Wajib Hidup Seperti Kristus
Wajib hidup seperti Kristus ~ Landasan firman Tuhan untuk tema tersebut terambil dari 1 Yohanes 2:1-6. Ayat-ayat ini tampaknya berkaitan dengan ayat ketujuh pasal sebelumnya, dan di antara ayat tersebut dengan ayat-ayat ini, terdapat suatu pokok bahasan yang muncul ketika kewajiban dan pertolongan bagi orang percaya menyangkut dosa dibicarakan. Hal ini terjadi ketika disebut-sebut soal hak istimewa orang percaya, yakni disucikan dari dosa oleh darah Sang Pengantara.
Di dalam ayat itu, yakni 1 Yohanes 1:7, Rasul Yohanes menegaskan akibat menguntungkan dari hidup di dalam terang: “Maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan persaudaraan dan persekutuan ilahi yang demikian merupakan hak istimewa jemaat Kristus.” Sekarang di dalam pasal ini, yaitu dalam ayat-ayat di atas tadi, kita melihat bagaimana cobaan dan ujian atas terang serta kasih kita bisa berhasil.
I. Ujian atas terang kita: Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya (ay. 3). Terang dan pengenalan ilahi merupakan keindahan dan peningkatan akal budi. Sungguh pantas bagi para murid Sang Pengantara bila mereka menjadi orang-orang yang memiliki hikmat dan pengertian.
Orang-orang Kristen yang muda mudah membesar-besarkan terang mereka yang baru dan memuji-muji pengetahuan mereka sendiri, terutama apabila hal ini disampaikan dengan tiba-tiba atau dalam waktu singkat. Orang-orang Kristen yang tua mudah ragu, apakah pengenalan mereka sudah cukup dan penuh atau belum.
Mereka mengeluh bahwa mereka sudah tidak mengenal Allah dan Kristus, serta kekayaan Injil-Nya lagi. Namun, di sini diberikan bukti tentang kekuatan pengenalan atau pengetahuan kita, yakni apabila pengenalan ini mendesak kita untuk menuruti perintah-perintah Allah. Setiap kesempurnaan hakikat-Nya menguatkan kuasa-Nya.
Hikmat di dalam rencana-rencana-Nya, kekayaan kasih karunia-Nya, serta keagungan karya-Nya, mendatangkan kepujian bagi hukum serta pemerintahanNya. Ketaatan yang cermat dan berhati-hati terhadap perintah-perintah-Nya menunjukkan bahwa pemahaman serta pengenalan tentang perintah-perintah-Nya itu telah tertanam di dalam jiwa dengan sepenuhnya.
Oleh sebab itu, kebalikan dari pernyataan ini adalah bahwa, barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran (ay. 4). Orang-orang yang mengaku mengenal kebenaran, sering kali malu dengan ketidaktahuan mereka, atau malu mengakui ketidaktahuan mereka itu.
Mereka sering kali berlagak telah mencapai banyak dalam mengenali rahasia ilahi: Kamu bermegah dalam Allah, dan tahu akan kehendak-Nya, dan oleh karena diajar dalam hukum Taurat, dapat tahu (menurut penilaian akalmu) mana yang baik dan mana yang tidak, dan yakin, bahwa engkau (sudah sepantasnya) adalah penuntun orang buta, dan seterusnya (Rm. 2:17, dst.). Namun, pengenalan akan Allah macam apa itu sampai tidak bisa melihat bahwa Ia adalah yang paling layak untuk mendapatkan seluruh dan segenap ketaatan sepenuh-penuhnya?
Dan kalaupun kela yakan-Nya itu bisa dilihat dan diketahui, betapa sia-sia dan palsunya pengenalan ini apabila tidak berhasil menggerakkan hati kepada ketaatan! Hidup tanpa ketaatan itu menunjukkan kesalahan dan aib dari pengenalan agama yang penuh kepura-puraan. Kehidupan tanpa ketaatan demikian menampakkan dusta sikap dari orang-orang yang penuh dengan sikap bermegah dan kepura-puraan, dan menunjukkan bahwa tidak ada agama ataupun kejujuran di dalam diri mereka.
II. Ujian kasih kita: Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia (ay. 5). Menuruti firman Allah atau Kristus berarti mengikuti firman-Nya di dalam semua kelakuan dan jalan hidup dengan penuh sikap kudus. Di dalam diri orang yang berbuat demikian, kasih Allah disempurnakan. Boleh jadi ada beberapa orang yang dalam hal ini memahami kasih Allah kepada kita.
Tidak perlu diragukan lagi bahwa kasihNya kepada kita tidak dapat disempurnakan (atau mencapai rancangan dan buah sempurnanya) tanpa pengamalan kita sendiri akan firman-Nya dalam perbuatan kita. Kita dipilih untuk menjadi kudus dan tidak bersalah di hadapan-Nya di dalam kasih. Kita dibebaskan untuk menjadi umat kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.
Kita diampuni dan dibenarkan supaya ikut mengambil bagian yang lebih besar dari Roh Allah untuk memperoleh pengudusan. Kita dikuduskan supaya dapat berjalan dalam kekudusan dan ketaatan. Tidak ada perbuatan kasih ilahi yang berakhir pada diri kita dapat mencapai tujuan, akhir, dan pengaruhnya, apabila kita tidak mengamalkan firman Allah dengan kekudusan.
Bagaimanapun, di sini kalimatnya lebih menandakan kasih kita kepada Allah. Jadi menurut ayat 15, maka kasih akan (kepada) Bapa tidak ada di dalam orang itu. Menurut pasal 3:17, bagaimanakah kasih (kepada) Allah dapat tetap di dalam dirinya? Nah, terang adalah untuk menyalakan kasih, sedangkan kasih harus dan akan menuruti firman Allah.
Kasih mempertanyakan apakah Dia yang dikasihi telah merasa senang dan dilayani? Apakah Dia merasa demikian melalui pengamalan atas kehendak-Nya yang telah Dia nyatakan? Dengan cara itulah maka kasih itu bekerja dan menampakkan dirinya sendiri. Di situlah kasih diperlihatkan. Di situlah ia mencapai pengamalannya, penerapannya, sukacitanya yang sempurna (atau lengkap).
Dan dengan cara itulah (melalui pengamalan akan kehendak Allah atau Kristus dengan saksama), kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia (ay. 5), kita tahu bahwa kita adalah kepunyaan-Nya, dan bahwa kita dipersatukan dengan-Nya oleh Roh yang meninggikan serta menolong kita dalam ketaatan ini.
Jika kita mengakui hubungan kita dengan-Nya dan penyatuan kita dengan-Nya, maka keharusan ini harus terus ada pada kita: Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup (ay. 6). Kristus Tuhan pernah tinggal dan hidup di dunia ini. Di dunia sini Ia memberikan contoh cemerlang perihal ketaatan mutlak kepada Allah.
Orang-orang yang mengaku berada di pihak-Nya dan mau terus mengikuti Dia, harus hidup bersama-Nya, hidup mengikuti pola dan teladan-Nya. Para pengikut sejumlah sekte filsuf zaman dahulu sangat menghormati perintah serta perilaku para pengajar dan guru sekte mereka masing-masing.
Jadi terlebih lagi orang Kristen yang mengaku tinggal di dalam dan bersama Kristus, harus bertekad menjadi serupa dengan Guru dan Kepala mereka itu yang sempurna tanpa kesalahan apa pun, dan mengikuti jalan serta aturan-Nya: Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu (Yoh. 15:14).
Post a Comment for "Wajib Hidup Seperti Kristus"