereja.

Dalam banyak kasus, keinginan untuk mendominasi keputusan sinode bukan didorong oleh kehendak untuk melayani umat dengan lebih baik, tetapi untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.

Seperti yang diungkapkan oleh John D. Zizioulas dalam bukunya Being as Communion, (1985, hlm. 90), “The temptation to turn the church into a political arena where power struggles dominate over spiritual concerns has always been a threat to the integrity of the church.” [“Godaan untuk menjadikan gereja sebagai arena politik di mana perebutan kekuasaan menguasai daripada kepedulian rohani selalu menjadi ancaman terhadap integritas gereja.”]

Kutipan itu memperingatkan kita bahwa gereja selalu berada dalam risiko dijadikan sebagai ajang perebutan kekuasaan. Ketika para elite lebih fokus pada kekuasaan daripada pelayanan, semangat gereja yang seharusnya melayani dan merawat umat bisa tercemar.

Fenomena ini mengingatkan kita pada firman Tuhan dalam Injil Matius 20:25-28, di mana Yesus berkata, “Kamu tahu bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu”. Ayat ini menekankan bahwa kepemimpinan dalam gereja seharusnya bersifat melayani, bukan mencari keuntungan atau kekuasaan pribadi.

Bagian 2: Risiko Manipulasi Keuangan untuk Kepentingan Tertentu.

Selain dinamika politik, manipulasi pendanaan juga menjadi ancaman nyata dalam setiap Sidang Sinode, termasuk dalam Sidang Sinode ke-12 GKRI. Dalam forum seperti ini, pengaruh keuangan itu sangat signifikan dan bisa sangat mempengaruhi arah gereja ke depan. Namun, masalah muncul ketika keuangan digunakan untuk mendukung kepentingan tertentu daripada kepentingan kemajuan gereja local.

Salah satu contoh dalam firman Tuhan yang ditulis oleh rasul Paulus dan ditujukan kepada anak rohaninya Timotius. Firman Tuhan dalam 1 Timotius 6:10 memberi peringatan yang jelas: “Karena akar segala segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka”. Ayat ini mengingatkan kita bahwa ketika elite mulai memanipulasi keuangan untuk memuaskan keinginan dan kepentingan diri dan kelompoknya daripada kebenaran Tuhan, gereja sedang berjalan menuju penyimpangan. Oleh karena itu, dalam Sidang Sinode, sangat penting untuk tetap waspada terhadap upaya-upaya untuk memanipulasi keuangan demi kepentingan duniawi.

Bagian 3: Menjaga Kemurnian Pelayanan Gereja.

Bagian terakhir dari artikel ini menyoroti pentingnya menjaga kemurnian pelayanan gereja dalam setiap keputusan yang diambil dalam Sidang Sinode. Pelayanan gereja harus selalu didasarkan pada kasih, integritas, dan kesetiaan terhadap panggilan Kristus. Namun, ketika berbagai kepentingan politik, ekonomi, dan jabatan/ kekuasaan mencampuri pelayanan gereja, integritas gereja sebagai tubuh Kristus dapat terancam.

Dietrich Bonhoeffer dalam bukunya “Life Together” (1939, hlm. 53) menulis, “The church is not a human organization, but a spiritual organism rooted in Christ. Its primary task is not to satisfy human desires but to fulfill God’s will.” [“Gereja bukanlah organisasi manusia, melainkan organisme rohani yang berakar pada Kristus. Tugas utamanya bukan untuk memuaskan keinginan manusia, melainkan untuk memenuhi kehendak Allah”.] Bonhoeffer menekankan bahwa gereja bukanlah organisasi manusia yang berfungsi untuk memenuhi keinginan atau ambisi manusia. Sebaliknya, gereja adalah tubuh Kristus yang harus menjalankan kehendak-Nya di dunia ini.

Untuk menjaga kemurnian pelayanan gereja, para pemimpin gereja harus selalu mengingat panggilan mereka sebagai pelayan umat Tuhan. Mereka harus meneladani Kristus yang datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani (Matius 20:28). Kunci menjaga kemurnian pelayanan gereja terletak pada ketulusan hati untuk melayani umat, bukan untuk memperoleh kedudukan atau keuntungan materi.

Dalam 1 Petrus 5:2-3, kita diingatkan: “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.”

Ayat ini memberikan arahan yang jelas tentang bagaimana pelayanan gereja seharusnya dilakukan. Setiap pemimpin gereja harus menjalankan tanggung jawab mereka dengan kerendahan hati dan ketulusan, serta menjadi teladan bagi umat dalam segala aspek kehidupan.

Kesimpulan

Sidang Sinode ke-12 Gereja Kristus Rahmani Indonesia di Sumatera Utara merupakan momen penting bagi gereja untuk mengevaluasi, mengarahkan, dan memperbaharui visinya dalam pelayanan. Namun, dalam proses ini, gereja harus waspada terhadap manuver para elite yang berpotensi mengganggu integritas gereja. Dinamika politik internal, manipulasi keuangan, dan ketidakmurnian dalam pelayanan dapat merusak arah gereja jika tidak diwaspadai dengan serius.

Dengan merujuk pada pemikiran teologis dari para ahli seperti John D. Zizioulas, Karl Barth, dan Dietrich Bonhoeffer, kita diingatkan tentang pentingnya menjaga kemurnian gereja dari godaan kekuasaan dan manipulasi. Firman Tuhan dalam Matius 20:25-28, 1 Timotius 6:10, dan 1 Petrus 5:2-3 menegaskan bahwa kepemimpinan dan pelayanan gereja harus selalu berakar pada kasih, kebenaran, dan integritas, bukan ambisi pribadi atau kepentingan duniawi.

Oleh karena itu, sebagai umat Tuhan, kita harus berdoa dan mendukung agar Sidang Sinode ini berjalan dengan baik dan menghasilkan keputusan-keputusan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, demi kemuliaan-Nya dan kesejahteraan umat.

Post a Comment for "Mewaspadai Manuver Para Elite Dalam Perhelatan SS Ke-12 GKRI Di Sumatera Utara"