Memulai Dengan Tuhan Mengakhiri Dengan Hakim Di Pengadilan
Memulai dengan Tuhan mengakiri dengan hakim di pengadilan ~ Drama keretakan rumah tangga seorang pengacara kondang yang sekarang jadi berita di media sosial sungguh menyesakan hati. Seolah sudah menjadi konsumsi publik. Sekarang bukan lagi perang terbuka antar suami istri tetapi sudah menjadi perang antar pengacara. Setelah mengikuti dan membaca beritanya, saya mendapatkan beberapa pembelajaran dan hikmat yang bisa dijadikan pegangan hidup beruma tangga.
Kalau pernikahan dimulai dengan melibatkan Tuhan, jangan mengakhiri di pengadilan. Bukankah waktu menikah dulu mereka berdua mengucapkan janji di hadapan Tuhan dan disaksikan oleh umat Tuhan? Mungkin juga waktu mencari pasangan hidup berdoa kepada Tuhan.
Lha kenapa waktu mau mengakhiri pernikahan tidak minta pendapat Tuhan? Jujur kalau suami istri mau dengan rendah hati bertanya pada Tuhan ‘Bolehkah kami mengakhiri pernikahan ini?” Pasti jawabannya adalah “Apa yang telah dipersatukan oleh Tuhan janganlah diceraikan oleh manusia”.
Pernikahan itu idenya Tuhan. Allah punya agenda melalui pernikahan kita yaitu supaya lahir keturunan ilahi yang bisa mengemban amanat dari sorga. Apa kata dunia jika pernikahan yang suci dijadikan ‘laboratorium percobaan’?
Pernikahan kristen tidak seperti orang beli sandal jepit, boleh coba, kalau tidak cocok bisa ganti. Untuk itu usahakanlah mempersiapkan diri mengikuti ‘School of Marriage’ sebelum memasuki pernikahan. Kata Amsal 24, rumah tangga itu dibangun di atas hikmat, pengertian dan pengetahuan. Jadi modal uang, ketenaran dan cinta saja tidak cukup.
Waspadai harapan anda di setiap musim kehidupan dan pancaroba pernikahan. Tetaplah menggunakan kacamata positif untuk menghadapi perubahan dan perbedaan yang terjadi dalam pernikahan. Jangan sampai dulu dipuji dan dibela mati matian, setelah anak empat, lingkar pinggang membesar dan menghadapi banyak perbedaan yang ditonjolkan hanya kekurangan dan kelemahan pasangan. Bukankah Kitab Suci mengatakan “Kasih itu menutupi segala sesuatu’. Jangan malah diumbar diruang publik padahal itu adalah privasi.
Yah... namanya nasi sudah jadi bubur, mau apa lagi? Sebagai pembaca sekaligus pengamat saya hanya bisa berdoa ‘kiranya masalah mereka bisa segera selesai dan tidak memberi contoh buruk bagi para pembacanya dan generasi yang berikutnya. Sebagai saudara seiman hanya bisa menghimbau “pernikahan yang dimulai dengan Tuhan, libatkanlah Tuhan dan Firmannya untuk menilai dan menyelesaikan segala persoalan. Orang bilang, segala persoalan bisa diselesaikan kalau masing masing hidup di atas kebenaran Firman Tuhan, bukan menonjolkan ego dan kedagingan.
By: Ps. Paulus Wiratno
Post a Comment for "Memulai Dengan Tuhan Mengakhiri Dengan Hakim Di Pengadilan"